Ibarat saya jadi penyelenggara suatu acara di enam RT. Saya sudah siapkan semua acara bersama warganya termasuk pak RW dan pak Lurah.
Warga menyambut dengan gegap gempita, begitu juga pak RW dan pak Lurah ikut mendukungnya.
Para RT pernah berkumpul tanda tangan untuk menyatakan mendukung acara dan siap mensukseskannya, Itu sejak empat tahun lalu.
Empat tahun terlewat suasana adem ayem saja. Nggak ada yang menentang apalagi gak suka.
Saat kocek sudah terlanjur keluar duit buat betulin pagar, jalan dan kumpulin pedagang2 kaki lima yang berharap omsetnya naik. Tiba-tiba dihitungan bulan minus tiga ada sebagian warga yang gak suka dengan perilaku calon peserta acara.
Wajar saja suatu acara ada yang gak suka, syah-syah aja. Wong mau nikah aja para mantan atau tetangga suka banyak yang boikot apalagi gelaran besar di enam RT yang mewakili seluruh wilayah.
Sebagian warga menolak karena mengaku dulu siMbahnya pernah menolak orang yang mereka gak suka itu, meski bertahun-tahun mereka juga gak pernah peduli sama ajaran siMbahnya.
Saya yang punya acara masih maklum, mungkin bersama warga bisa berembug soal itu dibantu pak RT dan pak RW. Nanti pasti ketemu caranya.
Karena heboh, Â pak Lurah coba ketemu dengan salah satu orang yang berselisih dan bertanya;
"Mas, apa sampeyan masih musuhan sama musuh bebuyutanmu sejak dulu? tanya pak Lurah.
"AH..Mboten pak. Kalo untuk urusan acara beginian nggak usah ribut. Silahkan saja dia datang asal bapak juga mengijinkan. Mongggoo...nggak akan pengaruhi dukungan bapak ke saya tho?"