Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hidupku Terbungkus Kertas

30 Januari 2019   14:00 Diperbarui: 30 Januari 2019   14:16 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kertas berukuran besar, halus dan berhalaman dua belas tersusun rapi di atas mesin pelipat. Mas Wawan menyetel mesin pelipat dengan teliti.

"Mas, semakin banyak halaman, tingkat kesulitannya semakin besar," ungkapnya.

Percobaan demi percobaan dilakukan untuk memastikan halaman sudah terurut dengan baik. Dia menyetel mesin pelipat dengan teliti. Belasan kertas telah terbuang. Aku melipat kertas yang bisa dipakai dengan memastikan kelurusan sudutnya. Mas Wawan mengukur ketepatan halaman dengan sesekali memutar roda penyeimbang di mesin pelipat itu.

"Wes mas, rampung," ungkapnya sambil melemparkan senyum ke arahku.

Di balik halaman kertas ada kisah menarik yang tak pernah dilupakan mas Wawan.

"Kita harus teliti dalam melipat kertas, mas. Aku pernah mengalami potongan gaji karena salah menyusun halaman kertas. Saat itu kertas yang telah dilipat berjumlah 5000 lembar. Aku mengganti kerugian dari gaji yang kuterima setiap bulan selama dua tahun," kisah mas Wawan.

Mesin pelipat kertas terus beroperasi. Dalam dua menit mesin itu mampu melipat 200 kertas. Sambil berdiri dan jongkok aku mengambil kertas yang dilipat untuk disusun dan diikat dengan karet. Aku melakukan kegiatan yang sama berdiri dan jongkok selama delapan jam. Perasaan lelah muncul saat kertas yang dilipat tidak berkurang. Sesekali aku melihat ke arah jam dinding. Waktu terasa semakin lama.

Setiap detik mas Wawan menyetel mesin pelipat. Hal ini agar lipatannya baik dan tidak mengalami kemiringan. Tampak bahwa dia tidak ingin jatuh pada lubang yang sama dan secara khusus tidak ingin mengalami potongan gaji.

***

Halaman kertas berisi kisah baik dan buruk. Demikian hidup mas Wawan selalu diwarnai pengalaman pahit dan manis. Halaman pertama kertas biasanya berisi pengantar untuk masuk dalam kisah. Mas Wawan dan aku mengisi halaman pertama bekerja dengan bergurau bersama. Kami merapikan lipatan kertas secara bergantian sambil berbagi pengalaman hidup. Ekspresi wajah mas Wawan terlihat aneh saat kami sedang bekerja. Dia bersembunyi di balik mesin pelipat sambil mencari masker yang disimpan di saku celananya.

Tingkah mas Wawan yang aneh menimbulkan tanya dalam diriku. Apa sebenarnya yang terjadi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun