Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sholat Jum'at

15 Februari 2019   15:38 Diperbarui: 15 Februari 2019   15:55 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.shutterstock.com --edited

Sholat Jum'at itu Fardlu bagi lelaki muslim dengan segala syarat dan ketentuannya, tak perduli siapa lelaki itu, apakah dia seorang buruh angkut pikul atau seorang calon presiden.

Sholat Jumat itu di masjid, bukan disurau atau dirumah, justeru itulah seorang Muslimin harus ke Masjid untuk menunaikan sholat Jum'at. Dan setiap orang berhak menentukan sendiri Masjid mana yang dia pilih sebagai tempat untuk melaksanakan sholatnya, tanpa harus memberitahukan terlebih dahulu kepada pengurus Masjid yang bersangkutan.

Selama tempat itu masih bernama Masjid maka tidak seorangpun yang boleh melarang orang yang ingin sholat disitu, tidak diperlukan pemberitahuan terlebih dahulu dan tidak pula harus ada rekomendasi, apalagi rekomendasi dari sebuah lembaga duniawi yang bernama bawaslu.

Bawaslu itu tugasnya mengawasi segala sesuatu yang berkaitan dengan pemilu, bukan mengawasi orang sholat Jum'at. Terkait yang mau sholat itu adalah calon presiden, maka diminta atau tidak, Bawaslu akan mengawasi sikap dan sepak terjang sang Calon selama berada di Masjid. Jika dia sholat sambil berkampanye, melakukan pencitraan, membawa kamera dan alat peraga kampanye barulah Bawaslu bersikap, itupun bukan atas permintaan takmir Masjid, tapi atas amanat undang-undang Pemilu.

Kembali kemasalah sholat Jum'at, seharusnya Takmir Masjid bersyukur ada calon pemimpin yang mau sholat, makin banyak orang sholat semakin bagus, yang tidak baik itu kalau tidak ada lagi orang yang mau sholat, masjid jadi sepi dan sia-sia membangun masjid jadinya.

Sesuai dengan salah satu fungsinya, sholat itu mencegah diri dari perbuatan munkar, maka bersyukurlah jika ada pemimpin yang mau sholat berjamaah, mudah-mudahan dia menjadi pemimpin yang terhindar dari perbuatan munkar, atau paling tidak dia sudah berupaya untuk menghindar dari perbuatan munkar.

Sangat aneh terdengar jika dizaman reformasi ini ada Kiyai yang membatasi orang sholat di Masjid, dijaman penjajahan Belanda dan Jepang dulupun tak pernah terdengar kabar seperti itu. Disusul jaman Orde lama yang katanya dikuasai oleh PKI pun tak terdengar ada larangan orang untuk sholat Jumat kemasjid.

Sebaiknya Pak Kiyai yang jadi Takmir Masjid itu berbaik sangka sajalah, kembalilah kepada fungsinya semula sebagai Takmir yang mengurus masjid dengan baik, menghimpun ummat agar tetap mendirikan sholat berjamaah kemasjid. Akan halnya ada pihak yang melakukan politisasi sholat Jum'at, maka lembaga yang berfungsi untuk itu yang akan mengambil tindakan dan barangkali disinilah letaknya fungsi Bawaslu dikedepankan, bukan belum apa-apa sudah curiga duluan.

Kiyai tak perlu merasa khawatir, makin banyak orang yang sholat tidak akan membuat Syurga menjadi sempit. Allah menciptakannya seluas langit dan bumi dan mereka yang sholat saat ini juga belum tentu masuk syurganya Allah, dan kalaupun masuk syurga tidak akan mengurangi kenyaman Kiyai didalamnya, maka biarkanlah orang untuk sholat Jumat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun