Mohon tunggu...
Ashif Azril Muntaztsani
Ashif Azril Muntaztsani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang aktif dalam kegiatan kepenulisan seperti menulis artikel, esai, dll, melalui beberapa platform dan media pemberitaan seperti blogger. selain itu saya juga aktif dalam membuat berbagai konten di Youtube, Instagram, dan Tiktok. Mari menulis dan membuat konten bersama saya ! bersama sama kita tingkatkan wawasan dan pengalaman melalui berbagai kegiatan salah satunya Tulis Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Apakah aksi anarkis memang diperlukan dalam sebuah demonstrasi ?

1 September 2025   13:07 Diperbarui: 1 September 2025   13:07 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Ilustrasi aksi anarkis dalam sebuah demonstrasi (Sumber : Antaranews)

Apakah tindakan anarkis benar-benar diperlukan dalam sebuah unjuk rasa? Pertanyaan ini sering muncul ketika masyarakat menyaksikan kerumunan di jalanan. Unjuk rasa merupakan salah satu cara untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan bahwa "Setiap individu berhak untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat. " Namun dalam realitasnya, unjuk rasa sering kali melibatkan tindakan anarkis seperti vandalisme terhadap fasilitas publik, bentrokan dengan aparat keamanan, dan gangguan terhadap ketertiban umum. Hal ini memicu debat: apakah tindakan anarkis diperlukan untuk memperkuat tuntutan dalam unjuk rasa, atau malah merugikan tujuan awal yang ingin dicapai?

Hak Demokrasi dan Batasannya

Demonstrasi pada dasarnya adalah alat untuk menjalankan demokrasi. Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, seorang ahli di bidang hukum tata negara, hak untuk menyampaikan pendapat merupakan hak asasi yang dimiliki oleh semua warga negara. Namun, ia menekankan bahwa, "Setiap bentuk kebebasan pasti disertai dengan tanggung jawab. Demonstrasi tidak boleh melanggar perundang-undangan, apalagi merugikan kepentingan masyarakat. " Ini berarti bahwa demonstrasi diperbolehkan, namun harus mematuhi hukum yang ada.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Tempat Umum menyediakan dasar hukum untuk pelaksanaan demonstrasi. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa peserta demonstrasi wajib menjaga ketertiban umum, menghormati hak orang lain, serta tidak membawa senjata atau melakukan tindakan merusak. Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa tindakan anarkis sama sekali tidak dapat dibenarkan menurut hukum.

Aksi Anarkis: Efektif atau Merugikan?

Pertanyaan inti apakah aksi anarkis memang diperlukan dalam sebuah demonstrasi sering dijawab dengan dua sudut pandang.

Ada dua perspektif utama mengenai pentingnya tindakan anarkis dalam demonstrasi.

Di satu sisi, ada yang beranggapan bahwa tekanan massa melalui tindakan ekstrem bisa membuat pemerintah lebih cepat merespons. Aksi anarkis dipandang sebagai "bahasa keras" yang dipahami penguasa. Pendapat ini sejalan dengan teori aksi kolektif dari Charles Tilly, seorang sosiolog politik, yang menyebutkan bahwa konflik sosial seringkali muncul ketika saluran komunikasi antara rakyat dan pemerintah tersumbat. Dalam kondisi ini, demonstrasi bisa bertransformasi menjadi bentuk perlawanan yang keras.

Satu pandangan percaya bahwa tindakan drastis oleh massa dapat mendorong pemerintah untuk bertindak lebih cepat. Tindakan anarkis dianggap sebagai bentuk komunikasi yang langsung dan jelas bagi para pemimpin. Pandangan ini sejalan dengan teori aksi kolektif dari Charles Tilly, seorang ahli sosiologi politik, yang menyatakan bahwa kesenjangan dalam komunikasi antara masyarakat dan pemerintah cenderung menciptakan konflik sosial. Dalam situasi semacam ini, demonstrasi dapat berubah menjadi bentuk perlawanan yang lebih agresif.

Namun di sisi lain, banyak pakar berpendapat aksi anarkis justru merugikan. Selain mencoreng citra perjuangan demonstran, tindakan perusakan juga bisa menimbulkan kerugian materiil yang besar. Dr. Siti Zuhro, peneliti senior LIPI, menegaskan, "Demonstrasi tanpa anarkisme jauh lebih bermartabat dan efektif. Kekerasan hanya akan membuat pesan politik tenggelam, digantikan oleh stigma negatif terhadap demonstran. "

Namun, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa tindakan anarkis justru berdampak negatif. Selain merusak reputasi perjuangan para demonstran, aksi kekerasan bisa menyebabkan kerugian yang signifikan. Dr. Siti Zuhro, seorang peneliti senior di LIPI, menyatakan, "Demonstrasi yang tidak melibatkan anarkisme jauh lebih terhormat dan efektif. Kekerasan hanya akan menenggelamkan pesan politik, digantikan oleh pandangan buruk terhadap para demonstran. "

Fakta di lapangan juga membuktikan, banyak aksi damai yang justru lebih efektif menarik simpati publik dan media, dibandingkan aksi anarkis yang berujung pada kriminalisasi.

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak demonstrasi damai jauh lebih sukses dalam mendapatkan perhatian dari masyarakat dan media dibandingkan dengan aksi anarkis yang berakhir pada tindakan kriminal.

Perspektif Hukum dan Konsekuensi

Dalam pandangan hukum pidana, tindakan anarkis tidak dapat dibenarkan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara tegas menetapkan hukuman bagi mereka yang melakukan perusakan, penganiayaan, atau penyerangan terhadap petugas negara. Pasal 170 KUHP menyatakan, "Orang yang secara terbuka dan berjamaah menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, dapat dihukum penjara maksimum lima tahun enam bulan. "

Dengan demikian, siapa pun yang terlibat dalam tindakan anarkis saat demonstrasi, dapat langsung dihadapkan pada proses hukum. Ini adalah pengingat bahwa niat baik dalam demonstrasi bisa hancur dalam sekejap ketika disertai dengan tindakan melanggar hukum.

Peran Aparat dan Negosiasi

Aksi protes sering kali berakhir dalam keadaan kacau bukan hanya karena maksud para peserta, tetapi juga karena adanya rangsangan, baik dari internal maupun eksternal kelompok. Penegak hukum memiliki peran vital dalam menciptakan situasi yang mendukung. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam sejumlah rekomendasinya menekankan pentingnya pendekatan yang bersifat persuasif dan dialogis oleh aparat, bukan pendekatan yang bersifat keras. Karena tindakan yang keras justru bisa memicu reaksi negatif dari kelompok massa.

Perundingan dan interaksi antara koordinator lapangan (korlap) dengan pihak keamanan dapat menjadi faktor penentu agar unjuk rasa berlangsung dengan damai. Jika komunikasi terjalin dengan baik, maka kemungkinan terjadinya tindakan anarkis dapat ditekan.

Suara Publik: Aspirasi atau Kericuhan?

Masyarakat umumnya lebih mendukung aksi protes yang berlangsung dengan tertib. Demonstrasi yang damai sering kali mendapatkan dukungan, liputan positif dari media, dan bahkan perhatian dari pihak-pihak yang netral. Di sisi lain, protes yang berakhir dengan kekacauan biasanya meninggalkan kerusakan, trauma, dan ketakutan. Tidak jarang, isi tuntutan malah terlupakan dalam pemberitaan karena media lebih menyoroti kerusuhan.

Pada masa digital sekarang, tindakan anarkis dengan cepat menyebar di media sosial. Hal ini membuat masyarakat lebih cenderung memberikan penilaian negatif terhadap para demonstran. Jadi, tindakan anarkis tidak hanya berisiko dari segi hukum, tetapi juga dapat merusak cara kelompok penggerak aksi berkomunikasi dengan publik.

Kesimpulannya: Apakah Aksi Anarkis Diperlukan?

Menjawab pertanyaan mengenai relevansi tindakan anarkis dalam demonstrasi, dapat dikatakan dengan jelas bahwa dari sudut hukum, moral, dan taktik politik, tindakan tersebut tidaklah diperlukan. Demonstrasi yang tidak melibatkan anarkisme bisa tetap sah, lebih kuat, dan bahkan lebih berpengaruh dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Kebebasan berekspresi hendaknya dilaksanakan dengan tanggung jawab, bukan dengan cara yang merusak.

Sebagaimana diungkapkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam berbagai putusannya, kebebasan untuk mengekspresikan diri tidak dapat dipahami sebagai kebebasan tanpa batas. Ada batasan hukum, etika, dan kepentingan masyarakat yang harus dipatuhi.

Oleh karena itu, demonstrasi seharusnya menjadi tempat untuk mengekspresikan diri yang sehat dalam konteks demokrasi, bukan sebagai wadah bagi anarkisme. Aspirasi masyarakat akan lebih kuat ketika disampaikan dengan cara yang damai, bermartabat, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian, jawaban yang jelas untuk pertanyaan tersebut adalah: tindakan anarkis tidak pernah dibutuhkan dalam demonstrasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun