Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Tepi: Komunis dan Tiga Generasi

25 September 2017   13:46 Diperbarui: 25 September 2017   13:49 1547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Nggak semua Cakrabirawa memberontak, sebagian saja. Tapi kalau yang membunuh para jenderal  itu memang jahat. Nah yang cerita menyiksa-nyiksa itu ceritanya siapa?. Pasukan yang ngangkat mayat dari lubang buaya itu teman-teman bapak dari KKO, mayat yang sudah sekian hari dimasukkan paksa ke dalam lubang ya pasti rusak. Disiksa atau nggak ceritanya dapat dari siapa?"

"Ya mereka kan harusnya tahu mayat itu habis disiksa atau nggak?" buru saya.

"Masuk kedalam lobang buaya itu kerjaan berat, meneliti mayat sampai komplit ya itu bukan urusan pasukan yang ngangkat. Ada orang lain yang lebih ahli ngurusin itu,"

"Jadi nggak tahu yang sebenarnya gimana?"

"Ya nggak tahu, mungkin habis angkat mayat terus mereka diperintah pulang, bersih-bersih. Lagipula bapak waktu itu di Pulau Sebatik. Berita cuma didengar dari Radio Pihillips di tenda besar." Jawab bapak.

"Jadi nggak ada cerita dari teman-teman yang ngangkat mayat setelah itu, setelah bapak pulang ke Surabaya?"

"Memangnya tentara itu wartawan, bisa nulis laporan?. Pulang hidup-hidup aja sudah syukur!"

"Ceritanya  yang benar nggak tahu dong?" kejar saya.

"Kalau kamu percaya cerita yang ada apa ruginya?, kalaupun nggak percaya apa untungnya?. Yang penting komunis itu sudah dilarang. Nanti suatu saat juga ada caranya untuk tahu cerita yang benar," saat pertanyaan itu dibuat , Orde baru tengah berkuasa dengan kuatnya. Tak ada guna mencari cerita versi lain.

Perjalanan panjang menyusuri apa itu komunis akhirnya hanya bisa saya dapatkan dari deretan buku di toko Gramedia di Blok M setelah dalam tahun 1984 saat masih duduk di bangku SMP kelas akhir kami anak-anak sekolah mendapatkan perintah massive untuk wajib menonton film garapan Arifin C Noer  secara bergiliran dari seluruh sekolah. Bioskop di Lingga Indah theater di Pasar Minggu dan Bioskop Marinir Cilandak menjadi saksi bisu dua tempat saya menonton film yang sama.

Cerita tentang PKI selain dari menonton film tersebut serta teks book resmi yang disusun  oleh Nugroho Notosusanto  hasilnya tak banyak yang bisa digali di masa itu. Semua buku yang tersedia di rak buku selalu ditulis oleh pihak yang memberantas paham Komunis sebagai pihak pemenang. Cerita mengenai kisah pembanding ataupun penelitian sejarah dari dari Negara liberal macam kelompok Negara barat juga mustahil didapat karena seluruh dunia saat itu sepakat membendung paham komunis yang terbukti gagal membawa masyarakat dunia dalam kemakmuran sekaligus keterbukaan informasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun