Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjawab Keraguan dan Kejenuhan Hidup

28 Juni 2021   16:27 Diperbarui: 28 Juni 2021   16:47 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia menggapai kepastian menggunakan daya tangkap inderawi, maupun rohani,seperti iman kepercayaan, untuk membuat keputusan. Tetapi sangat sering terhambat oleh keterbatasan sehingga ada masalah. Kita menjadi ragu. Itu masalahnya yang pertama.

Ketika kita menjadi ragu, keputusan apa yang bisa kita ambil ? Ada nasehat yang sering kita dengar : "jangan membuat keputusan apapun dalam keraguan, kebimbangan". Jadi juga dalam kebimbangan jangan ada perbuatan baru tanpa suatu keputusan. ? Sampai kapan keraguan dibiarkan.? Sebab Ibu Margie Warrell penulis dan penceramah terkenal dari Amerika bilang "Keputusan paling berbahaya adalah tidak membuat satu keputusan apapun....." Masalah kedua.....!

Kenyataan hidup.

 Peristiwa aktual yang kita hadapi sekarang ini yang banyak memberi keraguan bagi masyarakat, bisa disebut saja. Berangkat dari bidang Kesehatan melibas seluruh bidang kehidupan.

Ketika keluarga ada yang merasa sakit, banyak orang merarasa ragu membawa ke rumah sakit karena disana banyak penderita penyakit berat dan besar resiko penularan.

Bagi seorang usahawan besar mungkin cukup menjadi alasan rasional untuk mengambil kebijakan menutup atau mengurangi gerak usahanya. Tetapi bagi usahawan kecil gerak-usahanya adalah kehidupan keluarganya. Data peningkatan Covid-19 menjadi  tantangan penuh resiko tetap digerakkan untuk hidup keluarganya.

Pemerintah rupanya melihat gerak ekonomi rakyat ini yang membuat sikap digelombang keraguan menyerahkan kebijakan kepada daerah. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta,misalnya, tidak membuat lockdown seperti pelbagai kota dan kawasan di Propinsi tetangga.

 Membaca berita seorang Kompasianer menulis : Masyarakat tidak mendapatkan informasi dan juga edukasi tentang pandemi Covid-19 dengan memadai. Pemerintah juga tidak mengambil tindakan yang tegas sehingga masyarakat kurang disiplin untuk mematuhi protokol kesehatan. (

Fakta di bidang Kesehatan ini jelas-jelas menunjukkan dampak keraguan dibidang hukum, peraturan dan bahkan keyakinan. Kurangnya Kepastian hukum dan peraturan resmi, disiplin masyarakat dan seperti itu, diera pandemi ini meluas hampir keseluruh kehidupan untuk mengalami keraguan.

Yenny Inada Andratika bicara tentang Kejenuhan, suatu kondisi psikologis mengimbas secara mendunia pada peningkatan kasus Kekerasan Berbasis Gender (....dan ) Online. Yaitu Pelecehan seksual  yang di fasilitasi internet.Memahami Proses Kehidupan

Marilah kita mulai menjawab masalah yang ada dan meluas itu dengan analisa fakta dan prosesnya untuk pemahaman. Tidak juga terlalu susah karena berangkat dari peristiwa seputar kesehatan dan pandemi yang sama-sama kita alami ini.

Proses Kejadian dimulai selalu dengan Peristiwa, yang dialami manusia dan menjadi pengalamannya. Pengalaman di timbang nalar rasa dan segenap aneka pengalaman sebelumnya serta daya upaya energi yang dimiliki. Selanjutnya dibuat sikap manusia, serta pelbagai respon/jawab manusia terhadap Peristiwa dan pengalamannya itu. Respon yang terutama dan menentukan sikap selanjutnya adalah temukan Kepastian untuk Keputusan. Dengan keputusan dilanjutkan dengan respon tindakan atau pelaksanaan keputusan..

Disitu tampak titik kritis ada pada  1 temuan kepastian terhadap makna dan kebenaran pengalaman 2.pengambilan keputusan berdasarkan kepastian.3. eksekusi / pelaksanaan keputusan.

Kepastian mempunyai tingkat mutu : Mutlak benar pasti lengkap, selamanya, atau Relatif,bersyarat, selama syarat terpenuhi, waktunya,tempatnya kondisinya.

Keputusanpun bisa ada tingkat mutu : Keputusan yang tegas, dengan keharusan, sekarang ataupun menunggu pada saatnya terpenuhi syaratnya. Atau memang tanpa ragu dengan keputusan untuk diam tidak merespon dengan perbuatan.

Pelaksanaan tindakan dilihat dari sudut pandang keputusan, bisa dinilai ada yang mendesak ada yang santai, ada yang sekaligus, ada yang menunggu setelah kondisinya sesuai yang diputuskan.

Pelaksanaan keputusan sebagaimana perbuatan lainnya seperti reaksi spontan pun ada dampaknya. Dampak ini sangat sering sudah menjadi bahan praduga untuk keputusan. Praduga terhadap dampak biasanya sangat mempengaruhi kepastian dan keputusan

Melihat lebih dalam, Melihat lebih positip

Tetap berdasarkan dari kehidupan nyata disini saya mencatat tiga potret kehidupan teman dekat saya sendiri. Dalam sekitar empat tahun mengikuti undangan bergabung dalam grup Whatsapp teman teman alumni SMA, saya melihat warna dari kehidupan mereka rata-rata. Usia teman teman itu menurut hitungan dari paling muda 40 th hingga 85 th.Tetapi tampaknya yang aktif mereka sekitar usia 60 hingga 75. Mereka tampak berprestasi, sukses dan tinggi atau kuat semangat hidup nya. Aktivitas dan posisi mereka didalam masyarakat menonjol, dan bagi yang sudah purna tugas tidak tampak teman yang jadi orang tercampak.

Saya membandingkan pula seorang tetangga bernama Samijo pulang dari Jakarta pada tahun 1975 putus asa karena mencoba hidup di Jakarta tidak merasa sukses. Pulang kampunglah dia. Tetapi ketika abang saya menengok kami, tampak oleh Samijo abang ini orang Jakarta dan anggota ABRI, membawa kendaraan sendiri.. 

Timbul keinginan Samijo untuk ikut Abang, dan kembali kerja di Jakarta. Runding dan runding ada kesediaan Abang untuk membawa Kang Samijo menjadi pembantu Abang. Dengan syarat, tidak minta dipulangkan bila sudah diJakarta dan bersedia bekerja apa adanya. Ternyata ada tekad dan ada penjamin membuat Samijo bekerja kembali diJakarta, dibantu Abang dia menjadi karyawan sipil di instansi Abang itu. Pada tahun 2013 Samijo pulang kampung dengan isteri dan tiga anaknya. Samijo berani dan bertekat kerja di Jakarta kembali setelah sebelumnya gagal, akhirnya berhasil dengan tekad dan penjamin.

Seorang Alumni SMA tersebut dimuka yang kukenal benar bersaksi di suatu pertemuan reuni sejak lepas dari bangku kuliah dan sertifikat apapun tidak diterimakan karena dia melanggar disiplin berat. Dia dua tahun merangkap kuliah diPT lain. Selanjutnya dia jadi wartawan handal dan sukses hingga purna tugas. 

Hampir senasib serupa teman wartawan ini, teman lain lagi hanya bertekat  (juga saya dengar di reuni teman seklas) sejak lepas dari kuliah bertekat bekerja untuk hidup apa saja tanpa mengandalkan ijazah sertifikat. 

Dan sukses. Ketika teman ini sudah merasa mapan dalam kerja di Jakarta, berani bertekat beristeri, perusahaan dimana dia kerja, dijual kepada orang lain. Dan teman ini diminta merintis kerja di Surabaya. Pindahlah teman ini membawa isterinya hamil 3 bulan.  Belum genap satu tahun di Surabaya diundang orang tua (ayah) pulang ke Yogya. Pindah lagi di dunia baru membawa anak pertama baru berumur 4 bulan.

Ibu Margie Warrell mengajarkan pada saya (imaginer) dalam bukunya yang bagus Brave*) konsep keraguan, kegamangan, kebimbangan di konversi menjadi "ketakutan" dan "gamang akan resiko" yang selamanya harus dihadapi. Maka tantangan dalam bukunya itu bukan "Temukan Kepastian" tetapi mengadapi dengan berani untuk ambil Keputusan dengan segala resiko. Dari 50 kasus sehari hari hanya ada dua bab yang eksplisit membahas tentang keraguan dan ketakutan ambil keputusan karena resiko.

Cerita tentang Samijo dan teman-teman alumni SMA diatas adalah illustrasi keberanian menghadapi kehidupan. Dampak pengambilan keputusan tercermin pada resiko mengambil keputusan untuk pindah kerja pindah domisili dengan membawa beban kehidupan yang pada umumnya setiap orang harus memikulnya.

Sebagai salah satu alumni sekolah itu serasa saya sangat pasti bahwa teman teman dari sana minimal 4 tahun dilatih setiap hari, minggu, bulan dan tahun menimbang dan mengambil keputusan tentang Panggilan Hidupnya. Pelatihan seperti dalam keluarga, ada proses belajar, berdoa, berkonsultasi, semuanya sungguh sangat manusiawi, bukan dressur bagi kuda atau anjing. Pembentukan pribadi kuat itu didasarkan pada Panggilan hidup, yang menjadi Pilihan dan Keputusan pribadi.

Belajar dari buku "Brave" Berani karya Ibu Margie tersebut  saya tangkap mau menegaskan hidup dengan penuh Tujuan. Yang bermakna bagi saya hidup penuh kesadaran akan Panggilan. Alumni SMA tadi saya sebut tentang Panggilan. Pada bagian lain bicara tentang bekerja dengan hasrat. Saya memahami sebagai bekerja dengan penuh Tanggung Jawab dan Semangat. Bukankah itu yang saya bayangkan dalam cerita Alumni SMA itu.

Pada cerita Samijo ada penjamin Abang saya, dan para teman Alumni itu ada kebiasaan pula berkonsultasi. Margie menulis :pada kasus ke 31 tidak mengharamkan untuk mencari petunjuk kepada yang kompeten.  Meminta pertolongan itu tidak ada salahnya dan bukan kelemahan. Sebab Jangan berlindung pada Kerendahan Hati, Rendah hati itu sepaham saya adalam tahu diri, karena tahu akan kekuatan diri, atau punya percaya diri untuk menentukan posisi diri dan mengambil keputusan sendiri berikutnya.

Lesson Learnt dan Catatan Reflektif 

(satu).Rumuskan masalahnya, melalui Analisa proses kejadian yang dihadapi.

(dua). Letakkan masalahnya pada garis jalan hidup utama/Panggilan hidup

(tiga). Pertimbangkan bahwa

A. Nasehat orang lain yang kompeten bukan merupakan kelemahan.

B. Solusi masalah tidak selalu sesuai dengan logika manusia, bisa pada faktor X,proses dan waktu.

C. Keputusan pada nilai moral, baik optimal untuk diri sendiri, tetapi Minus Malum untuk orang lain.

Menjawab Keraguan dan Kejenuhan hidup memang harus dengan menyelesaikan masalah dengan suatu keputusan. Sebelum ada keputusan keraguan masih akan ada. Padahal tidak disarankan untuk membuat tindakan. Kejenuhan hidup harus dijawab dengan dengan kesadaran akan Panggilan yang sudah diyakini sejak sebelum merasa jenuh.

Menentukan rumusan masalah seperti berenang dibawah permukaan air, sementara menyadari panggilan hidup adalah berenang diatas permukaan air. Bolehlah dengan gaya bebas menghirup udara bebas!

Salam hormat saya

Ganjuran, Juni 28 2021, Emmanuel Astokodatu.

*) Margie Warrell,  BRAVE, Alihbahasa oleh Novia Angelina, Penerbit PT Elex Komputindo , Jakarta,2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun