Ramadan, jika tahun depan aku masih ada di bumi ini, Aku ingin lebih bersyukur atas waktu-waktu yang kau bawa. Aku ingin mencintai sahur sederhana dan menghayati setiap doa dalam tarawih, bukan sekadar mengejar selesai. Aku ingin membaca Al-Qur'an bukan hanya untuk menuntaskan target, tetapi untuk menemukan makna dalam setiap ayat.
Aku ingin lebih peka terhadap suara hati, terhadap kebutuhan orang-orang di sekitarku, dan lebih ringan tangan dalam berbagi. Aku ingin belajar memberi tanpa pamrih, memaafkan tanpa syarat, dan mencintai dengan lebih lapang.
Tahun ini aku menyadari bahwa terlalu banyak hal yang kupaksakan berjalan sendiri. Tapi kehadiranmu, Ramadan, mengajarkanku untuk meletakkan ego dan bersandar penuh kepada Allah. Engkau membuatku mengingat kembali bahwa ikhlas bukan berarti lemah, tapi kuat tanpa terlihat. Bahwa menahan diri bukan berarti kehilangan, tapi justru bentuk pengendalian yang paling elegan.
Kalau aku bisa menulis janji kepada diriku sendiri, maka akan kutulis satu: Ramadan depan, aku ingin hadir sepenuhnya. Fisik, hati, dan pikiran. Bukan hanya menahan lapar, tapi menumbuhkan jiwa.
Ramadan yang kucinta,
Jika tahun depan tak lagi ada kesempatan bagiku untuk menjemputmu, aku harap surat ini menjadi saksi bahwa aku sedang berusaha. Berusaha mencintai Allah lebih dalam, berusaha berdamai dengan hidup yang tak selalu mudah, dan berusaha menjadi manusia yang tak hanya memikirkan diri sendiri.
Tapi jika takdir masih mempertemukan kita, izinkan aku datang bukan sebagai hamba yang terburu-buru, melainkan sebagai jiwa yang telah belajar pelan-pelan mencintai proses. Tak perlu sempurna, cukup tulus. Tak harus terlihat baik di mata manusia, cukup bersih di hadapan-Nya.
Sampai jumpa di Ramadan berikutnya.
Semoga aku masih diizinkan merindukanmu dalam keadaan yang lebih kuat, lebih tenang, dan lebih dekat kepada-Nya.
Dengan cinta dan harapan,
dari aku yang sedang belajar ikhlas.
Wallahu A'lam Bishawab.
Akhir Ramadan,
Sanana, 30 Ramadan 1446 H / 30 Maret 2025