Cacat pertama adalah, dia cenderung melakukan kesalahan (bhrama),
Cacat kedua, cenderung mengkhayal, terjerat ilusi (pramada), ilusi=maya, berarti menerima sesuatu yang bukan sebenarnya, māyā berarti “apa yang bukan.”
Contohnya, setiap orang menerima badan sebagai diri, akan berkata, “saya adalah tuan John, saya orang kaya, saya ini, saya adalah itu, semua ini adalah identifikasi badan, padahal kita semua bukan badan ini, inilah yang disebut ilusi.
Cacat ketiga, ada kecenderungan kecurangan, menipu (vipralisa) orang lain, contoh, meskipun seorang bodoh pengetahuan spiritual, dia menganggap dirinya sangat cerdas, dia akan berteori: "saya pikir ini ini, ini dia", dia menulis buku-buku filsafat.
Ketika seseorang bergelar sarjana material, yang tidak mengerti Bhagavad-gītā menulis komentar tentang Gita, dia menipu publik yang tidak bersalah. Sebagai seorang sarjana, dia mengklaim bahwa, siapa pun dapat memberikan pendapatnya sendiri. Namun dalam Bhagavad-gītā, Sri Kṛṣṇa mengatakan bahwa, hanya penyembah-Nya yang dapat memahami Gita. inilah yang disebut kecurangan, menipu,
Cacat keempat, disebut karanapatava, yaitu memiliki indera tak sempurna, terbatas, misalnya tanpa bantuan lampu, kita tidak bisa melihat.
Dengan segala kekurangan ini, dalam kehidupan terikat, kita tidak bisa memberikan pengetahuan yang sempurna kepada siapa pun, kita juga tidak sempurna, karena itu kami menerima, mendengar pengetahuan spiritual Veda apa adanya dari para DHIRA.
Kesimpulannya adalah bahwa, jika menginginkan pengetahuan spiritual yang sejati, kita harus mendekati seorang guru spiritual yang bonafid yang telah menyadari Kebenaran Mutlak. Kalau tidak, akan tetap dalam kegelapan.
Perintah Bhagavad Gita 4.34, adalah,
tad viddhi praṇipātena
paripraśnena sevayā