Mohon tunggu...
Asmiati Malik
Asmiati Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Economic Analist

Political Economist|Fascinated with Science and Physics |Twitter: AsmiatiMalik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

3 Fase Korupsi, Refleksi Kasus Korupsi e-KTP

20 April 2018   05:36 Diperbarui: 20 April 2018   06:01 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: detik.com

Kedua. Korupsi adalah win-win solution. Perilaku ini ada karena adanya permintaan. Tidak peduli apakah perilaku itu besar atau kecil, yang menjadi hal penting adalah apakah itu terjangkau atau tidak.

Secara teoritis, hal itu disebut 'pemberi sukarela' atau willing givers. Teori pemberi sukarela mengungkapkan bahwa, orang ragu untuk menyuap jika mereka (orang yang akan disuap) tidak meminta atau mendapatkan isyarat untuk melakukannya.

Mereka hanya menyuap karena mereka  tidak memiliki pilihan yang lain. Dalam hal ini, kekuatan pemerasan lebih tinggi dari pengajuan, tapi meskipun seperti itu mereka masih melakukannya secara sukarela.

Sebagai contoh; oknum yang menawarkan 'suap' agar pengajuannya cepat diproses. Dalam konsidi ini, kedua pihak mendapatkan untung, dan pihak yang disuap merasa tidak memaksa. Sehingga seolah-olah bukan sesuatu yang prinsipil. Nah ini lah yang disebut fase distorsi moral menengah.

Ketiga. Korupsi merupakan langkah membenarkan dan merasionalisasi tindakan.

Menurut Prof  Susan Rose-Ackerman dari Yale University, dalam Bukunya Corruption and Government: Causes, Consequences, and Reform; berpendapat bahwa korupsi perorangan jauh lebih sulit ketimbang korupsi secara berkelompok, karena orang-orang akan cenderung korupsi secara berjamaah disebabkan risiko dan keuntungan akan ditanggung dan dibagi bersama. Sehingga bebannya juga kelihatan lebih kecil.

Orang yang korupsi berjamaah membenarkan tindakan mereka karena mereka membandingkan diri mereka dengan orang lain bahwa orang lain juga melakukannya. Beban moral secara psikologis terasa ringan karena mereka selalu memcoba membenarkan diri.

Ini adalah fase akut korupsi karena standar moral yang telah bergeser dari pehaman nilai koruspi itu sendiri. Pada tahap ini, orang tidak peduli seberapa besar dan seberapa banyak hukuman yang menjerat mereka.

Karena mereka membenarkan tindakan mereka dan berbagi tanggung jawab dengan mitra korup mereka, sehingga mereka melakukan tindakan yang hukuman besar tapi kemudian menjadi kecil apabila dilakukan berjamaah.

Jika kita sekarang pada tahap tiga, maka kita dapat menyimpulkan bahwa korupsi telah menjadi epidemik yang serius.

Masalahnya adalah bagaimana untuk menghentikan fase pertama, pindah ke fase kedua, dan bagaimana membuat fase kedua untuk surut ke tahap pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun