Mohon tunggu...
Asti Sundari
Asti Sundari Mohon Tunggu... Lainnya - Berfikir adalah salah satu cara bersyukur telah diberi akal. Sebab keunggulan manusia dari akalnya.

Nikmatilah proses yang ada, karena setiap proses yang dilalui mengajarkan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bentuk Cinta Para Pejabat di Saat Pandemi untuk Rakyatnya

21 September 2021   19:10 Diperbarui: 21 September 2021   19:15 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Design by iconfinder.com

Istilah-istilah dalam percintaan dari jaman ke jaman mengalami perkembangan dari mulai istilah teman tapi mesra, pelakor, friendzone, PHP dan Goshting mewarnai love life muda mudi yang lagi dimabuk cinta. Ada yang lebih menakutkan dibandingkan jatuh cinta sama doi, yaitu jatuh cinta sama politikus. Dari sejumlah fakta ternyata jatuh cinta sama politikus itu harus kuat baik secara lahir maupun batin. Karena kebanyakan politikus enggak bisa dipegang soal janji-janji manisnya, dan malah disarankan jangan percaya walaupun seribu alasan udah mereka utarakan.

Saat PDKT menjelang pemilu mereka sangatlah menawan dengan mengumbar  janji-janji manis, yang katanya akan pro sama rakyat dan membantu rakyat dalam kesulitan. Mereka juga bilang katanya dirinya adalah perwakilan dari suara rakyat, maka rakyat jangan segan-segan untuk menyampaikan aspirasinya. Akhirnya rakyat pun terbuai oleh janji manisnya dan percaya saja sama apa yang diucapkan si politikus.

Lalu setelah menang, saat rakyat membutuhkan sesuatu mereka akan menyampaikan beribu alasan bahwa apa yang rakyat inginkan tidak sesuai aturan, tidak ada dalam penganggaran di pemerintah pusat atau tidak disetujui si A, B,C,D hingga Z. Bukannya mereka adalah perwakilan suara rakyat? Ya bilang dong sama yang megang duit kalo rakyat butuh apa. Dan tiba-tiba rakyat pun di goshting duluan, mereka hilang entah kemana setelah menang. Mungkin lagi mikirin gimana caranya balikin modal.

Bukannya disampaikan aspirasi rakyat tapi mereka malah ketangkap OTT akibat korupsi, ya ada yang korupsi daging, ada yang korupsi pembangunan hambalang, ada yang korupsi dana KTP, ada yang korupsi pembangunan jalan juga. Macam-macamlah tapi seolah menjadi budaya, dan mereka menganggap hal itu biasa.

Karena mulut para pejabat kita susah buat  jadi perwakilan rakyat, maka ga heran kalo misalkan mural salah satu seni yang bakal gantiin para pejabat buat sampein aspirasi rakyat. 

Bukannya ditanya "kenapa?" , lukisan mural yang bernada kritikan malah dihapus oleh aparat. Tapi, sepertinya mereka tetep  ga sadar-sadar bahwa jabatan mereka yang memberikan adalah rakyatnya sendiri. Munculanlah sebuah lomba mural, siapa yang kritikannya paling cepat di hapus aparat maka dialah pemenangnya. Yaps reaksionernya pemerintah dan aparat terasa berlebihan, seolah kita dibawa kejaman Orde Baru. Orde Baru dengan varian rasa yang baru juga, hasil inovasi para pejabat.

Dari mulai razia buku-buku kiri sampe pembungkaman kritikan, pemerintah menunjukkan ketidak berdayaannya dalam menjawab kebutuhan masyarakat, atau bahkan belum mampu mencitrakan pemerintahan yang bijaksana. Kalau pemerintahan yang bersih dari korupsi kayaknya susah, karena yang punya kuasa dan punya duit di pemerintah semua, yang maennya juga banyak. 

Kalo minta dicintai kayaknya susah, ya minta belas kasihannya saja disaat pandemi seperti ini harusnya para pejabat lebih perhatian sama rakyatnya, tapi yang terjadi anggaran negara digunakan sama hal-hal yang ga penting sekali. Dari mulai jas bermerek international sampe uang perjalanan dinas PNS keluar negri yang puluhan juta rupiah sedang digenjot para pejabat indonesia tercinta kita, tapi mereka ga liat masyarakat harus rela gulung tikar usaha-usahanya, kena PHK akibat pandemi ini.

Namun, bukankah hal ini lama kelamaan akan menjadi berbahaya dan juga bumerang buat perpolitikan Indonesia mendantang. Karena kekesalan dan keresahan masyarakat yang dialami saat ini akan membuat laju pemilu semakin tidak menentu yang akhirnya bisa terjadi Golput besar-besaran, asal pilih pemimpin. Tapi disaat pemilu kita seolah dipaksa untuk memilih dimana tidak ada pilihan yang lebih baik, seperti simalakama. Golput tidak boleh ya milih pun bingung mau milih siapa dan bagaimana. Ini jadi beban buat rakyat yang di ghosting sama doi juga dipusingin sama kelakukan para pejabatnya juga.

Ingatlah ketika pemilu jangan jatuh cinta sama politikus karena mereka lebih suka ngegoshting dibandingkan memberi kepastian. Hampir miriplah ama doi, bedanya doi ga korupsi uang rakyat tapi politikus mereka hidup dan mengkorupsi uang rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun