Mohon tunggu...
Asep F. A. Helmi
Asep F. A. Helmi Mohon Tunggu... PNS -

Berbuat baik janganlah ditunda-tunda ... (penggalan lagu Bimbo)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

SEGERA MENIKAH, JANGAN BERCERAI (SEBUAH UPAYA PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH)

4 Juli 2015   09:45 Diperbarui: 4 Juli 2015   09:45 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pengantar

Ada sebuah Hadis yang menjadi ilham tulisan ini, namun rawi-nya tidak sempat dicek, kira-kira berbunyi: Buru-buru atau segera itu ada tiga, yaitu: (1) segera ke masjid; (2) segera bayar utang; dan (3) segera nikah.

Secara sekilas saja, kronologi pernyataan Hadis di atas logis, mudah, dan solutif. Segera ke masjid adalah representasi dari apresiasi kita terhadap manajemen waktu kita sendiri; sebagai manifestasi ‘aksi diri’ (dari diri dan untuk diri). Terlebih ketika datang waktu shalat wajib. Mengapa shalat harus ke masjid dan mengapa dalam sehari ada lima waktu shalat wajib?

Segera bayar utang adalah representasi dari interaksi kita dengan lingkungan (jadi tidak hanya dengan sesama manusia). Karena lingkungan dengan kita mutualis-simbiosis (saling menguntungkan) dan seharusnya tidak ada satu pihak yang dirugikan. Inilah sejatinya muamalah, bergaul, berserikat, atau bermasyarakat laksana satu tubuh (jiwa-raga).

Dan segera nikah adalah representasi dari gerbang menjadi manusia sejati atau manusia dewasa. Pemahaman penulis terhadap kata ‘dewasa’ adalah kematangan dalam usia, berpikir, bersikap, bertindak, dan mau bertanggung jawab. Semua orang yang berusia 17 tahun ke atas—maka boleh punya SIM (surat izin mengemudi)—secara lahir dikatakan dewasa dan dapat melakukan berbagai tugas atau kegiatan dalam rentang hidupnya. Namun secara batin, belum tentu dikatakan dewasa jika belum mau bertanggung jawab. Nikah inilah indikator dari kedewasaan seseorang. Karena orang yang mau menikah, ia sudah sadar bahwa hidup bukan untuk diri sendirinya; bahwa hidupnya dibutuhkan dan membutuhkan pasangan (lawan jenis) sebagai pelengkap kesempurnaan jiwa-raga.

Lantas, muncul pertanyaan: Mengapa harus segera nikah? dan cibiran: Percuma segera nikah, justru segera cerai pula!

Tulisan ini tidak akan masuk polemik dan apologetis-provokatif seperti jargon: “Nikmatnya menikah di waktu muda” (lihat Anonim, www.solusiislam.com), tapi menyajikan stimulans berupa tips atau kiat untuk segera menikah dan jangan bercerai, yang diharapkan menjadi sebuah upaya dalam membina keluarga sakinah.

 

Nikah, Yuk!

Mengapa harus segera nikah? Karena menikah itu perintah agama sebagaimana dalil berikut: Quran surat (QS) 24:32; QS 4:25; QS 4:3. Ayat pertama memerintahkan agar menikahkan janda-janda dan hamba-hamba yang mukmin baik laki-laki atau perempuan. Ayat kedua memerintahkan untuk menikah, bahkan kalau tidak mampu untuk menikah dengan perempuan yang merdeka, hendaklah menikah dengan perempuan hamba sahaya. Ayat ketiga memperbolehkan menikahi lebih dari seorang perempuan, dengan catatan kalau sanggup adil. Namun kalau tidak sanggup, hendaklah jangan lebih dari seorang.

Kemudian ada beberapa hadis yang menerangkan keharusan nikah, di antaranya: Hai para pemuda! Barang siapa yang telah mampu di antara kamu untuk menikah, menikahlah! Karena, nikah itu sangat menundukkan/memelihara pandangan, sangat menjaga farji. Dan barang siapa yang belum mampu, hendaklah ia shaum, karena shaum baginya merupakan tameng (untuk menahan nafsunya) (HR Bukhari III: 238; Muslim: 794; Abu Dawud: 2046; Tirmidzi: 1081; Nasaai VI: 57; Ahmad XVI: 138; Fathu al-Rabbani, Baihaqi VII: 77; Abdul Razaq VI: 169).

Hadis lain: Barang siapa yang sudah mempunyai kelapangan untuk menikah, dan ia tak menikah, maka ia bukan ummatku (HR Baihaqi VII: 78). Salah satu tujuan menikah adalah memiliki keturunan sebagai pelanjut kontiuitas kehidupan. Rasulullah SAW bersabda: Nikahlah kamu semua dengan wanita-wanita yang berakhlak baik, yang subur melahirkan, karena sesungguhnya aku berbesar hati di hari Qiyamat di hadapan para Nabi dengan banyaknya ummatku (HR Ahmad XVI: 145; Ibnu Majah: 1846; Abu Dawud: 5050; Nasaai VI: 66; Baihaqi VII: 78).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun