Mohon tunggu...
Asep Bahtiar Pandeglang
Asep Bahtiar Pandeglang Mohon Tunggu... Wiraswasta - bahtiar.net

Baca buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gus Dur: Yang Lebih Penting dari Politik adalah Kemanusiaan

9 Desember 2019   08:50 Diperbarui: 9 Desember 2019   09:04 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: beritasantri.net

Ketika Mahatma Gandhi meninggal, ia dimakamkan dengan upacara militer padahal hidupnya tidak pernah berurusan dengan kekerasan. Menyedihkan memang, bahkan seorang Gandhi tidak bisa lepas dari protokoler kebesaran yang tidak pernah ia inginkan.

Sosok besar lainnya, yang mati meninggalkan kesan panjang, seperti gajah meninggalkan gading. Adalah Gus Dur. Terkadang ia muncul sebagai ikon: tanda yang memberi makna yang menginspirasi, karena melampaui kehendak kita sendiri. Terkadang sebagai simbol: tanda yang maknanya tidak kita perlukan, tetapi berguna untuk tujuan hidup yang lebih jelas.

Ikon adalah sebuah puisi. Sebuah simbol: seperti alat. Keduanya saling bersilangan tanpa henti.

Gus Dur bisa disebut pahlawan: dia tidak akan meninggalkan kita begitu tubuhnya dimakamkan.

Tetapi dalam arti yang berbeda, pahlawan hanya mati sekali, karena ia bukan lagi bagian dari kehidupan fana, ia tidak lagi menjadi bagian dari kedaulatan.

Hanya saja dalam pergulatan ini, Gus Dur nampak tidak sempurna, tetapi untuk melakukan tindakan yang sederhana dan mengejutkan orang: dari situasi terbatasnya ia menjangkau gerbang dan pagar, begitu tak terbatas, orang-orang yang bukan dari jenisnya, bahkan akan menuduh: mantan PKI, minoritas Tionghoa, pengikut Ahmadiyah. Kita tahu dia melakukannya dengan ceroboh, tetapi prinsip keberanian dan pembelaannya pada manusia hampir tidak ada dalam diri orang lain.

"Aku dan ayah Mangun memiliki agama yang berbeda, tetapi satu kepercayaan," Kata Gus Dur

Iman bagi Gus Dur bukanlah benteng melainkan obor. Orang yang percaya kepada obor, akan membawanya dalam perjalanan yang bisa menerangi kurva gelap. Iman ibarat obor, artinya adalah keyakinan seseorang yang tidak takut bertemu dengan binatang buas sekalipun. Terkadang nyala api-nya lemah atau melambai, tetapi ia tidak pernah padam.

Saya membayangkan Gus Dur seperti itu, ia tidak pernah berhenti, meskipun jasadnya sudah mati.

Ada lagu Fairouz yang disukai oleh Gus Dur, Saya mencoba menerjemahkan liriknya sebagai berikut:

Pernahkah Anda menerima hutan seperti saya, sebagai tempat tinggal, bukan sebagai istana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun