Mohon tunggu...
ASHLIHATUL HIDAYATI
ASHLIHATUL HIDAYATI Mohon Tunggu... Freelance Writer

Aksara adalah caraku berbicara. Rangkaian kata yang tak mampu terucap, terwakili dalam goresan tinta sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ruang Kelas, Rumah Kecil Tempat Kami Tumbuh

18 Juni 2025   07:00 Diperbarui: 17 Juni 2025   18:36 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          

           Kurang lebih satu tahun yang lalu, pertama kali kuinjakkan kaki di ruang kelas ini. Rasanya canggung saat aku berdiri di depan kelas dan mereka duduk rapi di bangku. Beberapa pasang mata menatapku penuh rasa ingin tahu, sebagian lagi tampak sedikit gelisah, malu-malu, bahkan ada yang sudah bersuara sejak hari pertama. Pikiranku beradu tak menentu, gugup saat aku harus menyapanya satu per satu. Bukan sekadar menyapa, aku harus bisa mengenal satu per satu dari mereka.

            Waktu seolah berjalan pelan di awal, tapi tanpa terasa, hari demi hari itu perlahan membentuk sesuatu yang hangat-rumah. Iya, ruang kecil itu sudah seperti rumah, yang kadang terasa begitu hangat, kadang juga dipenuhi keributan, tapi penuh warna. Setiap detiknya mengukir kisah yang istimewa.

            Setiap anak datang membawa dunianya sendiri. Ada yang pendiam, ada yang pemalu, ada yang hobi menggambar, bernyanyi, suka lelucon, ada yang selalu punya ide kreatif yang tak jarang dianggap aneh oleh teman-teman yang lain. Mereka semua unik dengan kelebihan masing-masing. Sewajarnya anak kelas 2 Sekolah Dasar, ulah mereka kerap kali membuatku kesal, bahkan tak jarang nada bicaraku naik saat sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Akan tetapi, di sisi lain, tingkah manis mereka juga kerap mengundang senyum di bibirku. Bersama mereka, hariku penuh warna dan rasa.

            Satu tahun berjalan, tentunya banyak sekali hal yang terjadi. Perjalanan kami tidak selalu mulus. Ada hari-hari yang terasa kacau, saat materi yang kupersiapkan dengan susah payah tak dipahami sebagaimana mestinya. Kadang kala, konflik antar sesama teman menghiasi hari-hari. Begitu juga dengan caraku yang masih sering keliru. Aku sadar, masih ada banyak hal yang harus aku perbaiki. Mungkin, caraku mendamaikan mereka belum sepenuhnya tepat. Juga dengan caraku menyampaikan materi, mungkin aku terlalu terburu-buru dan belum maksimal. Di samping itu, mungkin aku belum benar-benar berhasil mengenal mereka satu per satu. Perhatianku pun mungkin belum menyeluruh.

            Banyaknya cerita yang terjadi di ruang kelas ini, secara tidak langsung menjadi teman mereka bertumbuh. Dari yang pemalu menjadi lebih percaya diri, dari yang sering bermain menjadi lebih perhatian saat pelajaran, dari yang suka menangis menjadi lebih tenang, dan dari yang pemarah menjadi lebih sabar. Tidak terasa, waktu seolah cepat berlalu. Rasanya baru kemarin kami bermain bersama di jam istirahat. Rasanya baru kemarin kami tertawa bersama. Rasanya kemarin anak itu masih mengeja, sekarang sudah jago membaca. Rasanya kemarin anak itu masih ngompol, sekarang sudah tidak lagi. Ah, mereka benar-benar sudah bertumbuh, ya. Bangga sekali rasanya bisa menemani proses mereka yang singkat.

            Selain melihat mereka tumbuh, aku juga belajar banyak hal dari mereka. Dua puluh tujuh anak yang istimewa. Mereka berhasil membawaku pada versi diriku yang lebih baik. Dari mereka aku belajar untuk lebih sabar, aku belajar untuk lebih mengendalikan emosi, aku belajar memahami, aku belajar mengatasi masalah-masalah yang mungkin terlihat sederhana, tapi begitu bermakna. Bahkan dari mereka juga aku belajar dicintai dan mencintai yang sesungguhnya. Bagaimana merasa dicintai saat hadirku selalu dinanti, dan bagaimana mencintai saat amarah berapi-api, tapi harus menjaga hati. Hati mereka yang mungil mungkin sering kali tergores oleh perkataanku yang kasar, tapi mereka tetap menunjukkan kasih sayangnya.

            Begitu beruntung rasanya, aku yang bukan siapa-siapa tiba-tiba diperlakukan istimewa. Sisi manis mereka sering ditunjukkan dengan hadiah-hadiah sederhana seperti gambar yang mereka buat, sebutir permen yang mereka bagi, dan hadiah-hadiah kecil lain yang tampak sederhana, tapi penuh akan makna. Padahal, jika dilihat lagi, diri ini terlalu banyak kekurangan dalam mencintai mereka. Bentakan masih sering kuperdengarkan, padahal harusnya aku bisa lebih sabar. Aku juga belum sempat mengenal mereka secara utuh, peduliku kadang belum menyeluruh. Mungkin, beberapa dari mereka masih merasa jauh dariku.

            Sayangnya, waktuku tidak banyak lagi. Satu tahun itu hampir usai. Setelah ini kami harus berpisah. Rasanya seperti sedang memetik bunga yang belum mekar sepenuhnya. Mereka akan menaiki tangga yang baru. Bertemu dengan teman-teman dan guru baru yang lebih baik dariku. Sebelum itu, izinkan aku menyampaikan sedikit pesan untuk mereka, anak-anakku yang hebat. Nak, maafkan ibu jika masih banyak kekurangan dalam membimbing selama ini. Nak, maafkan ibu jika belum sempat memuji kebaikanmu. Nak, maafkan ibu yang belum sempat mendengar seluruh ceritamu.

            Ibu bangga melihat kalian yang sudah berhasil tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Senang rasanya bisa melihat mereka belajar mengelola emosi, belajar saling menerima dan menghargai, saling tolong menolong, dan masih banyak lagi. Ibu bangga melihat kalian yang sudah lebih baik dari sebelumnya. Ibu bangga menjadi salah satu bagian dari proses yang kalian lewati. Pesan ibu,"teruslah tumbuh dalam kebaikan, terus belajar dan kembangkan kreativitas kalian, tetap jadi diri sendiri dan jangan pernah lelah untuk belajar. Semoga keberhasilan selalu menyertai kalian, anak-anak hebat."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun