Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjawab Keraguan dan Kejenuhan Hidup

28 Juni 2021   16:27 Diperbarui: 28 Juni 2021   16:47 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hampir senasib serupa teman wartawan ini, teman lain lagi hanya bertekat  (juga saya dengar di reuni teman seklas) sejak lepas dari kuliah bertekat bekerja untuk hidup apa saja tanpa mengandalkan ijazah sertifikat. 

Dan sukses. Ketika teman ini sudah merasa mapan dalam kerja di Jakarta, berani bertekat beristeri, perusahaan dimana dia kerja, dijual kepada orang lain. Dan teman ini diminta merintis kerja di Surabaya. Pindahlah teman ini membawa isterinya hamil 3 bulan.  Belum genap satu tahun di Surabaya diundang orang tua (ayah) pulang ke Yogya. Pindah lagi di dunia baru membawa anak pertama baru berumur 4 bulan.

Ibu Margie Warrell mengajarkan pada saya (imaginer) dalam bukunya yang bagus Brave*) konsep keraguan, kegamangan, kebimbangan di konversi menjadi "ketakutan" dan "gamang akan resiko" yang selamanya harus dihadapi. Maka tantangan dalam bukunya itu bukan "Temukan Kepastian" tetapi mengadapi dengan berani untuk ambil Keputusan dengan segala resiko. Dari 50 kasus sehari hari hanya ada dua bab yang eksplisit membahas tentang keraguan dan ketakutan ambil keputusan karena resiko.

Cerita tentang Samijo dan teman-teman alumni SMA diatas adalah illustrasi keberanian menghadapi kehidupan. Dampak pengambilan keputusan tercermin pada resiko mengambil keputusan untuk pindah kerja pindah domisili dengan membawa beban kehidupan yang pada umumnya setiap orang harus memikulnya.

Sebagai salah satu alumni sekolah itu serasa saya sangat pasti bahwa teman teman dari sana minimal 4 tahun dilatih setiap hari, minggu, bulan dan tahun menimbang dan mengambil keputusan tentang Panggilan Hidupnya. Pelatihan seperti dalam keluarga, ada proses belajar, berdoa, berkonsultasi, semuanya sungguh sangat manusiawi, bukan dressur bagi kuda atau anjing. Pembentukan pribadi kuat itu didasarkan pada Panggilan hidup, yang menjadi Pilihan dan Keputusan pribadi.

Belajar dari buku "Brave" Berani karya Ibu Margie tersebut  saya tangkap mau menegaskan hidup dengan penuh Tujuan. Yang bermakna bagi saya hidup penuh kesadaran akan Panggilan. Alumni SMA tadi saya sebut tentang Panggilan. Pada bagian lain bicara tentang bekerja dengan hasrat. Saya memahami sebagai bekerja dengan penuh Tanggung Jawab dan Semangat. Bukankah itu yang saya bayangkan dalam cerita Alumni SMA itu.

Pada cerita Samijo ada penjamin Abang saya, dan para teman Alumni itu ada kebiasaan pula berkonsultasi. Margie menulis :pada kasus ke 31 tidak mengharamkan untuk mencari petunjuk kepada yang kompeten.  Meminta pertolongan itu tidak ada salahnya dan bukan kelemahan. Sebab Jangan berlindung pada Kerendahan Hati, Rendah hati itu sepaham saya adalam tahu diri, karena tahu akan kekuatan diri, atau punya percaya diri untuk menentukan posisi diri dan mengambil keputusan sendiri berikutnya.

Lesson Learnt dan Catatan Reflektif 

(satu).Rumuskan masalahnya, melalui Analisa proses kejadian yang dihadapi.

(dua). Letakkan masalahnya pada garis jalan hidup utama/Panggilan hidup

(tiga). Pertimbangkan bahwa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun