Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masalah Kita

2 September 2022   10:26 Diperbarui: 2 September 2022   10:31 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selanjutnya digambarkan peningkatan Intolerani, yaitu kecenderungan penurunan tingkat toleransi di Indonesia. Nilai intoleransi ditandai oleh munculnya gerakan radikalisme, berita bohong (hoax), persekusi. Banyak kita dapati di berbagai sektor masyarakat seperti sektor Pendidikan dan keluarga-keluarga yang mendapat paparan intoleransi, serta juga terdapat diberbagai Lembaga negara. .

Diberikan contoh yang terjadi di Bali pada tahun 2014, pada saat itu terjadi kasus pelanggaran penggunaan hijab (jilbab) di sekolah SMPN 1 Singaraja dan SMAN 2 Denpasar. Selanjutnya terjadi pada Juni 2019, ada surat edaran di SD Negeri 3 Karang Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta, yang menimbulkan kontroversi, hal itu karena mewajibkan siswanya harus mengenakan seragam muslim. Kasus ini juga sempat terjadi di SMAN 8 Yogyakarta, hal tersebut terjadi karena kepala sekolahnya mewajibkan semua siswanya untuk mengikuti kemah di Hari Paskah, hal itu membuat guru agama Katolik dan Kristen protes. Kemudian di awal 2020, seorang siswa aktivis Kerohanian Islam (Rohis) SMA 1 Gemolong, Sragen, merundung siswi lainnya karena tidak berhijab, kasus ini kemudian viral dan menarik begitu banyak perhatian, pada akhirnya siswi yang dirundung pindah sekolah ke kota lain.Seorang mahasiswa di Jawa Timur yang diciduk aparat karena terbukti menjadi partisan kelompok ISIS sampai mengumpulkan dana untuk mereka, ini mengindikasikan adanya kesenjangan dalam penerapan nilai-nilai Pancasila, yang berdampak pada sikap intoleran di kalangan pelajar. Raditya mengutip dari Sumber : https://www.kompas.com/edu/read/2021 /01/26/184625771/kumpulan-kasus-intoleransi-di-sekolah?page=all.      Dengan semaraknya kasus di"raya"kan oleh keterlibatan banyak warga dan sifat keberagaman masyarakat kita, maka intoleransi layak menjadi keprihatinan dan masalah "kita".

(dua). Korupsi adalah sekilas merupakan perilaku salah dan melanggar hukum oleh para oknum pejabat. Berita yang tidak terlalu menarik di medsos saya kira karena semakin dirasa memuakkan dan menjemukan bagi masyarakat. Akan tetapi masih sangat sering berita dari KPK turba tangkap basah, dst beberapa pejabat daerah.  Apabila pada perkara Sambo, dipertanyakan kira-kira motivasi apa perbuatan kejahatan berat membunuh anak buah, sebenarnya korupsi juga sangat penting dipertanyakan motivasi mana bisa membuat orang korupsi besar-besaran. Dan yang sejalan dengan kasus korupsi sering bersamaan dengan kasus suap menyuap dan jaringan mafianya.

Baru saya baca berita di  di Bisnis.com dengan judul "Terungkap! Ini Peran M Lutfi di Kasus Mafia Minyak Goreng",( https://kabar24.bisnis.com/read/20220831/ 16/1572668/terungkap-ini-peran-m-lutfi-di-kasus-mafia-minyak-goreng. )  Motivasi harta rupanya menjadi sebab paling mudah dikatakan. Dan dengan itu rupanya keterlibatan orang lain membuat saya mengangkat korupsi menjadi masalah "kita".

(tiga). Masyarakat luas termasuk "kita" sedang "asyiik" dengan kasus Tuan Sambo. Rekan Penulis disini M. Jojo Rahardjo  memberi masukan : Ada yang menarik dari sidang etik pada Ferdi Sambo beberapa hari lalu. Terungkap bahwa Sambo mampu membuat banyak polisi, termasuk yang berbintang untuk ikut melakukan pelanggaran hukum seperti Sambo lakukan. "Anak buah" ternyata tak kuasa untuk menolak Sambo. Dengan kalimat yang berbeda adalah: Saat atasan melanggar hukum, bawahan tak berani mengkoreksi. Padahal ini terjadi di institusi penegak hukum.(di Kompasiana.com dengan judul "Sambo Membuka Beberapa Borok di Polri?", (*)

Kompasianer H.Asrul Hoesein  menggambarkan seriusnya permasalahan di lembaga kepolisian negeri kita sebagai berikut :  Sebagaimana penjelasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di depan Komisi III DPR RI, bahwa jumlah personel Polri yang telah diperiksa terkait kasus pembunuhan Brigadir "J" sudah mencapai 97 orang. "Kami telah memeriksa 97 personel, 35 orang diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi," demikian Jenderal Sigit, saat rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 24 Agustus 2022 (Kompas TV). Kapolri Jenderal Sigit merinci, 35 personel yang melanggar kode etik berasal dari beragam pangkat, di antaranya, Irjen Pol 1 orang, Brigjen Pol 3 orang, Kombes Pol 6 orang, Kemudian AKBP 7 orang, Kompol 4 orang, AKP 5, Iptu 2, Ipda 1, Bripka 1, Brigadir 1, Briptu 2, Bharada 2.   H.Asrul Hoesein  di Kompasiana.com dengan judul "Absurd Pengunduran Diri Ferdy Sambo dari Polri, Sia-sia Saja",(https://www.kompasiana.com/hasrulhoesein/ 6306778108a8 b5553a622c62/absurd-pengunduran-diri-ferdy-sambo-dari-polri-sia-sia-saja? )

Bukan itu saja, Rekan Penulis M. Jojo Rahardjo masih memberi catatan : "Indonesia pantas mendapatkan pelajaran penting dari kasus Sambo ini, yaitu bahwa soal kesehatan mental atau soal personality disorder harus mendapat perhatian lebih daripada sebelumnya. Lembaga negara, apalagi lembaga penegak hukum harus bersih dari mereka yang kurang sehat mentalnya atau memiliki ciri personality disorder yang bisa membahayakan masyarakat. Harus ada cara untuk mencegah mereka tidak merusak nama baik lembaga negara. Sains seputar ini memang benar baru berkembang  di dunia beberapa dekade terakhir, namun tidak berarti sulit bagi Indonesia untuk mengejarnya.(https://www.kompasiana.com/mjr/630e96 b608a8b546144cb482/sambo-membuka-beberapa-borok-di-polri. )

Menghadapi permasalahan : Masalah kita.

(Satu) Pemahaman permasalahan, orang Jawa bilang : dhodhok selehing prekara, duduk dan letak perkara. Siapa saja yang terlibat, siapa saja yang layaknya terlibatkan,Siapa yang layaknya bertanggung jawab. Dari perorangan sebagai subyek perkara semakin mudah tampak perkaranya dibidang apa dan titik kontroversi dimana. Sebenarnya suatu fakta keberagaman masyarakat bisa menjadi sebab dan motivasi perkara intoleransi, tetapi sekaligus menjadi motivasi "kesetiakawanan" yang "mulia" tetapi yang sering menambah ruwetnya permasalahan. Demikian sehingga masalah kita itu "meluruskan jalan supaya tidak menjadikan masalah baru".

(Dua) Menemukan sisi positip  Ditemukannya sisi positip bisa menjadi "saran" atau awal pemecahan masalah. Dari sumber data disini dicontohkan misalnya telah adanya upaya dari Pemerintah dalam hal intoleransi dikalangan siswa Sekolah Menengah Atas dilakukan melalui pendalaman Kurikulum 13 dan pendekatan budaya literasi, dan kebijakan pemerintah yang memberikan aturan tentang adanya penanaman nilai toleransi beragama, kerjasama antar warga sekolah dalam kegiatan keagamaan. 

Dalam kasus Sambo tidak terluput dari pemberitaan tentang ada Upaya dengan dorongan dari Presiden dan Menko membuat proses transparansi dalam menangani Kasus Sambo itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun