Mohon tunggu...
Nurhudayanti Saleh
Nurhudayanti Saleh Mohon Tunggu... -

Mantan mahasiswa jurusan Biologi salah satu universitas negeri di Makassar yang sekarang lebih memilih menggeluti dunia menulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cintakah Engkau pada Rasulullah?

22 September 2012   01:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:01 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air mataku luruh membasahi pipi. Aku tak bisa mecegahnya untuk berhenti. Berkali kuusap tapi ia terus saja mengalir dan terus mengalir. Pertanyaan itu membuatku sadar betapa aku masih sangat jauh, kecil, dan tak punya pengorbanan apa-apa.

“Cintakah engkau pada Rasulullah?”

Tentu, Kujawab dengan tegas “Ya”

Tapi kemudian di dalam hati aku kembali bertanya diam-diam, benarkah aku sudah mencintainya? Sudahkah aku mengenalnya dengan sebenarnya? Dan pertanyaan inilah yang membuat mataku sembab, merah, dan terus meneteskan air mata.

Ternyata aku belum benar-benar mengenalnya, belum benar-benar mencintainya. Lidahku mudah saja mengatakan “Ya” tapi sikapku masih belum bisa seutuhnya menjawab yang sama. Masih banyak perilaku yang tak seirama dengan tuntunannya. Ah, inikah yang disebut cinta? Bukankah cinta berarti menyukai sesuatu yang disukai oleh orang yang kita cintai? Melakukan apa yang diinginkan oleh orang yang kita cintai? Melakukan sesuatu yang sering dilakukan oleh orang yang kita cintai? Lantas aku? Ah, aku masih sangat jauh.

Lalu aku kembali tertunduk malu. Sangat malu. Bagaimana tidak jika aku mengingat betapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintaiku, mencintai kita. Begitu besar cinta beliau kepada kita sampai-sampai beliau rela berbuat apa saja, rela berkorban segalanya demi umatnya, demi kita semua, demi aku.

Beliau sabar ketika dituduh tukang sihir, dikatai gila, dilempari kotoran saat melakukan shalat. Beliau sabar saat diusir dari kampung halamannya sendiri, dikejar-kejar untuk dibunuh. Beliau pun sabar saat harus kehilangan keluarga yang beliau cintai. Dan ini semua untuk siapa? Untuk kita. Ya, untuk kita. Agar kita bisa mengenal Allah, bisa beribadah pada Allah, bisa membedakan mana yang diperintahkan Allah dan mana yang dilarang oleh-Nya. Agar kita bisa sampai pada hari ini, merasakan betapa islam itu indah. Dan tentu saja agar kita semua masuk ke dalam surga Allah. Inilah tanda cinta beliau kepada kita, kepadaku. Tanda betapa besar cinta beliau pada umatnya.

Bahkan sampai di akhir hayatnya pun, beliau masih mengingat kita, memikirkan kita, umatnya: ummati …, ummati …, ummati …

Ah, sekali lagi air mataku jatuh. Sekali lagi aku bertanya pada diriku sendiri benarkah aku sudah mencintaimu Ya Rasulullah? Sudahkah aku berkorban untukmu? Selama ini aku hanya sibuk berbuat baik pada sesama, beribadah pada Allah. Seolah lupa padamu yang telah mengajarkan semua akhlak ini padaku, pada kita.

Ya Allah …,

Tumbuhkan cinta ini di hati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun