Bismillah. Disinilah kumenulis dan membangunkan pagi.
Pagi ini adalah sebuah sejarah yang takkan terulang dan akan selalu dikenang, walaupun mentari akan selalu bersinar tapi tidak dengan warna dan suasana yang sama.
Secangkir teh hangat dengan jeruk segar menyemangati pagi dengan iringan syair karya hati sendiri. Membuat hati senang dan bergembira walau hanya sesaat. Kesegaran teh dari pegunungan Jawa terasa hingga ujung pulau kota Makassar.
Kendaraan diri yang kemarin sempat mati suri, kini mulai bangkit dari tidurnya karena dorongan dari sesama.
Masih pagi sekali. Dan semua sibuk dengan tidurnya tanpa melihat sang mentari yang sudah lebih dulu bangun dari tidurnya.
Ada yang sibuk bangun pagi tapi dengan sibuk ribut dengan dunianya. Lupa melihat yang tak terlihat mata dan lupa mendengar yang tak terdengar telinga.
Bahkan para kucing dan burung-burung telah memulai harinya dengan gembira. Tanpa memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa mengambil yang bukan haknya, hanya mencari yang tersisa bahkan terbuang.
Beberapa sampah berserakan. Lalu kusapu dan kubersihkan, agar terlihat indah oleh mata jiwa. Jiwa yang baru saja tumbuh dan berkembang, butuh keindahan dalam kesucian.
Beberapa daun tanaman yang kering telah dipanggil olehNya. Kini menjadi sampah atau menjadi penyubur bagi yang masih hidup. Daripada menyiram dengan peluru kebencian, alangkah indahnya menyiram jiwa dengan air kesucian.
Di seberang lautan terjadi peperangan atas nama jiwa atau bahkan ego, bahkan perangnya terasa hingga di sini. Memantik api amarah karena ketidak adilan yang sampai pagi ini belum menyapa rasanya.
Pakaian kehidupan yang kotor kucuci dengan pewangi agar dapat juga menikmati hari. Hari yang kadang menekan hati yang resah, mengejar mimpi yang justru sudah dibuatNya jauh sebelum mentari bersinar pagi ini.