Mohon tunggu...
Asti Sundari
Asti Sundari Mohon Tunggu... Lainnya - Berfikir adalah salah satu cara bersyukur telah diberi akal. Sebab keunggulan manusia dari akalnya.

Nikmatilah proses yang ada, karena setiap proses yang dilalui mengajarkan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pejabat Publik Perempuan yang Tidak Sensitif Gender, Jangan Dipilih

11 Agustus 2022   12:22 Diperbarui: 11 Agustus 2022   12:40 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya sudah menjadi fenomena yang lumrah ketika melihat kebanyakan pejabat publik perempuan tidak memahami konsep Gender. Hal ini tentu saja banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya kepemimpinannya bukan atas kehendak diri sendiri atau karena memang sudah biasa mengkonsumsi culture patriarki.

Banyaknya pejabat publik perempuan yang tidak menyuarakan suara kaum marginal membuat kuota keterwakilan perempuan 30 persen dalam politik di buang sia-sia hanya demi kepentingan segelintir orang pada akhirnya.

Kepentingan proyek, kepentingan kapitalisme, kepentingan semua hal yang berbau matrialisme bukan kepentingan orang banyak bahkan bukan untuk kaum perempuan.

Anehnya walaupun dunia sudah modern dan perkembangan zaman sudah maju, perpolitikkan perempuan selalu diragukan oleh banyak orang, alasannya perempuan perasa, perempuan terlalu keras, perempuan terlalu bawel. Tapi tidak melihat dari sisi kapasitas perempuan sebagai pemimpin.

Tentu saja pemimpin perempuan yang dipilih harus yang sensitif gender, bukan mereka yang di setir oleh oranglain hanya untuk memenuhi kuota yang di sediakan karena kesempatannya lebih besar. Bukan pula para pemimpin yang di setir oleh para tuan tanah emas.

Imbasnya adalah ketika kita memilih pejabat perempuan yang tidak sensitif gender yang terjadi budaya-budaya patriarki akan terus dilanggengkan dan perempuan akan terus menjadi kaum yang di marginalkan atas dasar kepentingan.

Akan ada banyak para perempuan lainnya yang menjadi korban ketika solidaritas para pejabat publik yang katanya juga perempuan malah tidak ada sama sekali. Banyak sekali kekerasan, pelecehan yang sering di alami oleh perempuan, namun apakah kita sebagai perempuan juga akan menyerahkan jabatan publik untuk para pelaku diskriminasi perempuan.

Sudah sulit mendapatkan suara, mendapatkan hak untuk terlibat dalam berpolitik pada akhirnya juga di jegal atas dasar kepentingan. Menjadi perempuan tidak mudah memang, contoh kecilnya saja di lingkungan keluarga, ketika usia mu menginjak 20 tahunan dan kamu masih belum menikah maka siap-siap akan di hujani pertanyaan yang sama setiap harinya.

Bahkan banyak quotes yang beredar tentang perempuan yang mempunyai pendidikan tinggi akan sulit mendapatkan jodoh, tapi apakah hanya karena banyak laki-laki yang tidak percaya diri seorang perempuan harus menurunkan standar dirinya. Mematikan cita-cita nya  hanya demi seorang laki-laki yang tidak percaya diri dan tidak mau meningkatkan kualitas dirinya.  Bukankah kalo di islam itu sudah mendahului suratan yang di tentukan oleh Allah SWT.

Fenomena tersebut terus menjadi bola salju yang semakin membesar setiap harinya dan perjuangan perempuan masihlah panjang hingga saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun