Perjumpaan singkat itu membuat saya merasa tenang. Ternyata, meskipun jauh dari kampung halaman, ada kehangatan khas masyarakat Bali yang membuat perantau seperti kami merasa diterima.
Di hari yang sama, saya sempat menemaninya rapat bersama para kakak tingkat di Caf Nilo, Denpasar. Rasa bangga itu tumbuh diam-diam, melihat bagaimana anak saya mulai beradaptasi dengan dunia barunya. Dunia yang akan menantangnya menjadi pribadi dewasa, mandiri, dan berani berpikir kritis.
Usai itu, saya meluangkan waktu ke Pantai Sanur. Deburan ombak yang tenang, air laut yang jernih, dan latar Gunung Agung yang gagah berdiri semua menjadi latar yang sempurna untuk merenung. Di sana pula saya menyempatkan mampir ke Icon Mall Bali. Mall ini sejuk dan modern, tapi yang paling berkesan bagi saya adalah adanya musholla mungil yang bersih dan tenang, sesuatu yang jarang saya temukan di tempat-tempat umum seperti caf.
Saya juga berkeliling sejenak ke pasar tradisional Sanur. Meskipun agak sepi karena hari itu hari Senin, saya tetap menikmati suasananya. Ada aroma khas pasar yang membangkitkan memori masa kecil, dan di tengah keheningan itu saya justru merasa dekat dengan esensi Bali yang sebenarnya tenang, bersahaja, dan dalam.
Di akhir kunjungan, saya kembali menemani anak saya membeli peralatan kuliah, dari alat tulis hingga kebutuhan awalnya sebagai mahasiswa. Sambil memilih-milih barang, dalam hati saya berkata:
"Nak, kampus ini akan menjadi panggung tempatmu tumbuh. Semoga engkau tetap rendah hati dan mencintai ilmu, karena itulah warisan sejati dalam hidup."
Dalam setiap kegiatan organisasi, mungkin kita bisa diwakilkan.
Tapi dalam peran sebagai seorang ayah, sangat sulit rasanya untuk diwakilkan.
Ada waktu-waktu tertentu yang tak akan terulang, dan inilah salah satunya.
Mengantar anak ke kampus bukan hanya sebuah tugas, tapi sebuah kehormatan dan kebahagiaan.
Setiap orang tua punya momen tersendiri yang menyentuh kalbu. Bagi saya, mengantar anak ke kampus di Bali bukan hanya perjalanan fisik, tapi perjalanan batin. Pulau ini mungkin akan menjadi rumah kedua baginya, namun bagi saya, setiap langkahnya adalah rumah bagi doa-doa saya.