Mohon tunggu...
Atih Ardiansyah
Atih Ardiansyah Mohon Tunggu... Dosen - Pemberi Beasiswa

Mendirikan Cendekiawan Kampung, sebuah platform yang mempertemukan Genius Kampung dengan pemberi beasiswa (Scholarship Providers) | Follow IG: @cendekiawankampung | www.cendekiawankampung.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Energi Kebaikan

30 Desember 2020   23:39 Diperbarui: 28 April 2021   07:17 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas di TBM Indung (dok. pribadi, 2017)

Sembilan bulan sebelum pandemi Covid-19 menyebar ke lebih dari 120 negara di dunia, sebuah pesan masuk melalui aplikasi Whatsapp. Pesan dari mamah mertua itu singkat tetapi isinya bagai petir yang menggelegar di tengah hari paling sunyi: Sri berhenti kuliah.

Sri adalah relawan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Indung yang saya dirikan di rumah mertua pada 2017. Hampir setiap sore dia datang untuk meminjam dan membaca buku serta membawa cerita dengan topik serupa: keinginan kuliah dan orang tua yang menyerah. Saya merasa lega saat dia akhirnya mendapat beasiswa Bidikmisi (sekarang KIP-K). Makanya saat kabar itu sampai rasa-rasanya saya enggan untuk mempercayai.

Keesokan harinya, saya dan istri bertandang ke rumah Sri. Kami disambut belasan mata yang basah dan hidung yang berair. Sebuah bendera kuning kaku terpasang pada pohon duku. Rumah yang baru selesai dibedah lewat bantuan sosial (Bansos) itu rupanya tengah menjadi rumah duka.

Adik lelaki Sri meninggal dunia. Kejadian itu bermula saat Sri meminta dijemput ayah dan adiknya setelah memutuskan berhenti kuliah. Uang beasiswa yang cair pada akhir semester membuat Sri memberikan seluruh rasa iba kepada orang tua yang kerap meminjam ke kanan dan kiri untuk keperluan sehari-harinya di perantauan. 

Dia tak menyisakan sedikit pun untuk cerita dan cita-citanya menjadi sarjana. Malang, saat dia dijemput pulang itu, sang adik yang membawa semua perlengkapan Sri selama ngekos mengalami kecelakaan dan meninggal di lokasi kejadian.

Sri dikepung perasaan bersalah. Saat kami meyakinkan agar dia tetap kuliah, dia hanya menangis seraya menyesali diri. Dia pun tak melanjutkan studi meski bantuan dari berbagai pihak menghampiri, termasuk dari pihak kampus.


"Sri mau kerja saja. Bantu bapak sama emak. Kasihan."

Meyakinkan Sri (tengah) untuk tetap kuliah (dok. pribadi, 2019)
Meyakinkan Sri (tengah) untuk tetap kuliah (dok. pribadi, 2019)

Sayang, Covid-19 yang menggila membuat Sri harus pulang setelah sebelumnya bekerja sebagai asisten rumah tangga di Jakarta.                       

Covid-19 juga membuat Pak Kusnadi (46 tahun) nelangsa. Sembilan bulan lamanya dia hanya bisa memandangi mesin jahit tas miliknya. Pesanan dari dinas-dinas di Kabupaten Pandeglang dan sekitarnya tiba-tiba berhenti setelah seluruh kegiatan berpindah ke jagat maya. 

Dan bukan hanya Pak Kusnadi yang bernasib malang, namun 30 kepala keluarga yang tergabung dalam KUB (Kelompok Usaha Bersama) Sinar Rahayu yang dipimpinnya juga turut terdampak. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Pak Kusnadi membuat layang-layang dan menjualnya kepada anak-anak di kampungnya di Kecamatan Koroncong, Pandeglang.

Pak Kusnadi dan mesin jahit tasnya. (dok. CK, 2020)
Pak Kusnadi dan mesin jahit tasnya. (dok. CK, 2020)
Sebelum bertemu Pak Kusnadi yang terpaksa pindah dari menjahit tas ke membuat layang-layang, kegagalan membantu Sri membajakan tekad saya untuk mendampingi anak-anak kampung yang memiliki cita-cita kuliah namun terbentur biaya dan restu orang tua. Sepanjang 2019-2020 saya melakukan berbagai ikhtiar, mulai dari blusukan bertemu anak dan orang tua di kampung-kampung, menggelar audiensi dengan para pimpinan kampus, menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah serta meyakinkan orang-orang terdekat untuk turut memberi sokongan.

Mengenalkan CK kepada Ketua Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemdikbud RI, Dr. Abdul Kahar (dok. pribadi, 2019)
Mengenalkan CK kepada Ketua Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemdikbud RI, Dr. Abdul Kahar (dok. pribadi, 2019)
Berbincang dengan Bupati Pandeglang, Irna Narulita, tentang Cendekiawan Kampung (dok. CK, 2020)
Berbincang dengan Bupati Pandeglang, Irna Narulita, tentang Cendekiawan Kampung (dok. CK, 2020)
Alhamdulillah, puji Tuhan, sampai tulisan ini dibuat sudah ada lebih dari 20 anak kampung yang kuliah S1 dengan beasiswa. Mereka tersebar dari berbagai kampung dari sepuluh kecamatan di Kabupaten Pandeglang, dari Kabupaten Serang, Banten, dan dari Kabupaten Buru Provinsi Maluku. 

Skema yang dikembangkan Cendekiawan Kampung pun menarik perhatian para pegiat pendidikan di beberapa kabupaten di Indonesia untuk direplikasi seperti Kabupaten Sinjai, Kabupaten Jeneponto, Kota Baubau, Riau, dan sebagainya. Itu semua berkat kepedulian banyak pihak yang ikut berbagi harapan dengan anak-anak kampung yang kami sebut sebagai Genius Kampung ini.  

Grafis sebaran Genius Kampung di Kab. Pandeglang (dok. CK, 2020)
Grafis sebaran Genius Kampung di Kab. Pandeglang (dok. CK, 2020)
Dalam visi yang diciptakannya, CK memang tak sekadar memberikan (akses) beasiswa kepada Genius Kampung, tetapi juga berikhtiar "memulangkan" mereka ke kampungnya. Jangan sampai kampus justru membuat mereka larut dalam pusaran urbanisasi sebagaimana yang diujarkan Noer Fauzi Rahman dalam Panggilan Tanah Air (2015), "Semakin tinggi pendidikan orang kampung semakin tinggi pula motivasi mereka untuk meninggalkan kampungnya".

Lantas bagaimana caranya?

CK merancang berbagai program, salah satunya "Menggendong Harapan". MH adalah sebuah program yang didisain dengan mengkolaborasikan sedikitnya tiga elemen. Ketiganya yaitu publik sebagai donatur, perajin tas lokal, dan Genius Kampung yang akan membagikan tas. 

Melalui spirit crowd funding, CK mengajak orang-orang berhati baik untuk memberikan sedikit hartanya. Uang yang terkumpul digunakan untuk memproduksi tas di IKM (Industri Kecil dan Menangah) mitra CK yang terdampak pandemi. Kemudian tas tersebut diberikan oleh Genius Kampung kepada anak-anak yatim dan dhuafa di kampung. 

Pembagian tas itulah yang menjadi "setoran awal" dalam proses membuka rekening tabungan sosial di masyarakat. Selain itu, tas juga diharapkan menjadi energi agar anak-anak kampung penerima tas tetap memiliki harapan melanjutkan pendidikan sampai setinggi-tingginya. Distribusi tas sekolah tersebut pun dikombinasikan dengan berbagai program inisiasi Genius Kampung bersama masyarakat.

Genius Kampung on air di Radio Krakatau 93,7 FM pra acara peresmian TBM Mi'raj (dok. Radio Krakatau FM)
Genius Kampung on air di Radio Krakatau 93,7 FM pra acara peresmian TBM Mi'raj (dok. Radio Krakatau FM)
Pemberian tas sekolah baru untuk anak-anak kampung (dok.CK, 2020)
Pemberian tas sekolah baru untuk anak-anak kampung (dok.CK, 2020)
Wakil Ketua DPRD Pandeglang, TB. Asep Rafiudin Arief, meresmikan TBM Mi'raj yang diinisiasi oleh Genius Kampung (dok.CK, 2020)
Wakil Ketua DPRD Pandeglang, TB. Asep Rafiudin Arief, meresmikan TBM Mi'raj yang diinisiasi oleh Genius Kampung (dok.CK, 2020)
Yang juga membahagiakan hati saya, dalam program "Menggendong Harapan" ini ada elemen DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) yang terlibat. JNE Pandeglang turut memberi donasi untuk produksi tas. Keberadaan dan peran JNE Pandeglang dalam program ini bukan hanya menyokong Pak Kusnadi yang terpuruk karena digebuk pagebluk, melainkan juga menambah kuantitas tas sekolah untuk dibagikan kepada anak-anak yatim dan dhuafa yang berasal dari kampung si Genius Kampung. 

JNE Pandeglang juga memesan tas kurir ke Pak Kusnadi dan KUB Sinar Rahayu. Pemesanan tas tersebut bahkan bukan hanya sekali, tetapi secara periodik mengikuti umur tas. Artinya, mereka akan memesan kembali ketika tas sudah tidak layak pakai. JNE Pandeglang bahkan turut "memanas-manasi" cabang lainnya di Banten untuk ikut memesan tas kurir di IKM mitra Cendekiawan Kampung itu.

Pak Ulfi (kanan) siap kolaborasi dengan CK dan IKM mitra (dok. CK, 2020)
Pak Ulfi (kanan) siap kolaborasi dengan CK dan IKM mitra (dok. CK, 2020)
Apa yang dilakukan JNE Pandeglang, menurut saya, merupakan sebuah cara menyantuni dengan tetap menempatkan martabat Pak Kusnadi di tempat tertinggi. Saya jadi teringat ceramah Gus Baha yang banyak dikutip dan tersebar sebagai meme di media sosial: "Tidak sedekah, tapi suka jajan, itu sudah sedekah. Memberi keuntungan penjual makanan 200 perak lebih sopan. Penjualnya senang dagangannya laris dan tidak tersinggung. Daripada sedekah 2000, penerima sedekah ada potensi tersinggung".

Sumber FP Facebook Ala NU
Sumber FP Facebook Ala NU
Kehadiran dan peran JNE Pandeglang makin mendongkrak keyakinan saya dan teman-teman di Cendekiawan Kampung untuk terus bergerak dan berinovasi. Saya percaya, donasi pada program "Menggendong Harapan" dan uang yang digunakan untuk memesan tas kurir kepada Pak Kusnadi dan KUB Sinar Rahayu akan menjadi energi yang tidak akan bisa dimusnahkan sebagaimana Hukum Kekekalan Energi. Energi itu bisa mengubah dirinya ke dalam berbagai bentuk.

Saya dan teman-teman di Cendekiawan Kampung bermimpi, jika dalam lima tahun kita bisa memfasilitasi beasiswa kuliah S1 untuk 200 anak saja, maka kita telah menciptakan kekuatan yang dahsyat. Jika mereka membuat gerakan kecil saja di kampung masing-masing, maka itu bukan lagi menjadi kecil tatkala seluruh titik itu berada dalam garis ketersambungan dan ketersalingan (connect the dots). 

Jika mereka menjadi kepala desa atau tokoh di kampungnya, maka dana desa akan menjadi signifikan peruntukkannya, terutama dalam menopang pembangunan sumber daya manusia. 

Jika  satu, dua, tiga, sepuluh, seratus, dua ratus kampung dipimpin oleh para cendekiawan yang berkhidmat untuk kampungnya, visi mereka tentang kampung serupa, maka kampung akan menjadi gugusan cahaya yang menerangi Indonesia tercinta. Cita-cita membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan  menjadi semakin dekat untuk diwujudkan. 

Genius Kampung Angkatan 1 & 2 mengikuti pembekalan sebelum berangkat untuk studi di kampus masing-masing (dok. CK, 2020)
Genius Kampung Angkatan 1 & 2 mengikuti pembekalan sebelum berangkat untuk studi di kampus masing-masing (dok. CK, 2020)
Senyum anak kampung yang memiliki tas sekolah baru (dok. CK, 2020)
Senyum anak kampung yang memiliki tas sekolah baru (dok. CK, 2020)
Jika visi besar itu berhasil kita realisasikan, maka pada 2045 Indonesia benar-benar akan panen bonus demografi. Kuncinya ada pada kebaikan-kebaikan yang menjadi energi kolektif kita sebagai sesama anak kampung Indonesia. Jika kita berhenti berbuat baik, maka energi itu pun akan berhenti. Dan kalau itu terjadi, bukan bonus demografi yang kita nikmati, tetapi kita akan disuguhi cerita tentang anak-anak malang seperti Sri. Na'udzubillah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun