Mohon tunggu...
asri supatmiati
asri supatmiati Mohon Tunggu... Editor - Penuli, peminat isu sosial, perempuan dan anak-anak

Jurnalis & kolumnis. Penulis 11 buku, 2 terbit juga di Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Musiumkan Konde Kartini

8 April 2018   20:40 Diperbarui: 6 Mei 2018   20:26 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Kartini masih jauh, tapi konde sudah bergemuruh. Kartini, perempuan Jawa yang mendobrak tradisi. Yang semula tak mengenal Islam,lalu meminta agar Kiai Darat menerjemahkan Alquran. Dari semula mengagumi budaya Barat, berubah mengritiknya sebagai "tak layak disebut peradaban". Dari semula menentang poligami, hingga dia sendiri menjadi istri keempat seorang bupati.

Konon, kumpulan surat Habis Gelap Terbitlah Terang karyanya, dikutip dari ayat suci 'minadzulumatiilannur.' Sayang, usianya tak panjang. Belum sempat berhijrah kafah, keburu ajal memanggilnya. Sungguh, andai Kartini khatam mengaji, boleh jadi dia akan memusiumkan konde dan kebayanya. Berganti gamisdan kerudung penutup kepala.

Jadi, ibu-ibu berkonde dan berkebaya, karena belum mengenal Islam kafah. Belum marak pengajian-pengajian seperti sekarang. Sementara, padasaat bersamaan, budaya Barat masuk menggusur budaya Nusantara. Era keemasan konde dan kebaya pun meredup. Gaun, rok mini, tank top, dancelana jeans datang menggantikan kemben dan kebaya.

Pakaian ala Barat itu, tentu saja tidak sejalan dengan budaya konde dan kebaya bangsa kita. Tapi, toh tidak pernah dipermasalahkan. Tidak pernah dibanding-bandingkan. Tak ada yang mendebatkan, apakah rokmini lebih mulia daripada kebaya? Tak ada yang mendemo ketika jarittergantikan budaya impor jeans ketat. Perempuan Indonesia begitu sajamengenakannya. Juga, karena belum mengenal Islam.

Namun, tampaknya, era busana buka-bukaan ala wanita Eropa inipun telah uzur masanya. Sebentar lagi lengser masa keemasannya. Perempuan akhirnya sadar, tak nyaman memperlihatkan auratnya. Risih. Busana Barat jugatak membebaskan wanita dalam makna sebenarnya. Bikin repot, malah. Tiap moment, tiap acara, harus ganti busana.

Maka, rok mini, tank top dan celana jeanspun perlahan mulai ditinggalkan karena tak memuaskan fitrah manusia. Bergantilah dengan busana menutup aurat. Ini bukan semata-mata budaya baru buatan manusia. Tapi karena telah sampainya dakwah Islam pada kaum wanita. Dakwah yang menghunjamkan keimanan.

Ibu-ibu millenial zaman now, sudah sampai ke gerbang istana Islam. Istana yang dibangun dengan syariat-Nya. Meninggalkan keraton kesukuan yang didirikan di atas budaya buatan manusia di masa silam. Pun, meninggalkan budaya Barat yang diimpor jauh dari fitrah manusia.

Kalau sudah begitu, maukah ibu-ibu kembali ke zaman konde dan kebaya? Saya yakin jawabnya tidak. Jangankan yang berhijab, yang belum berhijab pun enggan berkonde dan berkebaya. Maka, kalau ada yang masih mensucikan konde dan kebaya, semata karena belum tersentuh mabda Islam. Belum paham Islam sebagai sebuah ideologi. Agama yang tak hanya mengatur masalah salat, puasa, zakat dan haji, juga tata cara berpakaian.

Keyakinan pada mabda inilah yang menancap kokoh di dada kaum hawa. Mereka begitu militan mempertahankan identitas kemuslimahannya. Telah banyak kita dengar, pejuang-pejuang hijab yang kehilangan pekerjaan, dikucilkan keluarga, ditinggal pasangan hidupnya, hingga matikarenanya.

Sementara pecinta konde; jangankan memperjuangkan sampai mati, militan mengenakannya pun tidak. Tak ada ceritanya ibu-ibu betah berkonde danber kebaya dalam keseharian dengan dalih menjaga nilai-nilai luhur bangsa. Menjemur, ke warung, ke tetangga, nganter anak sekolah; manamau berkonde dan berkebaya. Tetapi yang berhijab, banyak.

Pasalnya, konde dan kebaya itu memang tak fleksibel. Belum pernah lihat postingan di Instagram, para traveller berkonde dan berkebaya.Perenang berkonde dan berkebaya. Bikers berkonde dan berkebaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun