"Sriiiiiiii, cepat telfon ketua GSW, ada warga yang meninggal".
Teriakan ibu membuatku kaget dan tergesah- gesah keluar dari kamar mandi.
"Iya bu, siapa yang meninggal?" tanyaku penasaran.
"Ibunya Malik, tetangga kita yang tinggalnya di samping mesjid" jawab ibu.
Aku terhenyak dengan hati yang dipenuhi rasa iba.
"Innalillahi wainna ilaihi rojiun" kataku pelan.
Hari itu, matahari nampak terang, burung berkicau di ranting pohon, awan pekat tak nampak, apalagi rintik-rintik hujan. Aku seperti biasanya, dihari minggu selalu disibukkan dengan pekerjaan rumah. Mulai dari mencabut rumput di halaman rumah, menyapu lantai, hingga membuat sarapan untuk keluarga. Tak ketinggalan pakaian kotor yang kubiarkan menumpuk hingga satu minggu, sepertinya memanggilku untuk dicuci.
Aku seorang perempuan lajang yang sangat sibuk. Enam hari dalam seminggu kugunakan waktuku untuk bekerja. Aku adalah seorang guru di salah satu SMK swasta. Selain itu, aku juga aktif berorganisasi di bidang sosial bernama GSW, singkatan dari "Gerakan Solidaritas Warga", yang salah satu misinya adalah memberikan bantuan beberapa kardus air mineral kepada warga yang mempunyai hajatan atau berduka cita.
Dan hari itu, ibuku mendengar kabar dari tetangga bahwa salah satu warga yang ada di desaku meninggal dunia, disebabkan kanker rahim yang menggerogotinya selama setahun terakhir. Sungguh malang memang, sebab dia adalah seorang ibu tunggal yang mempunyai empat orang anak yang masih kecil.
"Cepat telepon ketua organisasimu, agar keluarga ibu Malik segera mendapatkan bantuan air mineral" kata ibuku seraya memberikan telepon genggamnya.
"iya bu" kataku sambil menekan angka di papan telepon.