Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dekonstruksi Historisisme Ketuhanan: Menantang Evolusi Konsep Tuhan

17 April 2025   19:30 Diperbarui: 17 April 2025   16:23 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebaliknya, model kesadaran tertanam memandang gagasan tentang Tuhan bukan sebagai konstruksi, tetapi sebagai resonansi manusia terhadap struktur kosmik yang objektif, yakni medan kesadaran non-lokal yang menyusun realitas. Sejarah spiritualitas tidak diciptakan oleh manusia, melainkan merupakan respon bertahap manusia terhadap kehadiran realitas transenden yang mendasari semesta.

Konsekuensinya: Tuhan bukan hasil dari sejarah, tetapi sejarah spiritualitas adalah hasil dari kesadaran manusia yang terbuka terhadap medan ketuhanan.

6.2 Metode: Historis-Hermeneutik vs Fisika-Teoritis dan Eksperimental

Armstrong menggunakan metode hermeneutik sejarah, menafsirkan teks suci dan doktrin agama sebagai dokumen budaya. Ia tidak mengklaim status ontologis dari Tuhan secara objektif, melainkan mempelajarinya sebagai bagian dari dinamika makna sosial. Metode ini banyak dipengaruhi oleh pendekatan sosiologi agama, teori simbol, dan dekonstruksi postmodern.

Sementara itu, model kesadaran tertanam menggunakan metode fisika teoritis dan pendekatan empiris eksperimental. Tuhan, dalam paradigma ini, dihubungkan dengan struktur kesadaran universal yang dapat dimodelkan menggunakan persamaan medan (seperti fungsi gelombang Schrdinger), serta dapat diindikasikan melalui fenomena neurologis, entropi sistemik, dan dinamika informasi.

Pendekatan ini menggeser studi ketuhanan dari "teologi naratif" ke "teologi kuantitatif", menggabungkan sains dan metafisika dalam satu medan studi yang dapat diverifikasi.

6.3 Spiritualitas: Mistisisme Lintas-Agama vs Resonansi terhadap Medan Transenden

Armstrong memandang mistisisme sebagai bentuk spiritualitas tertinggi karena melampaui batas-batas teologis dan institusional. Mistisisme menjadi cara bagi manusia untuk "mengalami" Tuhan secara personal, bebas dari klaim kebenaran absolut.

Akibatnya, pengalaman mistik yang bersifat subjektif diposisikan setara atau bahkan lebih sah daripada struktur teologi sistematis.

Model kesadaran tertanam menerima pentingnya pengalaman mistik, tetapi membedakan antara mistisisme yang sinkretik (lepas dari wahyu dan struktur nilai) dan mistisisme yang resonan terhadap medan transenden, yaitu bentuk mistik yang sesuai dengan struktur nilai, hukum, dan frekuensi dari medan kesadaran universal.

Dengan demikian, spiritualitas tidak hanya diukur oleh kedalaman pengalaman, tetapi oleh kesesuaiannya dengan medan nilai kosmik yang obyektif, sebagaimana dipandu oleh wahyu.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun