Mohon tunggu...
Asyer Arwadi Bulan
Asyer Arwadi Bulan Mohon Tunggu... Hamba Tuhan

Terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Niat Baik dan Penolakan: Refleksi Iman di Tengah Tradisi Sosial yang Berbeda

5 Oktober 2025   20:31 Diperbarui: 5 Oktober 2025   20:31 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sedang berdoa (Sumber gambar: www.meta.ai)

Hal ini menjadi tantangan bagi setiap individu untuk tetap berbuat baik meski respons yang diterima tidak sesuai harapan.

Penulis hari ini mengunjungi sebuah keluarga yang sedang berduka. Seperti biasanya, penulis setiap kali mendengar kabar duka, tindakan spontan yang muncul adalah menunjukkan empati melalui kehadiran, sapaan hangat, serta mengajak keluarga yang ditinggalkan untuk berdoa bersama. Apalagi jika penulis mengetahui bahwa keluarga tersebut sama-sama percaya pada Yesus sebagai Tuhan.

Bagi penulis, berdoa bagi keluarga yang ditinngalkan merupakan bentuk penghiburan rohani. Keluarga yang berduka untuk diingatkan akan pengharapan yang sejati, bahwa kekuatan yang sejati datang dari Tuhan yang penuh kasih.

Melalui doa, keluarga yang sedang berduka juga diajak untuk menyerahkan segala kesedihan dan kehilangan kepada Tuhan yang sanggup menghibur dan menopang mereka.

Namun, ajakan penulis kali ini untuk berdoa ternyata mendapat penolakan dari pihak keluarga yang berduka. Alasannya cukup mengejutkan: mereka khawatir bahwa takut doa bisa "bertimpa." Alasan ini terdengar lucu dan tidak masuk akal menurut hemat penulis. Penolakan tersebut bukan hanya menunjukkan kesalahpahaman terhadap makna doa, tetapi juga memperlihatkan adanya ketakutan yang tidak berdasar.

Dalam momen itu, penulis memilih untuk tetap menunjukkan sikap hormat, dan tidak memaksakan kehendak penulis, namun dalam hati tetap berdoa agar keluarga tersebut dikuatkan.

Peristiwa ini menjadi contoh nyata bagaimana niat baik tidak selalu diterima sebagaimana mestinya. Penolakan tersebut bukanlah cermin kegagalan dalam berbuat baik, tetapi tantangan untuk tetap tulus meski tidak dihargai. Di sisi lain, peristiwa ini mengingatkan bahwa masih banyak ruang edukasi iman yang perlu dilakukan agar masyarakat dapat memahami makna doa secara benar.

Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa sebagai makhluk sosial, manusia seharusnya hidup dalam semangat saling menopang, terutama di saat-saat sulit seperti masa duka. Idealnya, tindakan simpati dan empati menjadi jembatan untuk mempererat relasi sosial.

Namun, realitas tidak selalu seindah harapan. Niat baik sering kali berbenturan dengan cara pandang, kepercayaan, atau kebiasaan lokal yang berbeda.

Penolakan terhadap ajakan doa dalam peristiwa duka yang dialami penulis mencerminkan ketegangan antara nilai iman dan tradisi sosial yang belum sepenuhnya sejalan.

Situasi ini mengajarkan bahwa kebaikan tidak boleh berhenti hanya karena ditolak, melainkan harus tetap dilakukan dengan ketulusan dan hikmat. Perlu adanya pendekatan yang bijak dan penuh kasih agar masyarakat dapat lebih memahami makna tindakan iman ke depannya, khususnya doa, bukan sebagai sesuatu yang membawa bahaya, melainkan sebagai sumber penghiburan sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun