Satu
hari lagi semua akan berakhir, mencapai kemenangan! Kemenangan yang bagaimana? Adakah sebuah kemenangan tak kala hati merasakan perih atas perilaku seseorang? Akankah kemenangan akan didapat tak kala jiwa pun masih mengingat luka lama yang tak jua mengering. Kemenangan yang bagaimana yang diinginkan!Kemenangan yang bagaimana yang kita inginkan jika tanpa kita tahu apa kesalahan  fatal hingga berani memutuskan tali silaturahmi. Kemenangan yang bagaimana lagi yang akan kita capai ketika pengganti orang tua kita tidak di anggap, bertamu dengan sebuah keikhlasan tanpa disajikan  segelas air putih apa lagi sepiring makanan yang ada hanya lima iris pempek yang dingin. Adakah sebuah kemenangan! sedangkan Islam menganjurkan untuk memuliakan tamu sebagai ketaqwaan kepada agama dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Kualitas seseorang akan terlihat bagaimana dia menerima dan memuliakan tamunya, terlebih tamu itu adalah kerabat, pengganti orang tua, adik ibunya. Sudah banyak contoh yang diberi, bagaimana seorang nabi Ibrahim memuliakan tamunya walau sekalipun tamu itu tak dikenalnya namun tetap memperlakukan tamunya dengan baik
Keutamaan memuliakan tamu adalah sebuah kemenangan.
1. Mendapat pahala seperti ibadah haji dan Umroh
Tamu datang adalah sebuah keberkahan bagi kita dan rahmat dari Allah Subhana hua ta'alaÂ
" Jika seorang tamu masuk ke dalam rumah mukmin maka akan ada seribu keberkahan dan rahmat yang ia dapat. Allah akan menulis kepada pemilik rumah,  setiap kali suap  makanan yang dimakan tamu seperti pahala haji dan Umroh," (Ibnu Abas radhiyallahu 'anhuma)
2. Menjadi ladang sedekah
"Haknya tamu lebih dari tiga hari adalah sedekah," Sebuah hadis dari (HR Abu Daud)
3. Kemuliaan surga
"Hai anak perempuan bawalah kesini teman teman walau sedikit makanan, karena saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Kemuliaan akhlaq termasuk termasuk amalan surga" (HR Thabrani)
4. Sebagai bentuk keimanan dan ketakwaan terhadap  Allah
5. Tauladan dari nabi Muhammad SAW
6. Disinari cahaya kebaikan
7. Menghapus dosa tuan rumah.
Bagaimana akan merasakan arti kemenangan yang sesungguhnya, kalau di silaturahmi saja tak baik, bagaimana mau dikatakan menang jika akhlak  terhadap keluarga buruk.Â
Kemenangan itu bukan soal pengakuan, pencapaian, penghargaan. Semua adalah soal kemampuan kita untuk mengendalikan  diri kita sendiri, dari rasa kebencian, dendam, amarah. Terlebih di hari idul fitri, manusia kembali pada fitrahnya. Kemenangan adalah di mana saat kita mampu mengalahkan sebuah kegagalan, menjadikan pertanda bahwa Allah sayang, dan di saat kita merasa mantap dalam melangkah melawan sebuah kegagalan saat perilaku orang lain tak sesuai dengan perilaku yang kita beri padanya.
Bermaafan bukan hanya di saat idul fitri namun kapan saja, di mana saja, saat kita merasakan ada kejanggalan di hati. Â Kemenangan lebih menitik beratkan pada diri, penilaian diri dan melawan egi sendiri.
Sumber dalamislam.com
Palembang, 14052021