Mohon tunggu...
Aryanto Wijaya
Aryanto Wijaya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bekerja sebagai Editor | Jatuh cinta pada Yogyakarta Ikuti perjalanan saya selengkapnya di Jalancerita.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Banda Aceh, Pesona Dibalik Repihan Tsunami

21 Agustus 2015   17:01 Diperbarui: 21 Agustus 2015   17:01 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa Tsunami tentunya kisah pilu tak hanya bagi masyarakat Aceh, namun juga bagi Indonesia dan dunia. Ratusan ribu nyawa melayang akibat alam yang bergejolak, namun tak dipungkiri juga karena minimnya infrastruktur manajemen bencana.

Berkaca dari peristiwa tersebut, kini terdapat bangunan megah yang dibangun di sekitar Ulee-Lheue. Tsunami Evacuation Centre dibangun atas kerjasama Indonesia dengan lembaga internasional. Bangunan ini ditujukan sebagai bangunan penyelamat kala Tsunami menyerang dan juga sebagai musem, sarana edukasi bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri.

[caption caption="Banda Aceh dari Ulee-Lheue"]

[/caption]

Namun, sayang, bangunan tersebut tidaklah terawat seutuhnya. Jalan masuk menuju gedung bagian atas dipalangi oleh kursi panjang. Tak ada pengunjung, tak ada murid sekolah, hanya beberapa satpam yang menjaga disana. Setelah meminta izin, kami menaiki gedung tersebut dan tiba di bagian teratasnya.

Pemandangan kota Banda Aceh terhampar luas. Menara-menara masjid berdiri kokoh mengumandangkan kebesaran Pencipta dan garis pantai nan biru menghiasi ujung kota. Dari kejauhan terlihat juga sepucuk menara dari Masjid Raya Baiturahhman yang tetap berdiri kokoh kala tsunami menyerang.

“Sepi sih disini kalau tidak ada simulasi bencana, tapi kalau ada pun, hanya sedikit warga yang mau ikut,” tutur Yuliana (30) warga Ulee-Lheue seraya menceritakan lebih lanjut kisah dirinya dan keluarga kala Tsunami datang. Mungkin masih ada trauma yang tersisa sehingga ada warga yang enggan mengikuti simulasi, padahal sejatinya simulasi itu penting manakala bencana serupa terjadi maka bisa diantisipasi.


[caption caption="Kapal PLTD Apung yang terdampar di darat kota Banda Aceh"]

[/caption]

Selain Ulee-Lheue, di tengah kota juga terdapat monumen PLTD Apung yang adalah sebuah kapal besar milik PLN. Gelombang Tsunami telah menghanyutkan kapal tersebut dari lepas pantai ke tengah kota. Saat gelombang mulai surut, kapal yang bobotnya 2.600 Ton pun kandas di tengah kota. Akibat terlalu besar, maka kapal tersebut kini dijadikan monumen dan sekaligus objek wisata.

Bertolak dari peninggalan pedihnya Tsunami. Di pusat kota, tampak kesibukan yang lumrah terjadi di kota-kota besar. Aktivitas perdagangan, kegiatan keagamaan di Masjid Baiturahman dan juga penjaja makanan dadakan di bulan Ramadhan mewarnai Banda Aceh.

[caption caption="Sentra kuliner Peunayong"]

[/caption]

Pasar Peunayong, salah satu pasar yang terdampak bencana pun kini telah kokoh menatap masa depannya. Kegiatan jual beli ramai dilakukan dan jika malam, pasar ini berubah menjadi sentra kuliner pinggir jalan. Beragam makanan dijual disini dan tentunya dengan harga terjangkau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun