Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Yuk Main ke Situ Bagendit dan Candi Cangkuang di Garut!!!

18 April 2011   00:24 Diperbarui: 4 April 2017   16:47 13058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_103094" align="aligncenter" width="640" caption="Peta wisata Kabupaten Garut (Dokumen pribadi)"][/caption] Sudah pernah berkunjung ke Garut? Jika jalan-jalan ke sana, tentu belumlah lengkap kalau tidak mengunjungi tempat wisata yang cukup terkenal di daerah ini yaitu Situ Bagendit dan Situ Cangkuang (Candi Cangkuang). Sepertinya di Kabupaten Garut memang banyak situ-situan (sunda : danau), mungkin karena topografinya yang dipenuhi lembah dan gunung-gunung. Dan tentu saja hal ini menjadikan landscape alami kota tersebut menjadi lebih cantik. Jalan-jalan ini saya lakukan di sela-sela survei umbi sekitar 2 tahun silam (November 2008). Ya rugi dong kalau kerja gak sekalian jalan-jalan, ya gak?!! Hehehe. Waktu itu saya dan teman sudah berada di provinsi terakhir yaitu Jawa Barat. Kami menginap di hotel di daerah Bandung. Hari pertama perjalanan ke arah Kabupaten Sumedang dan hari berikutnya saya lanjutkan di Kabupaten Garut. ************** Hari itu kami berangkat dari hotel ke Garut sekitar jam 8 pagi. Jarak antar Bandung-Garut tidak terlalu jauh, paling hanya ditempuh sekitar 1 jam lebih, jadi kami sudah mencapai lokasi pada pagi hari sekitar jam 9-an. Pekerjaan untuk mendapatkan umbipun sudah bisa diperoleh dalam waktu singkat. Jadi kami punya waktu banyak di hari itu untuk jalan-jalan. Kebetulan posisi kami waktu itu tidak jauh dari objek wisata yang dituju. Kami berada di Kecamatan Leles. Situ Bagendit terletak di Kecamatan Banyuresmi, sedangkan Candi Cangkuang terletak di Kecamatan Leles. Tetapi supaya rutenya gak muter-muter, serta memudahkan pencapaian lokasi, kami memutuskan menuju Situ Bagendit dulu, baru ke Candi Cangkuang. Maklum jalan menuju Candi Cangkuang agak sempit dan lebih sulit. Sepanjang jalan, kami disuguhi pemandangan indah, komposisi menarik antara gunung dan bukit, dipadukan dengan sawah terasering. Tapi sayangnya banyak juga bukit-bukit yang sudah digunduli. Manusia memang sering kejam terhadap alam sekitarnya. **************** [caption id="attachment_101356" align="aligncenter" width="300" caption="Gerbang masuk Situ Bagendit (Dokumen pribadi)"]

13030812861510134072
13030812861510134072
[/caption] Suasana nampak sepi ketika kami tiba di depan lokasi wisata Situ Bagendit, mungkin karena hari itu adalah hari kerja, kalau tidak salah Senin. Masih ingat kan legenda tentang terjadinya situ ini? Waktu kecil saya pernah baca kisahnya tentang perempuan bernama Nyai Endit yang pelit sekali, sehingga akibat perbuatannya itu ia ditenggelamkan oleh banjir yang mengalir tak henti-hentinya sampai membentuk sebuah danau bernama Situ Bagendit. Tapi itu hanya cerita legenda nenek moyang, mau percaya atau tidak itu terserah anda. Mendingan sekarang kita lihat yuk ke dalam!!! [caption id="attachment_101357" align="aligncenter" width="300" caption="Rakit dan perahu bebek (Dokumen pribadi)"]
13030817141862781522
13030817141862781522
[/caption] Waktu itu, tiket masuk ke lokasi Situ Bagendit hanya Rp. 1000,-, murah banget ya. Saat memasuki lokasi, danau terlihat luas dan airnya penuh. Kata petugas di sana kedalaman di tengah danau bisa mencapai 10 meter. Maklumlah musim hujan. Kata temanku yang asli Garut, jika sedang musim kemarau, situ ini kering dan terlihat sekali cekungannya.

[caption id="attachment_101371" align="aligncenter" width="590" caption="Pemandangan Situ Bagendit (Dokumen pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_101362" align="aligncenter" width="300" caption="Rakit yang disewakan (Dokumen pribadi)"][/caption] Di pinggir situ nampak barisan rakit yang disewakan untuk pengunjung, harga sewanya sekitar Rp. 20.000,-, sekali naik sampai ke tengah situ. Ada juga perahu motor bebek. Saya dan temanku memilih menyewa rakit saja. Pemandangan memang terlihat indah sekali dilihat dari tengah situ, gunung nampak bertumpuk-tumpuk mengelilingi situ. Kalau tidak salah ada yang namanya Gunung Guntur ya. [caption id="attachment_101359" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Guntur (Dokumen pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_101365" align="aligncenter" width="300" caption="Si pengayuh rakit (Dokumen pribadi)"]

1303082877352420769
1303082877352420769
[/caption] Di tengah situ, angin bertiup agak kencang. Sambil menikmati pemandangan, saya memperhatikan si penarik rakit. Kasihan sekali dia, penghasilannya dalam sehari gak seberapa, apalagi rakit itu dijalankan secara bergantian dengan rakit lainnya karena banyak jumlahnya. Menurutnya, kalau sedang sepi mungkin ia hanya kebagian menarik rakit satu kali, otomatis pendapatannya sehari kurang dari Rp. 20.000,-. Untung saja dia punya pekerjaan sampingan berladang, kalau gak mana cukup untuk menghidupi anak istrinya. [caption id="attachment_101369" align="aligncenter" width="300" caption="Eceng gondok yang banyak tumbuh di permukaan situ (Dokumen pribadi)"]
13030831751804384648
13030831751804384648
[/caption] [caption id="attachment_101370" align="aligncenter" width="300" caption="Eceng gondok (Dokumen pribadi)"][/caption] Namun sayang sekali, eceng gondok yang tumbuh di permukaan situ banyak sekali. Tentu saja ini sangat mengganggu dan merusak pemandangan saja. Belum lagi sampah-sampah yang dibuang sembarangan, benar-benar bikin kotor deh. Tapi hal ini memang sangat dimaklumi, karena tiket masuknya saja cuma seribu rupiah, bagaimana mungkin bisa menutupi biaya perawatan untuk tempat wisata ini. Sebaiknya hal ini benar-benar dipikirkan oleh pemerintah daerah setempat jika ingin menjadikan Situ Bagendit sebagai objek wisata andalan. Kunjungan kami ke Situ Bagendit hanya sebentar, setelah minum teh di warung, kami segera meluncur ke lokasi berikutnya yaitu Candi Cangkuang. *****************

Perjalanan dari Situ Bagendit ke Candi Cangkuang tidak memakan waktu lama karena lokasinya berdekatan. Hanya sayang sekali jalan ke sana sempit dan jelek, setidaknya waktu itu, gak tahu sekarang apa sudah diperbaiki atau belum. [caption id="attachment_101372" align="aligncenter" width="300" caption="Rakit yang disewakan di situ Cangkuang (Dokumen pribadi)"]

13030838191234175330
13030838191234175330
[/caption] [caption id="attachment_101373" align="aligncenter" width="300" caption="Menuju pulau seberang (Dokumen pribadi)"]
13030839821226868455
13030839821226868455
[/caption] [caption id="attachment_101374" align="aligncenter" width="300" caption="Ucapan selamat datang (Dokumen pribadi)"][/caption] Sesampainya di lokasi, saya sama sekali tidak melihat Candi. Ternyata candinya ada di pulau seberang, jadi kita harus menyebrangi Situ Cangkuang dulu. Sama seperti di Situ Bagendit, di sana juga disediakan rakit untuk menyebrang ke Pulau, tetapi harganya lebih mahal, per orang dikenai biaya Rp. 15.000,-. Sudah ditawar tapi tetap tidak diturunkan juga harganya. Akhirnya kami tetap naik rakit itu karena memang belum pernah ke sana. Tiket di tempat ini sedikit lebih mahal daripada Situ Bagendit tapi saya lupa harganya berapa waktu itu. Situ Cangkuang lebih bersih ketimbang Situ Bagendit, pemandangannya juga indah dan dikelilingi oleh gunung-gunung, salah satunya Gunung Haruman. Dari kejauhan pulau di seberang nampak sejuk dan asri karena banyak pepohonannya. [caption id="attachment_101387" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Haruman dilihat dari lokasi candi (Dokumen pribadi)"]
130308611382209545
130308611382209545
[/caption] Terus terang saya baru pertama kali mendengar tentang Candi Cangkuang di sini. Saya pikir di Garut tidak ada candi, karena di daerah Jawa Barat memang jarang candi. Akhirnya kami sampai juga di pulau kecil itu. Setelah rakit ditambatkan, kami berjalan memasuki lokasi candi. [caption id="attachment_101375" align="aligncenter" width="300" caption="Candi Cangkuang (Dokumen pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_101376" align="aligncenter" width="300" caption="Arca Dewa Siwa (Dokumen pribadi)"]
13030845242082172144
13030845242082172144
[/caption] Nampak Candi Cangkuang berdiri kokoh di tengah pulau, ukurannya tidak terlalu besar. Tapi di sana ada ruang yang bisa dimasuki, dan di dalamnya terdapat Arca Dewa Siwa. Rupanya candi ini berasal dari peninggalan zaman kerajaan Hindu abad VIII, dan kata penjaga di sana bentuk candi yang sekarang dilihat itu hanya rekaan saja. Mungkin bentuk aslinya tidak seperti itu. [caption id="attachment_101379" align="aligncenter" width="590" caption="Makam Eyang Embah Dalem Arif dan Candi Cangkuang (Dokumen pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_101380" align="aligncenter" width="300" caption="Museum di kawasan cagar budaya Candi Cangkuang (Dokumen pribadi)"][/caption] Di sebelah candi terdapat makam tokoh yang disebut Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Menurut petugas di situ, beliau adalah adalah tokoh yang menyebarkan agama islam di daerah ini. Waktu itu beliau dikejar-kejar oleh tentara Belanda dan berhasil meloloskan diri, akhirnya tiba di Kampung Cangkuang ini. Meskipun sekarang sudah beragama islam, sepertinya di daerah ini masih banyak memegang kepercayaan hindu, antara lain pantangan bekerja di hari Rabu, larangan memelihara hewan berkaki empat dan memukul gong. Entah apa sebabnya, mungkin ini wujud akulturasi hindu-islam. [caption id="attachment_101381" align="aligncenter" width="300" caption="Pohon Cangkuang (Dokumen pribadi)"][/caption] Di lokasi ini banyak ditemui tumbuhan Cangkuang (kelompok pandan-pandanan) dari species Pandanus puratus. Itulah sebabnya candi ini disebut Candi Cangkuang. [caption id="attachment_101382" align="aligncenter" width="300" caption="Kitab suci Al-Quran abad ke-17, kondisinya sudah rusak (Dokumen pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_101383" align="aligncenter" width="300" caption="Naskah khotbah Jumat terpanjang di Indonesia, 1.67 m (Dokumen pribadi)"]
13030855621370855274
13030855621370855274
[/caption] Saya dan temanku berjalan menuju bangunan sederhana di lokasi candi. Tempat ini memang sepi sekali, penerangan pun terbatas, tidak ada pengunjung lain selain kami. Di sana hanya ada beberapa penjaga, mereka mempersilahkan kami masuk ke dalam. Wow ternyata di dalam banyak sekali disimpan benda-benda kuno bersejarah peninggalan Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Antara lain : kitab fiqih, naskah khutbah jum’at terpanjang di Indonesia, kitab suci Al-Qur’an abad ke-17 M. Kondisinya agak parah, makanya tidak boleh dipegang. Saya hanya bisa memotretnya dari balik kaca. Sepertinya museum ini tidak mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Masih di pulau yang sama, tidak jauh dari Candi Cangkuang, ada kampung unik yang bernama Kampung Pulo. Saya sebut unik karena rumah yang ada di sana jumlahnya tidak boleh bertambah alias tetap, yaitu 6 rumah dan 1 mushola. Keenam rumah letaknya berhadapan 3-3. [caption id="attachment_101385" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah adat yang ditempati anak perempuan turunan Eyang Embah Dalem Arif (Dokumen pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_101386" align="aligncenter" width="300" caption="Mushola Kampung Pulo (Dokumen pribadi)"]
13030859621409051250
13030859621409051250
[/caption] Rupanya komposisi rumah ini menggambarkan jumlah anak Eyang Embah Dalem Arif Muhammad yaitu 6 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Menurut cerita, anak laki-laki meninggal sehingga yang ada sekarang adalah keturunannya dari anak perempuan. Yang boleh menempati rumah itu hanyalah anak perempuan, sedangkan anak laki-laki harus menempati di luar pulau. Unik sih tapi aneh juga ya, kalau seandainya tidak ada seorang anak perempuan pun yang mau menempati rumah ini karena ingin merantau bagaimana ya? Entah sampai kapan tradisi ini bertahan. Sebenarnya di sana ada beberapa pulau selain pulau yang saya kunjungi, dan paling besar memang yang ada Candi Cangkuangnya. Tapi berhubung belum makan siang dan takut pulangnya kesorean, akhirnya perjalanan di Garut Cuma sampai di sini saja. Lumayanlah jadi tahu Situ Bagendit dan Candi Cangkuang, meskipun di sana hanya sebentar. Ohya gak lupa berfoto-foto narsis dulu di depan Candi dan Situ.
13030863991904444369
13030863991904444369
Semoga bermanfaat dan selamat beraktivitas. Bogor, 18 April 2011 Note : Seperti biasa, berhubung sudah dua tahun-an yang lalu, saya ceritakan seingatnya jadi mohon koreksi atau tambahan dari yang sudah pernah ke sana hehehe...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun