Mohon tunggu...
Athala Parlambang
Athala Parlambang Mohon Tunggu... Masinis - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Suka Journalisme Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Bola

Olahraga dan Politik, Dua Variabel yang Tidak Dapat Terpisahkan

30 November 2022   12:54 Diperbarui: 1 Desember 2022   19:51 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Timur Tengah, selain Iran,Sepakbola memang kerap digunakan untuk unjuk gigi. Pada masa Saddam Hussein, dengan kendali dan Otoritas anak Saddam Hussein, Uday Hussein, Iraq berhasil memasuki Piala Dunia 1986 yang dihelai di Meksiko. Uday Hussein melakukan apa yang dilakukan oleh petinggi Jerman Timur, yakni memaksakan pemain untuk berpindah  tim.  Hasil dari penekanan yang beliau lakukan justru terjadi setelah beliau meninggal, yakni pada final Piala Asia 2007 yang diadakan di SUGBK. Kemenangan Iraq di Piala Asia 2007 dapat menghentikan Perang sejenak, dan membuat Warga Baghdad merayakan kemenangan mereka di Jalanan kota Baghdad

Di Timur tengah kami mengetahui bahwa, kerajaan-kerajaan seperti Arab Saudi, UAE, dan Qatar sedang gencar melebarkan kekuasaan mereka didunia Sepakbola dengan membeli tim-tim Eropa, terakhir adalah Newcastle United. 

Namun ada negara Asia yang lebih unik lagi kisahnya. Timor Leste, bekas Provinsi Indonesia yang dilepaskan oleh Habibie pada tahun 1999, itu memiliki kisah yang romantis dengan Sepakbola. Hal ini bermula dari seorang mantan Pesepakbola tim Nasional Korea Selatan yang bangkrut, dan gagal berbisnis di Indonesia. Beliau pun dibujuk oleh beberapa Orang Korea di Sumatra untuk menginjak kaki di tanah baru, yakni bumi Lorosae, alias Timor Leste. Pada awalnya, beliau tertipu orang Korea mengenai bisnis Kopi. Namun beliau melihat antusias warga Timor Leste terhadap Sepakbola. Timor Leste yang pada saat itu masih terbelah menjadi Pro Indonesia dan Pro Kemerdekaan itu masih sangat rentan terhadap perang dan pertempuran. Warga bumi Lorosae melihat Sepakbola sebagai pelarian. Oleh sebab itu, orang Korea tersebut, berkeputusan untuk menjual Sepatu Sepakbola dengan merk Nike dan Adidas. Pada awalnya beliau hanya melihat anak-anak Timor Leste sebagai sumber mata pencahariannya, namun lambatlaun beliau merasakan kedekatan batin dengan anak-anak tersebut, alhasil beliau mampu membentuk tim yang berisi daripada anak-anak yang berusia muda dan berhasil membawakan mereka kepada ajang yang diadakan di Jepang. 

Tim bentukan beliau tersebut mampu memberikan senyuman kepada rakyat bumi Lorosae yang pada saat itu dilanda perpecahan dikarenakan ketidak puasan mereka terhadap pemerintahan yang akhirnya berujung kepada krisis kemanusiaan pada tahun 2006. 

  Brasil 1970, ketika Pemerintah Militer Brasil yang pada saat itu dipimpin oleh Medici ikut mencampuri urusan pemilihan Squad Sepakbola timnas Brasil untuk dikirim ke Piala Dunia 1970 pada kemudian harinya, merupakan contoh bagaimana Olahraga selalu berkaitan dengan Politik.

Pemerintah Militer Brasil sudah  berkuasa dari 1964 sampai dengan 1985, namun baru mencampuri urusan Sepakbola pada tahun 1969. Pada saat itu yang memimpin Pemerintah Militer Brasil adalah Medici. Ikut campur Medici, terpantau dari betapa seringnya beliau mendukung Flamengo Rio de Janeiro, bahkan terkadang memaksakan kehendak beliau didalam urusan pemilihan Pemain. Beberapa bulan sebelum Piala Dunia 1970, Medici memecat Pelatih bernama Saladanha dikarenakan sang Pelatih menolak untuk memainkan Dario, penyerang kesayangan beliau. Saladanha pun dipecat, dan digantikan dengan Mario Zagallo, seseorang yang beliau anggap sebagai lebih mudah untuk dikendalikan. Pada akhirnya Brasil keluar sebagai juara dunia. Hal ini digunakan oleh Pemerintah Medici untuk menjadikan Pele dkk sebagai alat Progpaganda. Hal ini merupakan Propaganda Politik terbesar, dan paling jelas, karena seusai Piala Dunia, Pele dkk dipulangkan menuju Brasilia, dan direncanakan untuk bertemu dengan Medici. Medici menyerahkan 18.000 dollar Amerika Serikat kepada Pele dkk, dan Medici berfoto dengan Pele. Seusai Final Piala Dunia, Medici membeirkan Pidato, dan berkata : 

"Saya merasakan kebahagiaan mendalam melihat kegembiraan rakyat kami dalam bentuk patriotisme tertinggi ini. Saya mengidentifikasi kemenangan ini diraih dalam persaudaraan sportivitas yang baik dengan munculnya keyakinan dalam perjuangan kita untuk pembangunan nasional. Saya mengidentifikasi keberhasilan [tim nasional] kami dengan... kecerdasan dan keberanian, ketekunan dan ketenangandalam kemampuan teknis kita, dalam persiapan fisik dan moral. Di atas segalanya, para pemain kami menang karena mereka tahu cara... bermain untuk kebaikan kolektif."

Sebuah Pidato yang sering kami lihat di film-film Hollywood ataupun Sinetron. Tidak hanya itu, Medici  pun menggunakan slogan Timnas Brasil "Majulah Brasil" sebagai himne timnas, dan melibatkan slogan Pemerintah "sekarang tidak ada yang dapat menahan Brasil". Propaganda tersebut dicerca oleh para aktivis dan para oposisi Pemerintah yang bersayap kiri. 

Olahraga lainnya yang sangat Politis adalah Rugby di Afrika Selatan pada masa Apartheid. Rugby merupakan olahraga para kulit Putih pada masa Apartheid. Hal ini bukan hanya karena Kulit putih mencintai Rugby, namun Rugby merupakan satu-satunya kunci Pemerintah Aprtheid kepada dunia Luar Negeri, yang kemudian juga melarang Afrika Selatan untuk bertanding di Piala Dunia 1987.

Pemerintah Apartheid kerap  kali mengalami sanksi, terutama didunia  Olahraga.  Afrika Selatan dari FIFA pada tahun 1976 setelah penembakan di Soweto, dan bahkan sebelum tahun tersebut, Afrika Selatan selalu dilarang bertanding di Piala Afrika. Pada tahun yang sama pun dilakukan oleh FIBA, dan banyak lagi Federasi Olahraga Internasional, kecuali Rugby yang pada akhirnyapun terpaksa bertindak radikal dengan melarang Afrika Selatan bertanding di Piala Dunia 1987. 

Setelah Apartheid berakhir, Piala Dunia 1995 direncanakan akan diadakan di Afrika Selatan. Hal tersebut  menuai kontroversi diantara para kulit Hitam yang pada masa Apartheid apabila Springboeks, julukan  timnas Rugby Afrika Selatan, bertanding maka mereka selalu mendukung tim lawan, dan pada faktanya Rugby memang bukan Olahraga kulit Hitam, namun Sepakbola lah yang merupakan Olahraga kulit Hitam. Dengan jasa Nelson Mandela, Piala Dunia 1995 dapat diadakan di Afrika Selatan, dimana Afrika Selatan keluar sebagai juara Dunia. Diplomasi dan Pendekatan yang dilakukan oleh Nelson Mandela dengan orang-orang Kulit Hitam membantu kesuksesan turnamen tersebut. Setelah Nelson Mandela berkuasa, Rugby masih kerap digunakan sebagai alat Politik oleh para pejabat Afrika Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun