Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hidupku Terbungkus Kertas

30 Januari 2019   14:00 Diperbarui: 30 Januari 2019   14:16 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mas, kamu gak beritahu aku kalau direktur tiga sedang mengontrol kita?" tanya mas Wawan.

"Aku memang melihatnya berjalan ke arah kita. Namun, aku tidak tahu siapa dia," aku menyakinkannya.

"Aku bisa ditegur kalau tidak mengenakan masker, duduk, berdiri atau berbicara dengan orang lain," tambah mas Wawan.

Inilah realitas yang dikisahkan pada halaman pertama yang adalah pengantar dalam kisah hidup selanjutnya.

***

Halaman setelah pengantar biasanya berisi daftar isi. Perasaan takut muncul saat direktur tiga terus mengontrol pekerjaan kami. Mas Wawan kembali mengatur kelurusan kertas yang dilipat. Dia menyusun kertas-kertas yang belum dilipat. Sesekali ekor matanya mengamati keberadaan direktur tiga.


Aku merapikan kertas seorang diri. Hal ini sangat susah karena mesin pelipat disetel secepat mungkin untuk mencapai target. Kipas angin tidak mampu mengeringkan keringat yang membasahi tubuhku. Kehadiran direktur tiga membuat suasana menjadi tegang. Ketika direktur tiga meninggalkan ruangan, mas Wawan memberi daftar isi situasi percetakan.

"Mas, semua pekerja di sini sangat takut ketika direktur tiga mengontrol perkerjaan kami. Ketika ada yang bekerja tidak maksimal dia akan melapor ke kabag finishing. Aku diperingati berulang-ulang karena tidak memakai masker. Aku juga ditegur ketika mengambil waktu istirahat. Ketika tidak mencapai target aku pasti dimarahi. Aku tidak mengerti mengapa direktur selalu membanding-bandingkan hasil lipatan di sini dengan cabang percetakan lainnya. Kualitas mesin sangat berbeda dan jumlah lipatan yang dihasilkan pasti berbeda. Aku juga pernah ditegur saat terlambat lima menit. Berbagai alasan tidak mampu meredam amarahnya. Aku ingin berhenti namun di sinilah sumber penghidupanku," kisah mas Wawan dengan penuh amarah.

***

Halaman berikutnya memuat tentang isi tulisan. Dinamika kehidupan pabrik entah baik-buruk, suka-duka, dan canda tawa menjadi isi dari halaman ini. Aku terus menyusun kertas yang telah dilipat. Kertas itu sudah mencapai 21.000 lembar. Saat tengah menikmati pekerjaan, seorang mandor datang dengan wajah serius. Mas Wawan dan mandor tersebut terlibat dalam pembicaraan yang serius.

"Sial, masa aku yang disalahin. Pekerjaan aku kan cuma melipat. Kalau mau marah langsung ke operator aja. Aku melipat kertas sesuai ini dengan apa yang diperintahkan. Aku gak tahu bagaimana kalian mengaturnya. Aku hanya melipat kertas atas arahan operator," keluh mas Wawan di hadapan mandor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun