Mohon tunggu...
Asti Kumala Putri
Asti Kumala Putri Mohon Tunggu... -

tulisan adalah teriakan abadi sepanjang zaman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Opini Bebas Saya : terhadap Kalangan Tua-Muda

17 Juli 2011   05:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:37 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi ini setelah membaca 22 halaman buku " saya terbakar amarah sendiri" sebuah buku yang memuat pemikiran-pemikiran Pramoedya ananta toer dan perjalanan kepenulisannya. Pertama kali membaca buku ini, kita akan menyimpulkan betapa "kiri"nya seorangPramoedya. Bagaimanaseorang "Indonesia" menyikapi bangsanya yang masih belia.Mencoba memberi pemahaman kepada dunia mengenai apa dan bagaimanakeadaan Indonesia secara objektif terlepas dari apa dan bagaimana tekanan yang beliau dapatkan dari rezim orde baru.

Terlepas dari keinginan yang sangat mendalam sekaranguntuk memiliki tetralogi pulau buru, beberapa hal dalam pemikiran Pram tidak saya sepakatiseperti, kepesimisannya terhadap lahirnya generasi yang bisa memimpin bangsa ini.Dalam hal ini saya tidak megerti mengenai pemikiran Pram, beliau hidup hingga 2006 , tidakkah beliau melihat bagaimana pemimpin-pemimpin baru bermunculan disetiap sudut nusantara. Dikampus-kampus, disekolah-sekolah, di NGO dan organisasi ataupun diperusahaan serta instansi manapun. Saya jadi ingat pemikiran kolot saya yang mempertanyakan "kenapa kalangan tua dan kalangan muda selalu saja bentrok??" tidak mungkin masalahnya hanya sebatas tingkatan umur dan pola pemikiranyang berbeda dimensi.

Pandangan pesimistik terhadap lahirnyaorang-orang muda yang bisa menyejajarkan bangsa ini , menjadi semacam bellenggu dan semacam kutukan. Bangsa kita sekarang memiliki struktur penduduk dengan pola piramida muda, itu artinyakita memilki banyak penduduk usia muda. Kita banjir orang-orangyang masih memiliki eagerness yang tinggi, memiliki passions, dan imajinasi tanpa batas dan kreatifitas tanpa henti, terlepas dari sebagian besar pemuda harus hidup tanpa "edukasi". Tapi jumlah mereka yang terdidik jauh melebihi batas cukup sebagai human capital dan investasi masa depan.Tapi sayangnya,disaat kita melahirkan banyak pejuang muda, disaat itu pula kalangan tua yang lebih senior melorotkan semangat mereka. Statement kalangan tua yangmenganggaporang muda sekarang tidak mampu untuk membuktikan diri sebagai penerus bangsa ini, anggapan mereka ini tidak hanya sekedar hiasan bibir semata, tapi juga sebuah statement yang melekat dalam sanubari masyarakat, bisa dalam bentuk tulisan atau hal-hal lain yang dipajang dalam semua media publikasi.

Dampak dari anggapan yang kemudian megakar ini, terbentuklah image atas diri pemuda itu sendiri dalam masyarakat. apalagi kalangan tua adalah kalangan yang memiliki kredibilitastinggi dimata masyarakat, sehingga apapun statement mereka akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat, atau dalam lingkup yang lebih sempit bisa mempengaruhisisi kejiwaan pemuda yang masih limbung tadi.

Menilik konteks yang lebih kecil dalam sebuah organisasi . Adanya senior- junior bukanlah sebagai batasan yag mendorong senioritas berbasis otoritasyang menciptakan kesenjangan dan keseganan.Memang sudahmenjadi nilai yang universal, bahwa kita harus menghormati yang lebih tua, namun sudah sepatutnya pula senior atau kalangan yang lebih tuamenyadari posisi mereka sebagai guide dan lecturer yang akan mengajarkan pengalaman mereka,serta mendorong para junior untuklebih mengembangkan diri mereka terlepas dari tujuan utama mereka untuk membawa organisasi tersebut kearah lebih baik lagi.

Kita bisa menyimpulkan Kondisi idealnya , kalangan tuaseharusnya bukanya malah mematikan atau memutuskan tali lahirnya pemuda-pemuda tapi seharusnya menjadi pemotivasi agar mereka tumbuh lebih kuat dengan cara menjadi guide, lecturer, motivator , dan controler.Ketika rasa penghormatandari orang muda semakin berkurang, kalangan tuayang pemikirannya telah jauh dewasa memainkan peran sebagai alarm yang mengingatkan bahwa sebuah nilai telah dilanggar. Sikap main belakang, malah menjadikan lack of coordination anatar kedua kalangan. Seperti sebuah permainan lari estafet, pada start hingga bagian pertengahan permainan kalangan tua lah yang memegang tongkat dan berlari, ketika telah sampai pada pertengahan permainan biarkan orang-orang muda berlari hingga finish, biarkan mereka berlari sambil memegang tongkat estafet. Ini waktunya kalangan tua untuk istirahat, atau bisa juga sebagai penyorak semangat di pinggir lapangan, itu akan sangat berguna dari pada mereka meneriakan caci maki.

Padang, 17 juli 2011

11:16

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun