Sasa. Bolehkah aku meminta sebatang rokok di tangan kananmu. Hambar meneguk kopi tanpa rokok. Biarlah darah nasionalis itu mengalir juga dalam diriku. Jika engkau berkenan, turunkan microfon di tangan kananmu. Ini segelas kopi untuk Kartini.
Rokok ini sungguh keras. Terbuat dari bahan-bahan alami. Asapnya menutup semua ruang kamarku. Mataku kabur. Aku dituntun keluar oleh tangan tak berwujud. Mataku kabur. Gelap. Otak kosong. Aku digiring oleh suara-suara kaum berwibawa. Aku termakan suara tak berdata. Logikaku kabur karena suara riuh.
Suara itu adalah sumber kebenaran bagiku. Tapi aku salah. Suara itu menuntun aku ke jurang. Aku mati tak berdaya.
Sasa. Kuharap engkau jangan dikaburkan oleh asap dari sebatang rokok di tanganmu. Boleh menyeruputnya. Perlu daya nalar yang jelas, pola pikir baik dan memiliki data dan fakta yang jelas.
Salam untukmu sayang.
Kita 'kan bertemu dalam realitas kebenaran yang mutlak. Di sana tanpa kekacauan dan penghancuran.
Salam akal sehat dariku teman almamater berbeda.
Salam,
Akal Sehat.