Momen itulah yang kelak akan sangat menentukan karir Hamka selanjutnya, karena saat itu dirinya adalah pimpinan Muhammadiyah di Medan dan sekitarnya, sehingga membuat dirinya berpotensi untuk menjadi pemimpin daerah atau bahkan nasional seperti koleganya, Sukarno dan Hatta di Jawa. Tetapi karena para tokoh dan masyarakat di Medan memandang Hamka itu melarikan diri dari Medan, otomatis kedudukannya pelan-pelan digeser, dan peluangnya untuk menjadi pemimpin politik yang berpengaruh di Sumatera Timur pun lepas.
Setelah beberapa waktu bertahan di Sumatera Barat, Hamka dan keluarganya pun setelah melihat suasananya cukup kondusif memutuskan kembali lagi ke Medan. Di Medan, beliau menemui kenyataan pahit, bahwa dirinya sudah tidak lagi menjabat dan masyarakat berpaling darinya.Â
Dampak yang mau tidak mau memaksa Hamka untuk menempuh jalan lain, yang sebenarnya memang sudah dicita-citakan juga oleh dirinya, yaitu menekuni dunia sastra, selain tentunya sebagai tokoh agama.