Mohon tunggu...
Asep Saepul Adha
Asep Saepul Adha Mohon Tunggu... Guru SD

Senang membaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Jalan Berliku Program Makan Bergizi Gratis: Antara Janji, Realita, dan Solusi di Lapangan

25 September 2025   05:54 Diperbarui: 25 September 2025   17:18 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana sebelum makan (Dokpri)

Di satu sisi, pihak sekolah menyambut baik program MBG dengan harapan bahwa implementasinya tidak justru menjadi beban tambahan bagi para guru. Kekhawatiran utama adalah agar tugas utama guru, yaitu mendidik dan membimbing murid, tetap menjadi fokus utama. Untuk itu, diperlukan solusi yang tepat dalam hal pendistribusian bekal agar proses tersebut dapat berjalan lancar sampai ke tangan murid tanpa mengganggu konsentrasi mengajar guru.

Di sisi lain, wali murid melihat program ini sebagai terobosan yang sangat positif. Program ini tidak hanya meringankan beban pengeluaran keluarga untuk menyiapkan bekal anak, tetapi juga mendapat apresiasi dan harapan agar dapat berlanjut secara berkelanjutan. Syarat utamanya adalah program ini harus dipastikan aman dan tidak berisiko bagi kesehatan anak-anak mereka. Pada akhirnya, solusi untuk memenuhi harapan kedua belah pihak (sekolah dan orang tua) serta menjamin keberhasilan dan keamanan program ini, berada di tangan pemangku kebijakan untuk merancang mekanisme yang optimal.

Sebagai upaya untuk meminimalisir kejadian keracunan yang marak terjadi pasca konsumsi Makanan Bergizi Gratis (MBG), sebuah alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan adalah dengan menyerahkan proses memasak kepada orang tua murid masing-masing. Logika dasarnya sederhana: orang tua tentu akan menyajikan yang terbaik dan paling higienis bagi anaknya sendiri.

Kebijakan seperti ini akan menyederhanakan sistem secara signifikan. Pemerintah tidak lagi dibebani oleh kompleksitas logistik pendistribusian yang melibatkan banyak pihak. Alur pendanaannya dapat dilakukan dengan mentransfer dana langsung kepada wali murid atau melalui sekolah untuk kemudian disalurkan. Di sisi pendidikan, guru dapat kembali fokus pada tugas utamanya, yaitu mengajar. 

Pada waktu makan siang, peran guru hanya mengkoordinasikan dengan memimpin sesi makan bersama, seperti mengajak siswa membuka bekalnya dan berdoa. Selain itu, keluhan siswa tentang rasa makanan yang "tidak enak" atau "basi" dapat dihindari karena makanan dimasak pada pagi harinya, sehingga lebih fresh dan sesuai selera anak.

Yang tidak kalah pentingnya, pendekatan ini memiliki dampak ekonomi lokal yang sangat positif. Bayangkan, dalam satu sekolah dengan 200 siswa, berarti ada 200 kepala keluarga yang akan memasak setiap harinya. Aktivitas ini akan mendorong sirkulasi ekonomi di level desa. Para orang tua akan berbelanja ke warung-warung atau pedagang sayur keliling, yang pada gilirannya membeli hasil tani langsung dari petani lokal. Sebaliknya, jika masak dilakukan oleh Dapur MBG terpusat, besar kemungkinan bahan baku dibeli secara borongan dari pasar induk di kota. Hal ini justru memutus rantai ekonomi desa dan membuat pelaku usaha lokal tidak ikut menikmati manfaat dari program tersebut.

Dengan demikian, melibatkan orang tua secara langsung bukan hanya solusi untuk masalah keamanan pangan dan efisiensi, tetapi juga menjadi katalisator untuk memutar roda perekonomian di tingkat akar rumput.

Penutup

Sebenarnya, ide semacam ini bukanlah hal yang baru dan telah banyak dibahas oleh para pakar dan orang-orang yang berilmu. Saya hanya menyampaikan sudut pandang pribadi seorang yang biasa saja, yang kebetulan menjalani profesi sebagai guru sekaligus petani. Dari posisi saya inilah, harapan yang terdalam terlahir: semoga program mulia ini tidak terhenti dan dapat terhindar dari berbagai kegaduhan yang terjadi saat ini.

Impian besarnya adalah agar setiap pihak dapat berkonsentrasi pada peran utamanya. Guru bisa fokus mencerdaskan anak didik, sementara jajaran Dinas dan instansi terkait dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dengan optimal. Dan untuk urusan yang paling mendasar seperti memasak, mari kita percayakan sepenuhnya kepada wali murid. Dengan skema ini, kita semua berharap agar kejadian pilu seperti keracunan pada siswa dapat dihapus dari catatan kita untuk selamanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun