Diwacanakan Pemprov DKI akan memberlakukan peraturan baru. Usia kendaraan bermotor yang boleh ada di Jakarta dibatasi. Untuk apa? Dan untuk siapa? Apa manfaatnya?
Pemprov DKI mutlak wajib membuat aturan yang memanusiakan (memuliakan) warga Jakarta dan siapapun yang datang di Jakarta. Tetapi sehebat apapun peraturan yang diberlakukan seharusnya tidak sedikitpun boleh merampas hak warga Jakarta untuk mesyukuri haknya-memiliki mobil tua. Mobil tua akan hilang dengan sendirinya bila sudah membebani pemilik-pemakainya.
Kalau pembatasan usia kendaraan bermotor dibatasi adalah kebijakan dalam rangka mengurangi kemacetan. Maka kebijakan itu sangat tidak tepat.
Sebab utama kemacetan di Jakarta adalah berjejalnya motor-motor baru dan mobil-mobil baru. Karena motor dan mobil baru relatif sangat murah dan mudah dicicil. Demi keuntungan besar yang memberi cicilan. Yaitu kaum berduit yang “bertani” uang. Ditambah hilangnya penghargaan masyarakat terhadap sepeda onthel yang serba guna. Sepeda saat ini diposisikan sebagai penunjang gaya hidup kelas atas.
Kemacetan di Jakarta, karena sejak lama diperlakukan semena-mena. Bukan karena kurangnya angkutan umum. Dan bukan juga karena banyaknya mubil tua yang mogok di jalan.
Terus terang. Saya sangat kawatir dengar Bapak Tjahaja Purnama yang sering mengatakan Jakarta mau dijadikan seperti Singapore. Apa iya Pak?
Apa Jakarta dipersiapkan untuk tempat tinggal orang “sana” yang mungkin bisnisnya semakin sangat bergantung kepada Indonesia-Jakarta? Apa apartemen-apartemen …?
Angan-angan saya sebagai warga Jakarta. Jakarta tetap menjadi kota proklamasi yang aman, tertib, indah, menyenangkan dan terjaga situs-situsnya. Hilang kumuhnya. Terkendali banjirnya. Lebar-lancar jalanannya. Bersih sampahnya. Hijau alamnya. Segar udaranya. Terang benderang langitnya. Ramah dan makmur warganya. Tegak indah rumah-rumah ibadahnya. Semarak dengan panggung-panggung kesenian daerah. Dan rumah-rumah rakyat di perkampungan menjadi rumah wisata yang diimpikan para wisatawan dalam dan luar negeri.
Angan-angan saya sebagai seorang warga negara. Jakarta menjadi kota internasional Negara Pancasila, “bebas” warga imigran, miras-judi-prostitusi-glandangan dan terbebas dari ulah mafia.
Jakarta menjadi kota “suci” simbol negara Ketuhanan Yang Mahaesa. Yaitu negara yang memuliakan rakyatnya. Tempat seluruh wakil rakyat Indonesia bermusyawarah dan kepala negara berpasrah diri mengabdi kepada Rakyat Sang Pemilik Negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI