Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wujudkan Mimpimu dengan Membaca

16 Mei 2019   21:59 Diperbarui: 16 Mei 2019   22:24 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Sry Roslinda, dokpri

Aku pernah mengenyam pendidikan di sekolah dasar. Saat itu guru-guru selalu mendorong kami untuk banyak membaca. Aku suka membaca buku-buku bergambar. Membaca dengan melihat gambar lebih mudah. Maksud tulisan bisa dijelaskan dengan gambar yang ada. Saat istirahat aku selalu menyempatkan waktu mengunjungi perpustakaan. Banyak teman-teman yang memiliki hobi yang sama.

Bermula dari Iseng

Aku ingat satu kejadian menarik yang membuatku selalu datang ke perpustakaan. Saat itu aku diberitahu oleh teman-teman bahwa guru IPA tidak datang dan mengajar. Aku putuskan bermain di kelas lain. Nah, kurang lebih tiga puluh menit, aku tidak mendengar suara gaduh dari teman-teman sekelasku. Ternyata guru, yang katanya tidak masuk, telah hadir dan mengajar. Aku mengurung niat untuk masuk ke kelas. Selain mata pelajaran yang paling kubenci, gurunya pun sangat keras. Aku putuskan untuk berkunjung ke perpustakaan.

Saat di perpustakaan aku membaca sebuah kisah humor Manggarai, yakni Si Pondik.  Pondik terkenal karena kelicikannya menipu banyak orang. Hal ini kerap membuatnya menjadi sasaran kemarahan orang-orang sekampung. Kisah Pondik membuatku semakin betah berada di perpuskataan. Aku juga melatih cara membaca dengan menyimak. Aku menyelesaikan beberapa kisah kurang lebih tiga puluh menit.

Saat selesai kelas, seorang sahabat memanggilku untuk menghadap guru IPA. Dia tahu aku hadir karena tas dan ransel masih berada di tempat duduk. Aku tahu dia pasti marah padaku. Dengan penuh ketakutan aku menjelaskan apa yang terjadi. Untuk memastikannya, dia menyuruhku untuk menceritakan kembali kisah Pondik yang baru saja kubaca. Dengan penuh semangat aku mengisahkan bukan hanya satu melainkan tiga cerita.  Dia memberi apresiasi kepadaku.

Menemukan Metode Baru

Peristiwa hari itu memang tidak membekas dalam diriku. Dalam arti ini, guruku memperoleh metode terbaru dalam mengajar. Dia sudah mengajar dua puluh tahun. Metode mengajarnya pun selalu sama. Dia bahkan mengajar tanpa membawa buku ke kelas.Bisa dikatkatan bahwa dia sudah menguasai bidang pengetahuan yang diembannya. Namun, tidak dengan para siswa. Banyak yang kurang mengerti dengan penjelasannya. Terkadang banyak yang tidur dan selalu izin ke kamar kecil.

Dia tampaknya menemukan metode terbaru dalam mengajar. Pengetahuan yang dia kuasai dibuat dalam narasi yang mudah dimengerti. Lalu, dia membuat ringkasan dengan contoh yang menarik. Nah, kegiatan belajar dibuat lebih kreatif. Dia tidak lagi mengajar satu arah tetapi lebih pada diskusi bersama. Pembagian kelompok diskusi memudahkan setiap orang untuk memahami mata pelajaran. 

Pelajaran tidak hanya dilakukan di kelas tetapi juga di perpustakaan, di halaman sekolah, di bawah pohon, di rumah siswa, di pasar, di rumah sakit, di kantor camat, dan hampir semua tempat menjadi ruang belajar kami. Dengan metode belajar yang demikian, aku mengerti bahwa semua mata pelajaran selalu terkait dengan kehidupan masyakarat. Aku bisa menguasai hampir semua bidang.

Gerakan belajar kreatif seperti ini menjadi tren di sekolahku. Guru-guru menerapkan metode belajar yang sama. Hal ini membuka wawasan mereka bahwa para siswa bukanlah objek pembelajaran melainkan subjek. Sebagai subjek mereka sudah memiliki kemampuan dalam diri sendiri. Guru hanya perlu menggunakan metode yang pas untuk mengarahkan mereka menemukan kemampuan diri sendiri. Dengan menemukan kemampuan belajar para murid bisa lebih kreatif dalam belajar.

dokpri
dokpri
Menjadi Pribadi Berkarakter

Dengan banyak membaca aku bisa menemukan kemampuan, kekuatan sekaligus kelemahanku. Aku bisa berpikir kritis dan memberi masukan yang lebih membangun. Pengetahuan yang luas membuatku berpikir berkali-kali ketika mendapat informasi-informasi dalam kehidupan bersama. Aku sadar bahwa mereka yang menjadi korban berita bohong berawal dari ketidakmampuan berpikir kritis. Kesempitan pengetahuan membuat mereka mudah menerima segala informasi tanpa melihat kebenarannya terlebih dahulu.

Sejauh diamati, mereka yang kurang mencintai literasi kerap menggunakan otot untuk memaksa kehendaknya. Ada kecendrungan untuk meninggalkan ruang diskusi dan menggunakan emosional untuk memutuskan sesuatu. Inilah dampak ketika tidak mencintai literasi sebagai langkah mewujudkan pribadi yang lebih berkarakter. 

Akhirnya, aku boleh berbangga dengan alma materku tercinta, SDK Waelengga, SMPK Wae Mokel, SMAN 1 Kota Komba, yang sudah membangun jiwa semangat literasi dalam diriku. Berkat guru IPA, aku bisa mencintai buku dengan menjadikannya abadi dalam pikiranku. Pengalaman inilah yang mendorongku untuk terbuka serta mendukung geraka-gerakan atau gebrakan-gebrakan literasi di tempat asalku. Aku sadar semuanya bermula dari hal-hal kecil. 

Dengan berbagi pengalaman ini, meski tak ada orang yang mampu memulangkan mentari senja ke pagi buta, aku yakin dengan semangat literasi semua akan mudah dilakukan. Mentari alam memang susah dipindahkan. Namun, mentari prestasi ada di tangan setiap pribadi. Hal ini tergantung seberapa dalam daya selam kita di kolam literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun