Mohon tunggu...
Astatik Bestari
Astatik Bestari Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan Nonformal dan Informal

Pendiri Yayasan Bestari Indonesia. Domisili di Jombang Jawa Timur. Pengelola PKBM Bestari Jombang Jawa Timur. Ketua 2 DPP ASTINA Ketua bidang Peningkatan Mutu PTK DPW FK-PKBM Jatim LP Ma'arif PCNU Jombang bidang PNF

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menuju Satuan Pendidikan Ramah Digital Menguatkan Ekspresi Menjaga Martabat

29 September 2025   12:04 Diperbarui: 29 September 2025   13:48 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajar langsung dari para konten kreator yang sudah berpengalaman memberi wawasan baru tentang bagaimana ide bisa diwujudkan menjadi karya yang bernilai dan berdampak luas.

Tidak jarang, kegiatan semacam ini juga memantik semangat murid untuk melihat dunia digital sebagai peluang karier yang menjanjikan, bukan sekadar ruang hiburan semata.

Namun, di balik semua peluang itu, tantangan terbesar tetap ada pada membangun budaya digital yang bermartabat. Sering kali, murid terjebak dalam logika popularitas instan, berlomba mencari like, views, atau followers tanpa memikirkan isi dan nilai dari konten yang dibuat.

Inilah titik di mana satuan pendidikan harus menanamkan kesadaran kritis. Murid perlu diarahkan bahwa nilai sebuah karya tidak hanya diukur dari seberapa viral konten tersebut, tetapi dari seberapa besar manfaat yang bisa dirasakan oleh orang lain.

Di sinilah pentingnya pendekatan kontekstual. Buku Pendidikan Karakter Gen Z di Era Digital menegaskan bahwa generasi ini memerlukan bimbingan yang relevan dengan dunia mereka, bukan sekadar aturan yang mengikat.

Artinya, pembelajaran etika digital harus dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari murid. Misalnya, saat ada kasus viral negatif, pendidik bisa menjadikannya bahan diskusi kelas untuk mengajak murid berpikir kritis tentang apa yang seharusnya dilakukan. Dengan cara ini, etika tidak lagi abstrak, tetapi nyata dalam kehidupan digital mereka.

Harapan terbesar adalah terciptanya budaya digital di satuan pendidikan yang kreatif, aman, dan bermakna. Sebuah budaya di mana murid berani berekspresi tanpa takut salah, pendidik mampu mendampingi dengan bijak tanpa bersikap represif, dan orang tua ikut menguatkan dari rumah tanpa mengekang berlebihan.

Jika hal ini bisa terwujud, maka media sosial bukan lagi ruang yang menakutkan atau sekadar candu, melainkan jembatan pembelajaran yang memperkaya pengalaman generasi masa depan.

Satuan pendidikan ramah digital pada akhirnya bukan hanya wacana, melainkan kebutuhan. Dunia murid saat ini sudah tidak lagi bisa dipisahkan dari dunia maya. Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa ruang maya itu menjadi tempat yang mendidik, membahagiakan, dan memuliakan martabat mereka. 

Dengan sinergi antara pendidik, orang tua, dan komunitas, kita bisa mewujudkan generasi yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga bijak dan bertanggung jawab dalam menapaki jalan panjang kehidupan digital.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun