Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Tanpa Iman dan Perjudian

15 Juni 2016   13:50 Diperbarui: 15 Juni 2016   14:11 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemikiran yang coba saya tuangkan disini adalah buah dialog imaginer dengan, orang-orang hebat, peristiwa, bacaan, dan perjumpaan sasama keseharian dalam beberapa hari terakhir ini. Sepotong sepotong seperti gagasan yang tertulis dalam sebuah buku, entah siapa punya, tetapi sebenarnya hasil dari proses pergumulan pikir dari jam ke jam dari hari ke hari tiada henti.

Peristiwa Ramadhan,dengan nilai keagamaan dan nilai socialnya tentulah menjadi peristiwa yang bagi saya mencuat tinggi. Hal itu sebenarnyalah juga menjadi topic pembahasan yang seru setiap tahunnya. Seringkali pembahasan menjadi kurang proporsional, mungkin karena hanya dari sudut pandang berat kesebelah, mungkin karena fokusnya dilebih-lebihkan. Segala sesuatu yang berlebihan biasanya menumbuhkan gesekan dan atau kontroversi atau silang pendapat berikutnya.

Issue dan atau aksi Sweeping, pendisiplinan karyawan tidak puasa, penutupan rumah/warung makan. Sebenarnya bagi saya tidak jauh berbeda secara prinsip dengan pengambilan kebijakan public menyangkut   angkutan mudik dan harga daging sapi. Semua bisa dilihat dari sisi nilai keagamaan apa yang mau dicapai dan nilai social apa yang mau dipelihara bersama. Seorang Kompasianer pula di Fb menulis beberapa hari yl. (Inin Nastain)  :   “Ternyata tema tentang buka warung makan siang hari, masih tetep bertahan, sama plek dengan taun kemarin. Pun dengan permasalahan yang sama.. Untung, tema tentang pengeras suara tadarusan, tentang durasi taraweh, tidak se-plek ramadan sebelumnya...”

Tulisan yang lain  di Fb.: Hubertus Triatmadja, : KISAH DRAMA KEHIDUPAN YANG SUNGGUH IRONIS TELAH TERJADI SECARA BERULANG BERKELANJUTAN DIHAMPIR SETIAP DATANGNYA BULAN RAMADAN.
 BUKAN "BULAN PUASA" NYA DAN BUKAN YANG MENJALANKAN IBADAH PUASA YANG MENJADI MASALAH....TAPI PERATURAN DAERAH SERTA CARA MENINDAK LANJUTI PERATURAN DAERAH TERSEBUT MENJADI BIANG PERMASALAHAN…… ???............... GAMBARAN NYATA SEMAKIN MEMBUKTIKAN, SUATU KEGAGALAN PROSES PENDEWASAAN KEHIDUPAN BERBANGSA. DALAM KONDISI LELAH MASYARAKAT KITA HARUS MENGHADAAPI SEGALA GEMPURAN BERBAGAI PERMASALAHAN YANG SEMAKIN MENDERAS SEMOGA HAL INI AKAN MENJADI INTROSPEKSI BAGI SEMUA PIHAK .

Selanjutnya saya catat : Jhon Brahmasta  setelah menyebut beberapa permasalahan lalu melontar penegasan : Dengan banyaknya peristiwa heboh akhir2 ini..Hati nurani yg sedang menjadi HAKIM atas semua kesombongan dan kemunafikan yg sdh sekian lama terjadi di negri Indonesia tercinta ini..!

Saya hanya ingin mulai dari dua hal ini saja : Harga daging dan upaya Pemerintah, dan Arus mudik, perjuangan dan teka-teki kemacetan.

Untuk dua hal ini sudah berapa duit dibelanjakan dan dimanfaatkan pemerintah. Ada uang dengan jumlah yang besar, ada pengorbanan besar untuk merealisasikan suatu kondisi yang harus diwujutkan. Yaitu murahnya daging dan lancarnya proses mewujutkan silaturahim arus mudik. Betapa nilai uang dan nilai kerja akan dan sudah dibelanjakan dipertaruhkan untuk itu.

Hanya dengan motivasi memperoleh nilai yang ditargetkan, minimal harapan akan dampak yang positipnya, sebuah keputusan dan kebijakan boleh dinilai positip. Dan nilai itu tentu harus nilai keagamaan dan nilai social keagamaan. Itu berarti ada unsur keimanan yang harus memberi stampel teralkhir.

Nilai keimanan dalam perilaku social dan bahkan ekonomi dalam Ramadhan sebagaimana saya pahami adalah tingginya harapan akan “pahala sorgawi”, atau nilai dikehidupan masa nanti dari Allah sendiri. Jadi perbuatan baik atas dasar iman untuk bersilaturahmi beramal dan seterusnya merupakan nilai yang harus di bantu siapkan oleh Negara dan segenap masyarakat Indonesia. Inilah mengapa beaya hidup Ramadhan tinggi dan mahal, karena pahalanya juga bukan main dihari depannya. Pengambil kebijakan dan semua pihak yang mendukung sebaiknya menggunakan motivasi keimanan itu minimal membantu pelaksanaan atas dasar kesepakatan Pancasila.

Tanpa sikap dan pemahaman keimanan itu semua kebijakan adalah perjudian saja. Sebab “perjudian adalah mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula”. (KBBI) Definisi lain dari perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti berhasil….( http://perahujagad.blogspot.co.id/ 2014/10/pengertian-judi-menurut-agama-islam.html )

Maka tanpa penghayatan iman bahkan seluruh hidup kita ini seluruhnya “bisa” menjadi perjudian belaka. Jangankan pembelanjaan, beribadat sekedar ritualpun bisa saja kita sudah memperoleh pahala berupa pujian dari orang bahkan barangkali dari syaitan pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun