Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lelaki Pemikat Punai (1)

17 Desember 2020   14:13 Diperbarui: 25 Desember 2020   20:10 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam berjalan sepekat kopi. Rembulan tak juga muncul meskipun punguk berulang-ulang mendendangkan panggilannya. Di pojok teras rumah beralas susunan kayu jati, percikan bara merah  membumbungkan gelombang asap putih dari hembusan nafas  yang terdengar berat.

Bapak nampak lamat-lamat memejamkan matanya dengan dagu yang berayun ayun mendekat dan menjauhi lehernya. Seonggok karung berbahan goni menjadi tumpuan bokongnya yang mendesak kedalam karung berisi bonggol-bonggol jagung sisa panen minggu lalu. Asap mengepul bak awan berarak dari satu batang rokok kelobot di sela kedua bibirnya.

Kelobot adalah teman setia hari-hari bapak. Lintingan rokok yang terbungkus dari daun pembungkus tongkol jagung itu nyaris tak pernah lepas dari mulutnya kecuali saat ia makan, tidur dan menunaikan sembahyang.  'Braktea' yang melingkupi tongkol jagung itu biasanya dikeringkan untuk  menjadi pengganti kertas pembungkus tembakau yang diracik secara sederhana.

"Berhentilah merokok pak! nafas dan batukmu sudah mulai berat dan sering!" pinta ibu suatu kali dan berkali-kali. Sebelum menjawab, bapak biasanya menurunkan rokok kelobot dari kedua bibirnya seraya menjentikkan ujung bara merontokkan jelaga yang tak mau jatuh meskipun bara sudah tak memantiknya.

"Hiburan lelaki kampung macam aku ini tak banyak bu. Ronggeng aku tak suka, kamupun lebih tak suka bila aku mendatanginya. Mengadu ayam?...betapa kejinya aku jika begembira melihat jalu merobek-robek tembolok dua ayam yang saling berhadapan. Masakah kamu tega melarangku merokok..lalu apa yang akan aku lakukan selain pergi berladang?"  balas bapak.

Ibu hanya mengangguk tanpa berharap bisa menghentikan bapak merokok sepanjang hari. Bapak bukanlah seorang yang suka bicara, ia lebih banyak menengadahkan kepalanya kelangit-langit atau rimbunan pohon sambil mengkalkulasi entah apa yang dihitungnya. Biar begitu, ia hapal berapa jumlah tongkol jagung yang mulai menua di ladang dan kapan akan dipanennya, sedang mengenai jumlah kambing di kandang seberang ladang jagung mestilah ia tahu. Ia hapal betul kapan terakhir  meletakkan 'braktea-braktea' kering ke papan tempat pakan sehingga kambing-kambing kami tak pernah sedetikpun merasa kelaparan.


"Kapan kamu harus berangkat ke Jakarta, Tur?" bapak menoleh menegurku dengan tangannya menjentikkan abu diujung kelobotnya.

"Apa aku harus tetap pergi, pak?" tanyaku balik. Aku yang tengah duduk dibawah pohon Ara menyambut tatapan bapak tanpa bisa melihat jelas raut mukanya. Malam tetap pekat diwarnai wangi kelobot yang khas bercampur wangi dupa. Aroma dupa lamat-lamat muncul dari seberang jalan. Pak Isman tetangga kami yang seorang kejawen memang kerap menyalakan wewangian itu dimalam-malam tertentu.

"Harus!" pinta bapak halus namun tegas. "Tak ada satupun yang boleh menghalangi, perjuanganmu bersepeda tiap hari, melewati hutan-hutan jati, mengarungi jalan panas dan hujan tak boleh sia-sia!" suara bapak berat berwibawa namun tersimpan kegetiran disana.

"Tapi pak.." tukasku

"Tapi apa? Apa karena kamu pikir kita harus kalah oleh ulah pencuri-pencuri keparat itu? Kamu pikir bapak akan menyerah begitu saja saat kambing-kambing untuk biaya bekalmu yang mereka curi dan sembelih dikandang minggu lalu akan menghentikan cita-citamu?..tidak Fatur..tidak..kapan kamu akan berangkat?" suara bapak menggelegak. Aku tak mungkin memadamkan gelora hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun