Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Marah, Perang Batin, dan Dendam

4 Desember 2021   17:07 Diperbarui: 4 Desember 2021   17:11 2893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Proses Belajar biasanya dimulai dengan Mendengar, Melihat, Mengalami, Memahami, Mencatat, Melaksanakan pesan pembelajaran. Proses ini sudah sering saya gunakan. Dari sumber lain mengenai liku-liku pembelajaran diri yaitu menyangkut kepribadian, saya membuka buku psikologi local/nasional tulisan Ryan Sugiarto yang memaparkan secara ilmiah ajaran kejiwaan(psikologi empiric) Ki Ageng Suryomentaram,tokoh pemikir dari Yogyakarta,(1892-1962).

Tertulis di buku itu pada Bagian 9. halaman 135-136, "Pethukan, Melihat dan Memahami; Mengalami bukan hanya Mengetahui."  Pethukan artinya "Bertemu". Disitu maksudnya pertemunya Rasa Diri sendiri dengan Rasa Diri dari orang lain. Disana sering terjadi perang batin. Misalnya bila bertemu orang yang serasa harus dimarahi sekaligus ditakuti atau dihormati. Bagaimanapun bentuknya ada rasa marah yang merupakan pertemuan rasa diri sendiri dan rasa diri orang lain itu.

Perang batin pun tidak terbatas pada kemarahan, pada rasa suka pun bisa terbentur pada rasa terpaksa menjawab, terbentur pada rasa kurang nyaman harus berkorban. Rasa yang dihayati dengan tersenyum memaafkan,dibalik itu tersirat fakta perang batin dan kesewenang-wenangan rasa batin yang sedang berkuasa..

Rasa diri yang berupa kemarahan dipertentangkan dengan rasa diri yang positif, yaitu "remen", suka, lebih jauhnya sayang dan cinta. Dua hal dari sumber yang sama, mungkin respon mungkin reaksi dari/terhadap "orang lain", memberi warning atas kemungkinan menjadi perang batin dan mungkin menjadi rasa yang dipendam, itulah dendam. Bisa ada rindu dendam bisa ada amarah yang mendendam. Amarah yang terpendam dapat menjadi rasa benci, dendam kesumat.

Teman-teman penganut psikologi kesadaran memberi saran sebaiknya dahulukan pertimbangan dari sanubari dan memberi respon daripada pada memberi reaksi. Pertimbangan Rasa diri lebih bisa dikendalikan daripada reaksi terhadap kesan dari luar.

Kendali diri untuk merespon biasanya lebih efektip, daripada mereaksi. Akan tetapi juga kadang bisa menjadi perang batin berkepanjangan dan terjerumus pada kondisi "serba salah" atau keraguan dalam bertindak. Sementara respon spontan bisa berubah menjadi sikap reaksioner penuh daya memberontak.

Sementara itu Katekese kristiani mengajarkan bahwa amarah itu juga termasuk sikap emosional, dan temperamental, merupakan induk dosa. Mungkin marah sendiri, yang dikatakan manusiawi, sementara masih merupakan respon berdasarkan akal sehat, bukan dosa atau tiada warna kejahatan. Tetapi marah sangat rentan untuk jatuh pada perbuatan yang lain yang bisa dikatakan dosa atau jahat. Sangat dimungkinkan sifat amarah yang terpendam dan hidup dibawah sadar. Atau dibawah sadar menyimpan dendam, yang sewaktu waktu di kemudian hari muncul dalam perbuatan jahat. Misalnya lalu spontan menggunakan kekerasan, berbohong menutupi kebenaran, bertindak tidak adil demi harga diri yang palsu..

Kalau sudah kejahatan dan dosa dibawa-bawa dalam permenungan perihal marah marilah kita menukik lebih dalam. Sebelum masuk dikedalaman kita kembali keseharian dulu sebentar. Pertanyaannya Mengapa kita marah, kapan kita marah ?  Jawabnya :

Dalam keluarga dan dalam lingkungan kerja, itu sama. Disana kita setiap hari bertemu dengan orang yang sama. Disana kita bertemu dengan orang-orang yang sangat kita kenal dan sangat kita sayangi. Dan itu posisi serta kondisi yang tidak bisa kita tawar-tawar. Bahkan seorang sopir taksi, seorang pemasar, seorang penjual jasa, mereka bertemu dengan gaya gaya pelanggan yang jual tampang ber duit minta pelayanan istimewa.. 

Posisi-posisi itu dan kondisi serupa itu adalah yang kita sebut kebersamaan rutin. Kebersamaan itu semangkin kental semakin rentan untuk timbulnya rasa kejenuhan, amarah, perang batin dan keterpaksaan yang sewenang wenang. Dan hanya keberhasilan kelola diri dalam kebersamaan itulah yang juga menumbuhkan rasa sayang dan kebahagiaan.

Kebersamaan yang demikian itu membutuhkan kesepakatan yang mendasar, yang dapat melestarikan bahkan yang dapat membantu berkembangnya kebersamaan itu sendiri juga.

Filosof Manusia, Prof.Dr.DN Driyarkoro SJ menyebutkan dalam diri manusia ada dua daya dan kecenderungan berenergi yang berciri: Eros dan Agon. Eros mendorong kearah sikap dan perbuatan Cinta Kasih, Agon mendorong manusia pada sikap dan perbuatan untuk menang atas orang lain.  Dua kecenderungan manusiawi itu mewarnai pihak-pihak yang berkebersamaan.

Seorang B.Kieser SJ menyebut dua azas dalam kebersamaan itu, yaitu

1) Azas mentalitas, maksudnya : Mendahulukan nilai-nilai yang merupakan syarat untuk penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai lain. Bila kita telusur lebih jauh itulah hak hidup seseorang.

2) Azas dignitas , maksudnya : Menata prioritas atas nilai nilai hidup bersama. Atas dasar ini memberi kemungkinan manusia dalam kesadaran moralnya memilih kematian atas dirinya untuk pilihan kehidupan bagi anaknya. Ini sebuah contoh kasus keputusan moral dokter dan ibu yang mengandung bayinya dan dihadapkan pada keadaan luar biasa: salah satu hatus diabaikan, dikorbankan.  "Keputusan moral" yang diambil bisa sebuah pengorbanan sampai kehidupannya sendiri. (Tulisan B.Kieser SJ, "Menjaga Kehidupan Manusia"  Seri pastoral 298, PP.Yogyakarta 1999)

Pandangan ini memberi dasar pula pada hal yang sederhana tentang marah dalam batas pilihan moral. Amarah yang sehari hari dewasa ini sangat mudah kita temui ternyata berakar dalam-dalam di kehidupan pribadi maupun kehidupan antar pribadi alias kebersamaan. Amarah suatu yang manusiawi, kejiwaan, sosial, moral spiritual, harus dikelola dan dihadapi  dengan penuh kebijaksanaan.

Menghadap itu perlu juga ada strategi dan upaya jangka panjang atau jangka pendek. Yang jangka pendek juga dikatakan singkat saja : S a b a r.  Sabar terhadap diri sendiri terhadap orang lain dan terhadap situasi dan kondisi. Sebab memang tidak ada didunia ini kesempurnaan. Mungkin juga berarti 'kalah sekarang untuk menang kemudian'. Dan semoga mendamaikan hati orang yang sedang marah.

Untuk jangka panjang  harus ada strateginya, dan dibawah ini saya kira sederhana saja:

1. Kondisikan Mindfullnes,dan Pemahaman dengan kecerdasan melihat sikon. Demikian amarah berakar pada manusia harus pula amarah diberi penangkal yang punya akar. Saya sebut olah kesadaran, penuh kesadaran, selalu bersikap sadar. 

2. Siapkan rasa dan sikap kerendahan hati dan teposliro, cinta-kasih dan permaafan. Kerendahan hati dan menyikapi positip terhadap sesama seperti dirinya mau disikapi adalah watak yang dibangun dari pengalaman. Sikap yang berakar pada pribadi orang.

3. Usahakan Latihan berkala perdalam mindfullnes. Meditasi dan olah keheningan batin sangat baik, atau Selftalk,ibarat latihan perang batin.! Tetapi ada juga cara dalam kebersamaan, dimana dimulai dengan berbagi pengalaman dan lalu pembahasan topik yang disepakati.

Demikian masih dalam rangka menyikapi menjelang pergantian tahun dan selalu mengikutu perputaran waktu tanpa henti, renungan saya akhiri. Percaya sudah akan kebijakan Pembaca, saya haturkan terima kasih atas kunjungannya ketulisan ini.

Teriring Salam hormat saya,

Ganjuran, Desember,01,2021. Emmanuel Astokodatu.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun