Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Nature

BBM Makin Langka, Nuklir Jawabannya?

28 Juli 2011   23:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:17 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13118955261629594287

Oleh  : Atep Afia Hidayat - Tak ada pilihan lain, upaya diversifikasi sumberdaya energi harus dilakukan sedini mungkin. Hal tersebut mengingat deposit minyak dan gas (migas) yang makin mendekati titik kritisnya. Untuk saat ini deposit migas di negara kita memang masih cukup banyak, namun berdasarkan kalkulasi hanya cukup untuk jangka waktu 10 hingga 15 tahun mendatang. Kondisi dimana migas akan lenyap dari wilayah tanah air kita, memang benar-benar akan terjadi, karena pada dasarnya sumberdaya energi migas itu tidak bias diperbaharui (irenewable). Untuk mengantisipasi situasi dan kondisi terjadinya kalangkaan sumberdaya energi migas tersebut, tentu saja kita tidak bisa hanya berpangku tangan. Beberapa langkah yang dapat ditempuh, antara lain mencari cadangan migas baru, kampanye nasional penghematan energi, serta diversifikasi sumberdaya energi. Berapa deposit migas yang tersimpan dalam perut bumi Indonesia, memang belum diketahui secara pasti, baru dalam tahap peramalan atau perkiraan. Masih banyak deposit migas yang berlum terusik. Sedangkan kampanye penghematan energi, tak lain merupakan langkah preventif sekaligus merupakan upaya untuk menambah jangka waktu ketersediaan migas. Langkah penghematan energi antara lain melalui penggunaan kendaraan dengan BBM yang super irit, atau tanpa bahan bakar sama sekali (penggunaan sepeda). Ternyata dari kampanye penghematan bahan bakar tersebut, terdapat dampak eksternal yang sangat positif, yaitu berkurangnya polusi udara. Dengan demikian, langkah tersebut juga menunjang pelaksanaan Program Udara Bersih (Prodasih). Diversifikasi Melalui diversifikasi energi ketergantungan terhadap migas dikurangi, yaitu dengan cara pemanfaatan berbagai sumberdaya energi lainnya yang memungkinkan, umpamanya pendayagunaan energi matahari, angin, air, gelombang laut, gambut, sampah, batubara dan nuklir. Sebelum memasuki tahap pendayagunaan berbagai sumberdaya energi, tentu saja diperlukan riset atau penelitian terlebih dahulu. Dalam hal ini, lembaga-lembaga seperti perguruan tinggi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Litbang Kementerian Sumberdaya Energi dan Mineral, bisa banyak berperan. Selain itu, Lembaga Swadaya Msyarakat (LSM) pun bisa di ikutsertakan. Perencanaan yang matang memang amat diperlukan mengingat berbagai dampak yang akan ditimbulkannya. Umpamanya, dalam hal penggunaan tenaga air melalui instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), menyebabkan berbagai dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Untuk membangun waduk dan membendung aliran sungai, paling tidak puluhan ribuan hektar lahan yang sebelumnya merupakan perkampungan, sawah atau ladang harus dibebaskan. Jika tanpa perencanaan yang matang bisa saja menyebabkan terjadinya keresahan sosial. Begitu pula dalam hal pembangunan instalasi pembangkit listrik dari sumber energi lainnya, perhitungan harus secermat mungkin. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Analisis Manfaat dan Risiko Lingkungan (Amril), harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Dilema PLTN Kebutuhan akan energi akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, serta makin gencarnya langkah industrialisasi. Berbagai sumberdaya energi yang ada tidak akan mencukupi kebutuhan, maka mulai dilirik penggunaan energi nuklir. Lantas, bagaimana dengan berbagai dampak yang akan ditimbulkannya, seperti akibat pembuangan sampah radioaktif dan bahaya penyinaran radioaktif. Umpamanya pada 26 April 1986, bencana nuklir terbesar di dunia terjadi di Chernobyl, Ukraina. Ledakan nuklir tersebut paling tidak menyebabkan sebagian wilayah Eropa terkontaminasi oleh radioaktif. Beberapa tahun sebelumnya di PLTN Three Milse Island, Amerika Serikat, juga terjadi kecelakaan nuklir. Kebocoran nuklir juga terjadi dalam ledakan PLTN di Fukushima, Jepang, pertengahan Maret 2011. Risiko penggunaan energi nuklir memang sangat besar, oleh sebab itu perencanaannya harus secermat mungkin, ternmasuk didalamnya penguasaan teknologi pengolahan limbahnya. Penggunaan energi nuklir memang sangat efisien serta biasa menghemat deposit sumberdaya energi lainnya. Berdasarkan hasil penelitian sebuah lembaga riset di Jepang, ternyata penggunaan energi nuklir lebih murah. Berdasarkan perhitungan laju permintaan listrik, jika tanpa penggunaan energi nuklir, maka pada awal abad 21, negara kita akan mengalami defisit listrik ribuan megawatt. Lantas, haruskah nuklir menjadi jawaban atas kelangkaan energi listrik yang bakal menimpa. Tak adakah alternatif lainnya? Dalam hal ini, Prof. B.J. Habibie, saat menjabar Menristek (sekitar tahun 1990-an) pernah menyatakan, bahwa belum menerima laporan atau hasil kajian yang mengatakan krisis energi atau kekurangan listrik sebesar 7.000 megawatt dapat di atasi tanpa nuklir. Namun, bila kekurangan energi ini dapat diatasi dengan alternatif lain, mislanya geotermal, maka penggunaan nuklir akan di-stop, tapi kalau ternyata tak ada jalan lain terpaksa energi nuklir dipakai. Pemenuhan kebutuhan energi listrik ternyata amat mendesak. Sedangkan untuk melakukan riset agar ditemukan sumberdaya energi alternatif, memerlukan jangka waktu yang lama, hingga krisis energi listrik pun dikhawatirkan akan segera terjadi, maka terpaksalah diambil jalan pintas, yaitu memanfaatan teknologi nuklir yang memang sudah dikembangkan sejak tahun 1990-an. PLTN pertama sedang dirintis pengembangannya di Muria, perbatasan Kabupaten Pati dan Jepara, Jawa Tengah. Untuk pembuangan limbah radioakktif dapat dikelola dengan berbagai metoda, misalnya dengan teknik bituminasi, yaitu penyimpanan limbah dengan bitumen; sementasi (penyemenan), dan vitrifikasi (penggelasan). Namun hingga saat ini, belum ada teknologi yang benar-benar bisa menjamin penyimpangan nuklir secara aman. Berbagai metoda pengelolaan limbah radioaktif tersebut, bisa saja mengalami kebocoran. Jika hal ini terjadi, maka keamanan dan kenyamanan hidup puluhan hingga ratusan ribu penduduk yang bermukim tak jauh dari lokasi PLTN, hingga radius puluhan kilometer, akan terganggu. Dalam mengembangkan instalasi PLTN, sudah selayaknya penduduk di sekitarnya diikut sertakan dalam proses perencanaan. Bagaimanapun, berbagai dampak yang ditimbulkan oleh beroperasinya instalasi PLTN, akan berkaitan erat dengan kehidupan penduduk. Untuk mengembangkan PLTN tentu saja diperlukan studi kelayakan terpadu dan menyeluruh, tidak hanya meliputi aspek ekonomi dan teknis semata, namun juga mencangkup aspek lainnya seperti social, lingkungan dan geologi. Untuk membuat pernyataan, bahwa sebuah instalasi PLTN benar-benar aman, memang amat tidak mudah, paling tidak diperlukan studi kelayakan yang komprehensif. PLTN memang merupakan jawaban yang tepat untuk menjawab kasus kelangkaan energi listrik. Namun tepatnya jawaban tersebut selayaknya bukan hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi, geologi, atau teknik semata. Pertimbangan social-budaya serta lingkungan pun perlu diprioritaskan. Dengan demikian, studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Analisis Mengenai Dampak Sosial juga harus dilakukan dengan benar. Penutup Dalam hal sumberdaya energi, selama ini ketergantungan terhadap migas dan batubara sangat tinggi. Sudah selayaknya tingkat ketergantungan tersebut perlu dikurangi secara bertahap, antara lain untuk menghadapi situasi dan kodnisi dimana sumber-sumber tesebut menjadi langka. Upaya pengembangan diversifikasi sumberdaya energi harus dilakukan secara berkesinambungan. Nuklir, meskipun penggunaannya masih diwarnai pro dan kontra, ternyata akan dijadikan salah satu alternatif pilihan. Di beberapa negara maju PLTN memang tak populer lagi serta prospeknya suram, penyebabnya selain karena adanya tantangan, protes atau penolakan penduduk. Selain itu adanya biaya tak terduga dari PLTN baru, serta biaya yang tinggi untuk menghentikan operasi ketika PLTN sudah tak layak pakai. Penggunaan energi nuklir memang masih diwarnai dilema, sudah selayaknya berbagai aktivitas riset atau kajian diarahkan pada sumberdaya energi lainnya, yang diperkirakan jauh lebih aman dari nuklir. (Atep Afia, pengelola http://www.pantonanews.com).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun