Mohon tunggu...
Atanshoo
Atanshoo Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Administrasi Perkantoran. Memiliki hobby menulis, untuk menyalurkan kegelisahan terkhusus pada kategori Humaniora dan Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi yang Retak: Menggali Reruntuhan Ambisi

9 Februari 2024   09:26 Diperbarui: 9 Februari 2024   09:41 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ksenia Makagonov on unsplash

Mimpi yang Retak: Menggali Reruntuhan Ambisi

(Atanshoo)

(Seorang pria duduk sendiri di sudut gelap ruangan, pandangannya kosong ke depan, terdengar gemuruh hujan di luar.)

"Aku duduk di sini, di tengah-tengah keheningan yang hanya diputus oleh suara hujan di luar sana. Ambisi-ambisiku, seperti kisah yang tidak ada habisnya, membawa aku ke dalam luka yang tak terduga. Hari ini, di balik senyum semu dan tatapan mata yang lelah, terkuburlah kegagalan-kegagalan yang tak bisa aku sembunyikan.

(Tatapan kosongnya terfokus, seolah-olah mengingat kembali masa-masa sulit.)

Dulu, aku bermimpi besar, membangun kastil-kastil di awan yang tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu, ambisi itu bukannya tercapai, malah tercerai berai di sepanjang jalan hidupku. Aku merangkak melalui reruntuhan ambisi, sementara kegagalan itu sendiri memandang rendah dan tertawa di wajahku.

(Hisap nafas panjang, pria itu mencoba menemukan kata-kata yang tepat.)

Mungkin aku terlalu memaksakan diri, mungkin juga aku terlalu naif dalam mempercayai bahwa setiap impian pasti bisa jadi kenyataan. Sekarang, ambisi-ambisiku yang hancur seperti pecahan kaca tajam, mengingatkanku akan keretakan dalam fondasi mimpi-mimpi besar itu.

(Angkat wajah, matanya penuh dengan kekecewaan yang mendalam.)

Setiap kegagalan adalah kilatan api di dalam diriku, membakar rasa percaya diri hingga hanya meninggalkan abu hitam. Ini bukan sekadar tentang ambisi yang gagal, tapi tentang identitas diri yang hancur. Aku seperti menggali kuburan sendiri, mengubur potensi dan aspirasi dalam peti mati kesedihan.

(Berdiri dengan langkah yang berat, pria itu menatap masa depan yang tak pasti.)

Mungkin ini adalah panggilan untuk bangkit, atau mungkin juga hanya keinginan terakhir seorang pria yang terhempas oleh kegagalan. Ambisi-ambisi itu telah menjadi pedang bermata dua, dan sekarang, di sini aku berdiri, terjatuh di dalam bayang-bayang kegagalan, mencari arti dari reruntuhan-ambisi yang hancur, mencoba menemukan secercah harapan di tengah kegelapan."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun