Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lelaki Pemikat Punai (5)

24 Desember 2020   10:21 Diperbarui: 24 Desember 2020   10:27 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Geraman dari moncong yang nampak gagah mengagetkanku. Mata yang tajam membuat siapapun bergidik menatapnya namun aku merasakan meskipun tatapan itu demikian tajam menyelidik namun tersimpan pesan persahabatan bukan kemarahan.

Hewan ini ada dengan segenap kontroversinya, memiliki liur yang diharamkan namun mempunyai sekian banyak kemampuan yang membantu manusia.

 Penciumannya yang tajam mampu mengingatkan manusia bahwa Tuhan mempersembahkan teknologi luar biasa untuk mencari jejak yang secara nalar tak mampu dideteksi oleh manusia.

Pak Ustadz Romli yang mengajari kami mengaji di surau kecil dibawah pohon Trembesi menyatakan bahwa hewan ini tak mutlak haram bagi umat muslim cukup hindari liurnya dan boleh memanfaatkan kebolehannya untuk kepentingan manusia.

"Waktu Rasulullah memimpin pasukan Muslimin dalam ajang pembebasan Makkah dari Madinah, begitu banyak orang mengiringi keberangkatannya. Nabi berpesan agar tidak ada pertumpahan darah. Dalam perjalanannya, beliau tiba-tiba melihat seekor anjing sedang merebahkan diri dekat sumur. Anjing itu mengeluarkan suara seolah-olah membujuk anak-anaknya untuk tetap menyusu pada induknya, disisi lain derap langkah pasukan  Nabi SAW kian mendekat ke hewan tersebut. Maka Nabi  memerintahkan seorang sahabat untuk menjaga anjing-anjing tersebut agar supaya tidak ada satu tentarapun yang menyakiti mereka," itulah nasehat Ustadz Romli usai melihat kami para muridnya yang tengah jeda mengaji melempari seekor anjing yang tiba-tiba muncul dengan buah-buah asem yang telah mengering. Kami bukan ingin menyakitinya  tetapi semata hanya ingin mengusirnya.   

Anjing pelacak yang tinggi besar dihadapanku itu mengibas-ngibaskan ekornya ketika berpapasan saat melintasi ladang jagung untuk memeriksa tongkol-tongkol jagung yang belum lagi tua. Beberapa polisi dari Polda ditemani sersan Rustam memberitahuku bahwa mereka tengah melacak arah pelarian para penyerang bapak.

Pikiranku saat itu  hanya berisi tentang sepetak ladang jagung, ibu dan Ayu. Aku sedang tak ingin berpikir tentang kambing dan siapa pembunuh bapak karena begitu dua hal itu terlintas maka batukku kontan menyerang, menahan gelegak amarah yang memuncak hingga ke ubun-ubun. Kematian memang sebuah misteri namun kehidupan jauh lebih menyimpan misteri yang sulit diprediksi.

Hari ini hari ketiga bapak pergi dan ritual tahlil akan segera ditutup malam nanti, sementara para tetangga kini lebih waspada menjaga kebun dan ternak-ternak mereka. Pos jaga untuk ronda telah aktif kembali. Atap sengnya yang sempat hilang terkena angin besar telah tertutup kembali dan para lelaki di desa sendang witir dikirimi jadwal bergilir untuk berjaga malam.

"Tur..siapa yang mengambil daging-daging kambing kita dari kandang diperistiwa kemarin?" ibu bertanya sebelum maghrib menjelang.

"Kenapa ibu bertanya? bukankah daging-daging itu disita polisi sebagai barang bukti," jawabku

"Pasti membusuk ya? daging-daging itu seharusnya yang bisa sedikitnya membawa kamu ke Jakarta," perempuan ini tabah sekali, kesedihan masih membekas namun raut ketenangan memupus kekhawatiranku menjalani kehidupan di hari-hari kedepan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun