Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Orang dan Diri Sendiri

11 Januari 2022   09:52 Diperbarui: 11 Januari 2022   09:59 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bertemu, Mengenal dan Perkenalan adalah awal dari semua perbuatan sosial, pertemanan, persahabatan bahkan cinta dan pernikahan. Perkenalan terjadi dengan beribu ribu cara dan peristiwa, mulai dengan cara formal dengan jabat tangan, sampai kejadian tak sengaja yang sehari-hari tegur-sapa pada perjumpaan.

Sementara itu orang sadar dan tidak sadar menemukan diri sendiri disaat saat berkenalan dengan orang lain. Menemukan dan mengenal diri sendiri yang baik bukan sebagai reaksi pada waktu berkenalan dengan orang lain, tetapi ada niat kapan saja berrefleksi mawas diri. 

Sebab sialnya kalau itu terjadi karena iri hati atau terlalu silau pada aura orang lain yang baru dikenal. Tetapi itu semua pilihan, manusiawi dan banyak terjadi.

Sekali peristiwa saya mengirim / meneruskan foto panorama alam pedesaan dan persawahan dengan ucapan selamat pagi dan sedikit pesan di WAGrup. 

Mendapat respon sebuah pernyataan: Bagus, didaerahku masih banyak panorama desa seperti itu. Teman lain merespon : "tetapi apa gaya hidup desamu masih gaya desa atau gaya kota.?" Dari masalah panorama melebar tentang gayahidup pedesaan dan perkotaan.

Dari percakapan virtual grup ini saya mendapat lebih banyak tahu ada tiga teman suami isteri, yang saat ini menjadi pendatang baru didesanya setelah purna tugas sebagai guru masing-masing di Palembang, Lampung dan Jakarta. 

Mereka ini semua berniat pulang kampung dan menjadi petani. Tetapi mereka mengaku bahwa gaya hidupnya masih seperti tinggal di Jakarta,"Saya 38 tahun jadi orang kota", yang lain sama 50 tahun jadi orang kota.

Dalam percakapan itu saya peroleh tambahan pengenalan dari teman WAG-hoby untuk bisa mengenal lebih jauh tentang pribadi mereka, keluarga mereka. Sekaligus saya diingatkan bahwa saya sendiri ditahun 1970, setelah belajar dan bekerja di Jakarta dan Surabaya sekitar 16 tahun, saya harus pulang kedesa menemani ayah yang sudah memerlukan kehadiran anaknya.

Dan saat itu saya berniat pulang kedesa untuk bekerja dengan gaya orang kota. Lebih rasional, ekonomis, terstruktur terjadwal. Sementara gaya hidup desa lebih santai, penuh perasaan, santun dan sabar dalam banyak hal. Disitu saya spontan berrefleksi.

Gaya hidup saya yang saat itu serasa kuat didesa sebenarnya ditimba dari pengalaman masa lalu, dikota dimasa sebelumnya. Kekuatan kita sering kali sebenarnya suatu kelemahan yang kita "benci" dimasa lalu, belakangan kita nikmati. Waktulah yang mematangkan segalanya untuk baru bisa kita rasakan.

Temuan yang berikutnya bahwa mengenal teman-teman lalu menemukan diri sendiri itu adalah proses belajar dan melihat realitas dalam konteksnya. Menyadari gaya hidup dan banyak teman, menemukan diri kita dalam konteks gaya hidup perkotaan di desa.

Jadi demikian sebaiknya kita bisa terus menerus membuat permenungan kajian terhadap sikon saat ini (seperti disini hal 'Pengenalan orang lain dan diri sendiri' ini ) Merenungkan baik secara makro maupun mikro, global atau lokal, deduktif serta induktif untuk memencapai solusi terbaik dan integral. Untuk itu diharapkan bisa membuat pemikiran-pemikiran terobosan.

Jelas, untuk belajar secara ilmiah tentang kepribadian orang, banyak buku psikologi dan atau kajian profesi seperti untuk guru, sales, pimpinan perusahaan, para pembelajar yang berminat mengembangkan kepribadian. Tetapi kita dalam kehidupan sebenarnya adalah sebuah "buku" dan "guru".

Dalam sebuah buku karya Iman Budhi Santosa, berjudul : Kitab Nasehat Hidup Orang Jawa,(Penerbit Dipta, Yogyakarta 2013) pada bab 5 sub 7, halaman 70 tertulis : "Murid gurune pribadi, Guru muride pribadi, Pamulangane sengsarane sesami, Ganjarane ayu lan arume sesama". 

Terjemahan bebasnya : Siswa itu berguru pada Diri sendiri, Guru itu belajar juga pada diri sendiri; Sekolah kita itu penderitaan orang lain. Buah dari proses itu adalah kesejahteraan dan kebahagiaan bersama.

Tidak disebutkan kata kata itu bersumber dari teks asli mana, sebab banyak sekali petuah dan nasehat hidup Jawa memasyarakat dalam bentuk pepatah petitih, terkemas pada tembang dan lain karya sastra atau ucapan keseharian.

Tetapi Penulis buku terkutip memberi keterangan konteksnya pesan nasehat itu mau mengatakan juga bahwa "setiap diri orang itu berpotensi menjadi guru dan menjadi siswa." Dan dalam kehidupan (diibaratkan "sekolah") kita bisa belajar dari kesalahan bahkan penderitaan orang lain. Dan nanti keberhasilan itu menjadi keharuman orang yang mau masuk sekolah kehidupan itu. Itulah yang menjadi masa-depan seseorang yang "rajin-kesekolah ini".

Maka sepertinya harus diulang marilah kita belajar dalam konteks (gaya hidup-keseharian) dari dan tentang kehidupan (pribadi-sendiri dan sesama), untuk masa kini dan masa depan.

Awalnya pertemuan, baru dilanjutkan perkenalan, disambung pandangan jauh kedepan.  The past, present, and future mingle and pull us backwards, foreward, or fix us in the present. We are made up offlayer, cells, constellation. (Anas Nin, [1913-1977] pujangga Prancis)

Disini sebenarnya bisa diperoleh motivasi mulia dalam keseharian.  Berbuat baiklah kepada orang lain, siapapun itu, seperti kau mau diperlakukan. Dan jangan berbuat jahat kepada siapapun seperti kau mengharap tidak diperlakukan buruk oleh orang lain. 

Bangunlah Watak "Tepo Sliro", membangun hubungan sosial sekaligus membangun kepribadian sendiri. Berbuat baik pada sesama itu sama dengan membangun nilai diri sendiri juga.

Pembaca yang budiman, terima kasih sudah berkenan membaca tulisan singkat tidak sempurna ini semoga bermanfaat. Dan tolong terimalah salam hormat saya.

Ganjuran, Januari, 10, 2022. Emmanuel Astokodatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun