Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kehidupan Batin Beda dari Pemikiran

13 Juli 2018   09:14 Diperbarui: 13 Juli 2018   09:29 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dari sejarah ilmu dan filsafat tampak trend dari proses pemikiran manusia. Pemikiran menunjukkan positifnya untuk semakin memahami dan menguasahi alam dan diri sendiri. Indikatornya adalah manusia semakin mengetahui semua realitas semakin detail, teliti,dan luas spesifikasi nya. Dan indikator lain trend yang mengarah kepada keseluruhan. Jadi ada kecenderungan meng arah melihat keseluruhan, melihat secara holistik dan ada trend melihat secara men-detail merinci dan mendalam.

Demikian pula filsafat manusia, psikologi dan pendidikan, pembinaan sosial masyarakat dan binaan ketrampilan, menunjukkan kecanggihan ,pesatnya perbaikan metodologi yang terus digali dan dikembangkan. 

Perkembangan itu dimulai dari proses pengembangan panjang sejak Aristotelis - Plato, katakan abad pertama, lalu filsafat-Skolastik  hingga zaman filsafat modern Rene Descartes (1596-1650) dengan Cogito ergo sum -nya dan dikritisi oleh empirisme yang menuju pada filsafat Eksistensialisme. Mendekati zaman now di abad 19 masih bertembang pemikiran Soren Kierkegard dikembangkan pada zaman ini JP Sartre, Martin Heidegger berkembang pada tahun 1945-1955. Adapun di Indonesia yang paling saya suka Filsafat Manusia dari Prof.Dr. Driyarkoro SJ.(1913-1967).

Pada waktu saya masih kanak-kanak tahun 1945-55 sesekali sempat mendapat pelajaran budipekerti atau agama, manakala sedikit merambah ke masalah filsafati , seingat saya manusia itu ada sukma dan badan, rohani dan jasmani, lahir dan batin. Dengan dikotomi itu rasanya semua masalah sudah terjawab.

Maka sebenarnya apa yang pakar ilmuwan dan folosof itu cari yang mereka targetkan,  apa yang mereka inginkan ? Menurut penulis laporan sejarah mereka menyebut upaya dan jerih payah mereka itu namanya Philosophia, yang artinya "Suka Kebijaksanaan". Mereka memulai upayanya dengan mengemukakan pertanyaan Apa itu, Mengapa itu semua (??). Tetapi setelah dua filosof besar Arirtoteles dan Plato surut, pertanyaan mulai dengan menanyakan bagaimana sebaiknya setelah tahu itu apa semua beserta sebabnya. Pertanyaan menjadi tentang sikap dan perbuatan manusia, tentu tanpa meninggalkan manusia itu apa, seperti apa. .

Dari pengalaman hidup, pelbagai bacaan, tulisan kesaksian, saya melihat demikian banyaknya manusia sampai pada pemikiran tentang kebijaksanaan, kehidupan, justru dikala dalam kesulitan hidup dan disana menyadari akan kelemahan dan keterbatasan diri dan sadar akan Kekuatan Allah. Dan dari sana terlahir suatu analisa penelitian batin dan kesadaran diri, diri-sendiri yang dia kenal sebagai manusia .

Terbaru hari ini saya baca kesaksian seseorang di Facebook yang menemukan catatan usang dibawah tempat tidunya sebuah permenungan tentang Kehidupan orang yang "menghandalkan Tuhan". Maka hidup orang itu seperti pohon subur ditepi batangan air, dengan akar akarnya tidak mengenal musim kering serta menghasilkan buah melimpah. Dan permenungan itu berlanjut masuk kepada manusia dalam kegalauan karena dalam pikirannya ada Tuhan (ya, itu) ada iri hati, pencabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, hojat, kesombongan. 

Pemilik dan penulis Catatan itu menghayati dan mengaku semua itu ada dalam Pemikiran (batin) dan disebutnya sebagai "Percobaan" (godaan setan). (@K.I.Aryanti, Fb,7,11,2018 )  Jadi kiranya tidak mengherankan kalau para pemikir yang disebut filosof itu berproses dalam pemikiran sampai pada pemikiran tentang manusia. Dan saya yakin sidang pembaca tulisan ini yang pasti para beriman dapat menerima dan tentunya mengalaminya sendiri pula suatu kesadaran serupa.

Kesaksikan penulis tersebut diatas menunjukkan bahwa apa yang disebut Percobaan itu sungguh berada dalam Pemikirannya. tetapi bukan sebagai atau ada dalam Perbuatan. Menurut pemikir Skolastik secara moral belum merupakan tanggung jawab manusia. Tetapi keterkaitan itu sedikit banyak menjadi analisa pakar hukum ketika menyatakan dan menjatuhkan keputusan hukum itu sebagai suatu perbuatan terrencana .

Akan tetapi juga harus semakin disadari betapa peliknya pesan theolog moral yang menyatakan seseorang sudah berdosa dan bejat dengan menginginkan isteri tetangga, mencabuli perempuan muda dan cantik dengan fantasi dan imaginasinya. Sementara dalam psikologi ada istilah psikosomatis, yaitu perasaan yang mendalam sehingga mempengaruhi badan, seperti pada gejala stress. Rupanya pemahaman yang kurang cermat juga ada pada pemikiran dangkal terhadap "Cogito Ergo Sum" ajaran Rene Descartes. "Aku berfikir, maka aku Berada". Yang dijawab dengan "Aku memang eksis, dan aku sadar".

Kembali dari kehidupan sehari hari kita bertemu dengan seorang teman yang alim hidupnya kendati bukan ulama, tetapi tertib dan penuh suka cita menglaksanakan tuntunan Sang Nabi melalukan sembahyang lima waktu. Tetapi ada bidang tertentu kehidupannya tidak menunjukkan buah doanya. Orang ini mendapat kepuasan dalam melakukan ritus dan ibadah agamanya yang dilakukan atas kebiasaan semata secara tertib berdasarkan pula pesan kekeknya. Orang ini sungguh puas dengan perilakunya itu dan khususnya ikut dalam kemeriaan upacara dan perheletan keagamaannya....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun