Mohon tunggu...
Athala Parlambang
Athala Parlambang Mohon Tunggu... Masinis - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Suka Journalisme Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Bola

Olahraga dan Politik, Dua Variabel yang Tidak Dapat Terpisahkan

30 November 2022   12:54 Diperbarui: 1 Desember 2022   19:51 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada pertandingan-pertandingan Pertama di Piala Dunia, kami mendengarkan banyak sekali kisruh, mulai dari Timnas Inggris, Jerman, Prancis, dan Denmark yang keberatan atas keputusan negara Penyelenggara untuk melarang pemakaian bando Kapten berwarna Pelangi, dan protes terhadap larangan bir. Namun Protes yang paling elegan, dan paling memicut perhatian adalah Protes Iran. Pemain Iran berkeputusan untuk tidak menyanyikan lagu Kebangsaan mereka untuk mengenang jasa Masa Amini, seorang wanita yang meninggal ditangan Polisi Agama. Kisruh-kisruh mengenai LGBT, dan Protes Pemain Iran membuat kami menyadari satu hal, yakni,  dunia Olahraga bukanlah Politik, namun selalu terdapat pengaruh Politik dan campur tangan Penguasa.

Hal ini sebenarnya tidak begitu buruk apabila dipandang dari prestasi, namun tetap dapat dipandang buruk apabila dipandang daripada sisi kepentingan Pribadi para penguasa. Olahraga dan Politik selalu berkaitan satu sama lain, seolah-olah mereka merupakan dua variabel yang tidak bisa dipisahkan. Prestasi Olahraga suatu kota atau negara sering melahirkan permusuhan antarnegara ataupun antarkota. Untuk melihat bukti bahwa Olahraga dan Politik merupakan dua Variabel yang tidak bisa dipisahkan, kami harus kembali ke zaman Yunani Kuno.

Pada masa Yunani Kuno, perhelatan Isthmian  sudah dipenuhi dengan Propaganda. Perhelatan Isthmian Games merupakan Pesta Perhelatan Olahraga yang diadakan satu tahun sebelum dan setelah Olympiad diadakan, dan dapat disaksikan oleh Masyarakat umum. Salah satu bukti daripada Politisnya Isthmian Games adalah "Kutukan Moline". Pada Perhelatan Isthmia tersebut, terjadi perang antara Herakles dengan Augeas, Putra Aktor. Beliau dibunuh oleh Herakles. Saudara Perempuan dari Augeas, Moline , memohonkan keadilan dari Argives, namun beliau gagal mendapatkannya. Para Corinthians juga menolak untuk membantu, oleh sebab itu mereka dilarang untuk berkompetisi didalam ajang tersebut. Ajang Ishtmia Games juga sering diadakan akibat daripada Tensi yang ada diantara Para Corinthians dengan para Argives. Seringkali pula, sebuah kota menolak untuk bergabung karena betapa Politisnya Isthmian Games ini. 

Selanjutnya adalah Gladiator yang sangat kental dengan Romawi  Kuno. Pada umunya para Gladiator merupakan tahanan Perang, namun, Gladiator juga digunakan sebagai arena pembuktian bagi para Penguasa. Gladiator juga merupakan senjata Pengalihan  para Penguasa untuk mengalihkan rakyat daripada isu-isu sensitif. Para anggota dewan juga memiliki pengaruh yang sangat besar didalam dunia Gladiator ini, karena mereka dapat mengendalikan para Gladiator, dan mengontrol Gladiator. 

Selanjutnya adalah Olahraga di Amerika Serikat . Menurut sebuah Penelitian yang dilakukan oleh  Adam Solate, Olahraga di Amerika Serikat, terutama Olahraga Baseball selalu  bersifat Politis. Pada tahun 1865 an, Amerika Serikat sudah memasuki era "Reformasi". Presiden Abraham Lincoln sedang berusaha sekuat tenaga untuk merubah sistem di bagian Selatan Amerika Serikat, dan para pebisnis sudah mulai mengayomi dan mengamini ide-ide kapitalisme. Kesejahteraan rakyat Amerika Serikat semakin meningkat. Pada masa ini juga para buruh sudah meilhat keuntungan dan mulai berani berserikat untuk memprotes "Majikan" atau lebih sering dikenal dengan istilah "bos" yang kejam. Pada masa tersebut, National League, yang kemudian menjadi salah satu  pelopornya terlahirnya Major League Baseball. William Hulbert, pemimpin pertama daripada National League yang terkenal sebagai cerdas dan kuat, mencoba untuk mempelajari kelemahan daripada National Association of Professional Baseball Players, disingkat NAPBP yang tidak lain adalah masalah keuangan, dan kurangnya persatuan. Dalam hal ini Hulbert dianggap sangat sukses, namun beliau juga merupakan seseorang yang sangat membenci  perserikatan buruh.  Hal ini merupakan batu pertama daripada isu-isu yang dimiliki MLB dengan Asosiasi Pemain, dan pada faktanya, MLB baru mendirikan Asosiasi Pemain pada tahun 1966, sesuatu yang dipelopori oleh NBA yang mendirikan Asosiasi Pemain pada tahun 1954, yang kemudian diikuti oleh NFL pada tahun 1956,MLB Pada tahun 1966, NHL pada tahun 1967,  dan terakhir adalah MLS pada tahun 2003. Peran dan Fungsi sebuah Asosiasi Pemain adalah untuk menegosiasikan  hak dan gaji para pemain. Sebuah Asosiasi Pemain pada umunya diisi oleh pengacara, agen, dan diketuai oleh Para Pemain.  Hal ini sangat efektif, dan menjadikan Olahraga Amerika Serikat sangat demokratis, karena apabila Protes para pemain tidak didengarkan oleh Pihak Liga, besar kemungkinan musim akan ditunda, atau bahkan ditiadakan. Ini sempat terjadi di NFL pada musim 1982 dan 1987, di NHL pada musim 2004-2005 dimana Musim ditiadakan karena NHL tidak kunjung menemui kesepakatan dengan Asosiasi Pemain NHL, dan terakhir adalah MLB pada tahun 2021-2022 dimana Musim terpaksa ditunda. 

Namun dari semua Olahraga, yang Paling Politis adalah Olahraga Sepakbola. Bagaimana tidak? Sepakbola merupakan Olahraga paling populer. 

Contoh pertama daripada ini adalah keajaiban Natal. Pada masa Perang Dunia pertama, terkenal sebuah kisah dimana Prajurit Jerman bertanding Sepakbola dan membagikan bir dan makan bersama dengan Prajurit Inggris. Sesuai dengan para saksi mata, yang memulai aksi perdamaian ini adalahpara tentara Jerman yang dengan beraninya menyanyikan lagu malam Kudus dalam Bahasa Jerman, yang kemudian diiringi oleh para prajurit Inggris yang menyanyikan lagu yang sama dalam Bahasa Inggris. Diketahui bahwa Para Prajurit Jerman memiliki keahlian Bahasa Inggris yang cukup baik, beberapa dari mereka bahkan sempat bekerja di London. Seseorang daripada  Tentara Jerman memberanikan diri untuk keluar daripada barikadenya ,dan bersalaman dengan Para Prajurit Inggris, yang kemudian menjadi sebuah aksi solidaritas antara Prajurit Jerman dengan Prajurit Inggris. Para tentara Jerman membagikan bir, dan mabuk bersama prajurit Inggris. Namun seketika seseorang diantara mereka menemukan bola sepak, dan mulailah mereka bermain Sepakbola sampai dengan bom pertama dibunyikan, yang berarti bahwa pertempuran dimulai kembali. Pertandingan tersebut dimenangkan oleh Inggris. 

Selanjutnya  Jerman pada masa Nazi, dan Jerman Timur pada masa Perang Dingin. Pada masa Perang Dunia kedua, terkenal yang namanya Pertandingan Kematian. Pertandingan Kematian , merupakan pertandingan antara tawanan Perang Kiev dengan Para Petinggi NAZI. 4 Pemain Dinamo Kyiv tergabung didalam tim tersebut. Reportase mengenai pertandingan yang dimenangi oleh para pemain Tawanan Perang tersebut masih tidak jelas. Para petinggi Soviet dan Rusia disebut melebih-lebihkan fakta oleh para saksi mata di Kyiv, menyebutkan bahwa para pemain yang ditahan dan dibunuh oleh para NAZI bukan dibunuh karena alasan balas dendam. Hal ini membutikan kembali bahwa Olahraga kemungkinan digunakan sebagai alat Propaganda, namun ada beberapa kalangan yang menyebut bahwa asumsi Rusia atau yang pada era Perang Dingin dan Perang Dunia kedua resmi dikenal sebagai Uni Soviet, merupakan sebuah fakta yang benar. 

Namun terlepas dari salah atau benarnya fakta tersebut, NAZI pada faktanya memang gemar menggunakan Olahraga sebagai alat Politik, atau setidaknya Politik NAZI mempengaruhi Olahraga tertutama Sepakbola. Pada masa tersebut, klub dengan pemain-pemain atau Petinggi Yahudi gemar sekali memecat para Petinggi mereka yang berdarah Yahudi, dan pemain mereka yang berdarah Yahudi. Kasus paling terkenal adalah Kurt Landauer, petinggi Bayern München yang memiliki darah Yahudi. Beliau tidak dipecat, namun mengundurkan diri dari jabatannya. Meskipun begitu, setelah beberapa bulan, beliau berkeputusan untuk kembali bekerja bagi Bayern München, dengan segala keberaniannya. Kenekatan ini ia lakukan berkat cintanya terhadap Bayern München. Pada masa tersebut, tim-tim besar Jerman sepeti Bayern München dan Eintracht Frankfurt rugi karena terpaksa memecat yang berdarah Yahudi.

Setelah Perang Dunia kedua, terjadilah Perang Dingin. Terpisahlah Jerman menjadi Timur dan Barat. Petinggi Komunis Jerman Timur kerap kali menggunakan Olahraga sebagai alat Politik, seperti negara-negara blok timur pada umumnya. Salah satu kasus adalah Heidi Kruger. Heidi Kruger merupakan seorang transgender yang merubah kelaminnya dari Wanita menjadi Pria, karena Intelijen Jerman Timur memberikan pil kepadanya yang lambat laun menumbuhakn Hormon lelaki didalam tubuhnya. Beliau memang sukses didalam bidangnya, namun dikarenakan pil tersebut, beliau terpaksa menggantikan kelaminnya pada tahun 1990an setelah Jerman bersatu. Pengaruh Politik Jerman Timur didalam Olahraga tentu dapat dirasakan dibidang Sepakbola dimana Intelijen Jerman Timur mensponsori BFC Dynamo Berlin, Dynamo Dresden (dua klub yang menemukan talenta seperti Matthias Sammer, dan Falko Goetz), dan akte "leder" yang dalam bahasa Indonesia berarti bulu. Pada awal 1970an, Sepakbola Jerman Timur merasakan kejayaannya, timnas mereka merebut medali emas di ajang Olimpiade 1972 yang diadakan di Kanada, FC Magdeburg menjuarai Cup Winners Cup 1974, dan timnas Jerman Timur masuk Piala Dunia untuk pertama kalinya, yang dihelai dinegara tetangga mereka, yang sekaligus merupakan musuh bebuyutan Mereka, Jerman Barat. Pada Piala Dunia 1974, intel Jerman Timur mengeleluarkan akta bulu dan menyuruh timnas Jerman timur untuk menang lawan musuh bebuyutan mereka. Intelijen Jerman timur membantu dengan menyeleksi pemain-pemain yang dapat berpergian ke Jerman Barat, dan bahkan para pendukung negeri Komunis tersebut pun mereka lakukan seleksi untuk memastikan  bahwa mereka akan sukses di Jerman Barat, dan untuk memastikan bahwa tidak ada yang kabur menuju barat. Alhasil mereka sukses di ajang Piala Dunia 1974, meski tidak sesukses sang tuan rumah. 

Pemilihan pemain ,dan pengaturan skuad sering kali dilakukan oleh Intelijen Jerman Timur yang akrab dikenal dengan "STASI". Pengaruh mereka didalam Politik, selalu ditentang oleh Para penggemar Union Berlin,sehingga apabila ada pertandingan Union Berlin, pasti selalu ada intel yang menjaga. 

Sampai sekarang, fans Jerman sangat Politis, seperti lazimnya ultras di Eropa. Tidak hanya fans Dynamo Dresden, dan Union Berlin lah yang Politis, namun juga St. Pauli. St. Pauli, musuh bebuyutan HSV, merupakan klub sepakbola dengan Basis Politik paling terkenal. Pada umunya mereka Pro Kiri.

Fenomena Politisiasi didalam tribun Stadion Sepakbola tidak hanya terjadi d Eropa ataupun Amerika Latin, namun jgua di Mesir. Pada Penghujung masa berkuasanya Hosni Mubarak, pendukung Al Ahly kerap kali melakukan protes terhadap pemerintah, yang tidak jarang berujung kepada penangkapan dan interogasi. Pada akhirnya Hosni Mubarak tumbang, dan mereka menang. Salah satu contoh selanjutnya dimana fans Sepakbola bersifat Politis, adalah di Tiongkok. 

Satu-satunya kritik yang dapat ditolerir Partai Komunis Tiongkok, adalah kritik daripada fans Sepakbola, yang berani mengkritik Federasi Sepakbola Tiongkok apabila dikira bekerja tidak benar. Legenda  Sepakbola Tiongkok bernama Hao Haipeng pun kerap ikut mengkritik Pemerintah Tiongkok. Beliau mempertanyakan maksud dibelakang penggunaan dan pembuangan dana pada infrstruktur sepakbola di Tiongkok. Karena kegiatannya tersebut, beliau sedang bersembunyi di Spanyol dimana beliau berdiam bersama Istrinya.  Seperti kami ketahui sekarang sedang dilanda demonstrasi besar-besaran, seolah-olah demonstrasi menjamur kesegala penjuru Tiongkok.

Olahraga merupakan salah satu alat yang digunakan Para atlit untuk  mengkritik Pemerintah, tidak hanya dari Warga Negara Tiongkok, namun juga dari Pemain dan liga Asing. Salah satu kasus paling terkenal  adalah Ozil yang mengkritik Pemerintah Tiongkok atas tindakannya terhadap Uyghur. Pemerintah Tiongkok pun langsung sergap dan tidak menyangkan segala Pertandingan Arsenal pada musim tersebut, serta menghentikan  penjualan jersey Mesut Oezil. Kasus selanjutnya adalah, ketika NBA mengkritik hal yang sama. Hal ini tentu merupakan tindakan yang sangat riskan yang dilakukan oleh NBA terutama Houston Rockets, mengetahui bahwa Yao Ming merupakan Warga Negara Tiongkok, dan sekaligus mantan Pemain Houston Rockets. Pemerintah Tiongkok pun langsung melakukan hal yang sepadan dengan apa yang mereka berlakukan terhadap Arsenal dan Ozil.  Hal ini juga sangat merugikan NBA, karena mayoritas penonton NBA bukanlah orang Amerika Serikat, namun orang Tiongkok. 

Kasus yang terbaru adalah mengenai hilangnya pemain Tenis Wanita Tiongkok bernama Peng Shuai yang membeberkan bahwa beliau telah dilecehkan secara Seksual oleh Petinggi Partai Komunis Tiongkok. Tak lama kemudian setelah pengakuan yang beliau berikan, beliau  menghilang. 

Tiongkok bukanlah satu-satunya negara Asia yang menggunakan Olahraga sebagai alat Politik, namun Indonesia, Iran, Iraq, dan Arab Saudi juga termasuk. 

Mari kami bahas Indonesia terlebih dahulu. Di Indonesia Olahraga kerap dijadikan alat Politik, terutama Sepakbola. Pada masa Orde Baru, yang Sepakbola Indonesia merasakan kegemilangannya. Saking gemilangnya, peringkat terpurk FIFA yang timnas Indonesia pernah raih adalah peringkat 127. Pada masa Orde Baru pun, Indonesia meraih medali emas SEA Games 1991, dan pertama kali bertanding di Piala Asia pada tahun 1996, semua terjadi dimasa Jabatan Azwar Annas. Apabila kami berbicara mengenai Soeharto, maka terlihat bahwa Soeharto tidak begitu mencampuri Sepakbola, dan bahkan terkesan tidak begitu mengurusi urusan PSSI. Beliau hanya sempat menghadiri sesekali Perayaan ulang tahun PSSI, Piala Soeharto, dan mengkritik Prestasi tim nasional.  

Meskipun Soeherto terlihat cuek terhadap Sepakbola, namun beliau sering menggunakan SDSB, sebuah lotere yang sempat legal di Indonesia, apabila ada isu sosial yang sedang mencuat. Jadi apabila ada isu sosial yang sedang mencuat, maka beliau akan menyatakan bahwa ada Pertandingan Sepakbola akbar di Liga Galatama. Pada intinya Soeharto menggunakan Sepakbola sebagaimana para penguasa Romawi menggunakan Gladiator. 

Kecuekan beliau menunjukkan betapa bedanya beliau apabila dibandingkan  dengan  Soekarno yang sangat memperhatikan Sepakbola, dan Jokowi. Seperti kami ketahui, Bapak Jokowi sempat membekukan PSSI pada tahun 2015, sehingga terkena sanksi FIFA. Banyak sekali penggemar Sepakbola yang menyayangkan tindakan tersebut, namun setelah sanksi tersebut dapat dihentikan oleh FIFA, terbukti dengan Pembekuan tersebut, dan "reformasi" yang terjadi didalam tubuh PSSI, Prestasi tim Nasional dapat menigkat, dan hal tersebut terbukti dengan masuknya Tim Nasional Indonesia kedalam Piala Asia 2023 yang akan digelar di Qatar nanti. 

Lalu Iran. Seminggu yang lalu, Ghafouri, ditahan oleh Pihak Pemerintah Iran dikarenakan kritiknya yang kerap beliau lontarkan kepada Pemerintah Iran. Pesepakbola di Iran memang kerap kali berkomentar mengenai hak asasi Wanita, terutama legenda BundesLiga Ali Daei.  Di Iran, seorang Wanita bahkan tidak boleh menonton Sepakbola, . Olahraga merupakan senjata Politik Khameinei. Pemimpin Iran tersebut terkenal anti terhadap Wartawan, hal ini sering digunakan Wartawan Olahraga untuk mengkritik Khamenei.  Media berita  Nasional Iran, terutama setelah kematian Amini,  sekarang sedang gencar  mengeluarkan data yang berisi mengenai keberadaan Wartawan Olahraga  Iran yang sedang mengasingkan diri ke Luar Negeri.  Setelah kemenangan Iran melawan AS pada Piala Dunia 1998, beliau sangat merayakannya bahkan sampai saat ini, yang tentu ia hentikan sejak dini hari hari ini dimana Amerika Serikat berhasil membekuk Iran 1-0 untuk memastikan bahwa Amerika Serikat melaju ke babak 16 besar. 

Di Timur Tengah, selain Iran,Sepakbola memang kerap digunakan untuk unjuk gigi. Pada masa Saddam Hussein, dengan kendali dan Otoritas anak Saddam Hussein, Uday Hussein, Iraq berhasil memasuki Piala Dunia 1986 yang dihelai di Meksiko. Uday Hussein melakukan apa yang dilakukan oleh petinggi Jerman Timur, yakni memaksakan pemain untuk berpindah  tim.  Hasil dari penekanan yang beliau lakukan justru terjadi setelah beliau meninggal, yakni pada final Piala Asia 2007 yang diadakan di SUGBK. Kemenangan Iraq di Piala Asia 2007 dapat menghentikan Perang sejenak, dan membuat Warga Baghdad merayakan kemenangan mereka di Jalanan kota Baghdad

Di Timur tengah kami mengetahui bahwa, kerajaan-kerajaan seperti Arab Saudi, UAE, dan Qatar sedang gencar melebarkan kekuasaan mereka didunia Sepakbola dengan membeli tim-tim Eropa, terakhir adalah Newcastle United. 

Namun ada negara Asia yang lebih unik lagi kisahnya. Timor Leste, bekas Provinsi Indonesia yang dilepaskan oleh Habibie pada tahun 1999, itu memiliki kisah yang romantis dengan Sepakbola. Hal ini bermula dari seorang mantan Pesepakbola tim Nasional Korea Selatan yang bangkrut, dan gagal berbisnis di Indonesia. Beliau pun dibujuk oleh beberapa Orang Korea di Sumatra untuk menginjak kaki di tanah baru, yakni bumi Lorosae, alias Timor Leste. Pada awalnya, beliau tertipu orang Korea mengenai bisnis Kopi. Namun beliau melihat antusias warga Timor Leste terhadap Sepakbola. Timor Leste yang pada saat itu masih terbelah menjadi Pro Indonesia dan Pro Kemerdekaan itu masih sangat rentan terhadap perang dan pertempuran. Warga bumi Lorosae melihat Sepakbola sebagai pelarian. Oleh sebab itu, orang Korea tersebut, berkeputusan untuk menjual Sepatu Sepakbola dengan merk Nike dan Adidas. Pada awalnya beliau hanya melihat anak-anak Timor Leste sebagai sumber mata pencahariannya, namun lambatlaun beliau merasakan kedekatan batin dengan anak-anak tersebut, alhasil beliau mampu membentuk tim yang berisi daripada anak-anak yang berusia muda dan berhasil membawakan mereka kepada ajang yang diadakan di Jepang. 

Tim bentukan beliau tersebut mampu memberikan senyuman kepada rakyat bumi Lorosae yang pada saat itu dilanda perpecahan dikarenakan ketidak puasan mereka terhadap pemerintahan yang akhirnya berujung kepada krisis kemanusiaan pada tahun 2006. 

  Brasil 1970, ketika Pemerintah Militer Brasil yang pada saat itu dipimpin oleh Medici ikut mencampuri urusan pemilihan Squad Sepakbola timnas Brasil untuk dikirim ke Piala Dunia 1970 pada kemudian harinya, merupakan contoh bagaimana Olahraga selalu berkaitan dengan Politik.

Pemerintah Militer Brasil sudah  berkuasa dari 1964 sampai dengan 1985, namun baru mencampuri urusan Sepakbola pada tahun 1969. Pada saat itu yang memimpin Pemerintah Militer Brasil adalah Medici. Ikut campur Medici, terpantau dari betapa seringnya beliau mendukung Flamengo Rio de Janeiro, bahkan terkadang memaksakan kehendak beliau didalam urusan pemilihan Pemain. Beberapa bulan sebelum Piala Dunia 1970, Medici memecat Pelatih bernama Saladanha dikarenakan sang Pelatih menolak untuk memainkan Dario, penyerang kesayangan beliau. Saladanha pun dipecat, dan digantikan dengan Mario Zagallo, seseorang yang beliau anggap sebagai lebih mudah untuk dikendalikan. Pada akhirnya Brasil keluar sebagai juara dunia. Hal ini digunakan oleh Pemerintah Medici untuk menjadikan Pele dkk sebagai alat Progpaganda. Hal ini merupakan Propaganda Politik terbesar, dan paling jelas, karena seusai Piala Dunia, Pele dkk dipulangkan menuju Brasilia, dan direncanakan untuk bertemu dengan Medici. Medici menyerahkan 18.000 dollar Amerika Serikat kepada Pele dkk, dan Medici berfoto dengan Pele. Seusai Final Piala Dunia, Medici membeirkan Pidato, dan berkata : 

"Saya merasakan kebahagiaan mendalam melihat kegembiraan rakyat kami dalam bentuk patriotisme tertinggi ini. Saya mengidentifikasi kemenangan ini diraih dalam persaudaraan sportivitas yang baik dengan munculnya keyakinan dalam perjuangan kita untuk pembangunan nasional. Saya mengidentifikasi keberhasilan [tim nasional] kami dengan... kecerdasan dan keberanian, ketekunan dan ketenangandalam kemampuan teknis kita, dalam persiapan fisik dan moral. Di atas segalanya, para pemain kami menang karena mereka tahu cara... bermain untuk kebaikan kolektif."

Sebuah Pidato yang sering kami lihat di film-film Hollywood ataupun Sinetron. Tidak hanya itu, Medici  pun menggunakan slogan Timnas Brasil "Majulah Brasil" sebagai himne timnas, dan melibatkan slogan Pemerintah "sekarang tidak ada yang dapat menahan Brasil". Propaganda tersebut dicerca oleh para aktivis dan para oposisi Pemerintah yang bersayap kiri. 

Olahraga lainnya yang sangat Politis adalah Rugby di Afrika Selatan pada masa Apartheid. Rugby merupakan olahraga para kulit Putih pada masa Apartheid. Hal ini bukan hanya karena Kulit putih mencintai Rugby, namun Rugby merupakan satu-satunya kunci Pemerintah Aprtheid kepada dunia Luar Negeri, yang kemudian juga melarang Afrika Selatan untuk bertanding di Piala Dunia 1987.

Pemerintah Apartheid kerap  kali mengalami sanksi, terutama didunia  Olahraga.  Afrika Selatan dari FIFA pada tahun 1976 setelah penembakan di Soweto, dan bahkan sebelum tahun tersebut, Afrika Selatan selalu dilarang bertanding di Piala Afrika. Pada tahun yang sama pun dilakukan oleh FIBA, dan banyak lagi Federasi Olahraga Internasional, kecuali Rugby yang pada akhirnyapun terpaksa bertindak radikal dengan melarang Afrika Selatan bertanding di Piala Dunia 1987. 

Setelah Apartheid berakhir, Piala Dunia 1995 direncanakan akan diadakan di Afrika Selatan. Hal tersebut  menuai kontroversi diantara para kulit Hitam yang pada masa Apartheid apabila Springboeks, julukan  timnas Rugby Afrika Selatan, bertanding maka mereka selalu mendukung tim lawan, dan pada faktanya Rugby memang bukan Olahraga kulit Hitam, namun Sepakbola lah yang merupakan Olahraga kulit Hitam. Dengan jasa Nelson Mandela, Piala Dunia 1995 dapat diadakan di Afrika Selatan, dimana Afrika Selatan keluar sebagai juara Dunia. Diplomasi dan Pendekatan yang dilakukan oleh Nelson Mandela dengan orang-orang Kulit Hitam membantu kesuksesan turnamen tersebut. Setelah Nelson Mandela berkuasa, Rugby masih kerap digunakan sebagai alat Politik oleh para pejabat Afrika Selatan.

Pada akhirnya, Olahrahaga dan Politik tidak dapat dipisahkan, fakta tersebut tidak mesti berarti buruk, terlihat bagaimana Sepakbola dapat menghentikan Perang Iraq sejenak, bagaimana hubungan antara Asosiasi Pemain dengan para petinggi Liga di Amerika Serikat, dan bagaimana campur tangan penguasa dapat mempengaruhi prestasi olahraga, namun yang harus dilihat adalah  karakter yang memimpin Olahraga tersebut, apakah beliau kompeten atau tidak?, dan keterkaitan Olahraga dengan Politik tidak selalu buruk, karena terbukti beberapa kali mampu membawa perdamaian. 

Athala Hassan Parlambang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun