Mohon tunggu...
Ary Adianto
Ary Adianto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Great Communicators

Let's talk about economics, history and geography.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Negara Miskin Bernama Indonesia

7 April 2021   14:14 Diperbarui: 7 April 2021   16:00 1063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret kemiskinan di DKI Jakarta (Source: borgenproject.org)

Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara, baik dari segi jumlah penduduk maupun perekonomian. Dalam dekade terakhir, ekonomi Indonesia terus tumbuh, dengan kemiskinan secara keseluruhan turun 8 persen dari 2007-2019. Meski demikian, Indonesia masih memiliki 105 juta penduduk yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan nasional.

Jadi, dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan angkatan kerja sebanyak 138,22 juta orang di tahun 2020, mengapa Indonesia miskin?

Pertama, dari sisi geografi, Indonesia rentan terhadap berbagai macam bencana alam, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami. Pada tahun 2004, gempa bumi berkekuatan 9,1 yang mematikan melanda di Samudera Hindia dekat Indonesia, memakan korban 230.000 jiwa dan membuat puluhan ribu lainnya mengungsi. 

Masyarakat seperti Banda Aceh juga mengalami kerusakan lingkungan dan infrastruktur yang besar dan berjangka panjang, yang menyebabkan situasi darurat yang meluas di wilayah tersebut. Dalam mengajukan pertanyaan "mengapa Indonesia miskin?", Peristiwa seperti ini dapat menjadi salah satu faktor yang paling berkontribusi langsung.

Selain itu, ketika seseorang bertanya "mengapa Indonesia miskin?", Kita harus mempertimbangkan pergeseran demografis. Indonesia saat ini menghadapi populasi hampir 50 juta yang hidup tanpa listrik, sama dengan sekitar 20 persen dari populasi nasional. Sementara 94 persen penduduk perkotaan memiliki akses ke listrik, hanya 66 persen penduduk pedesaan yang memilikinya.

Selain itu, pertumbuhan lapangan kerja telah berada di belakang tingkat pertumbuhan penduduk, menyebabkan banyak pekerja muda berbadan sehat tanpa pekerjaan. Dengan sekitar 2,36 juta orang memasuki angkatan kerja setiap tahun, pasar kerja Indonesia harus terus berkembang untuk memenuhi permintaan ini.

Disamping itu, yang menjadi menarik adalah budaya yang tumbuh di masyarakat Indonesia tentang konsep kemiskinan menjadikannya budaya yang tanpa disadari terbenam dibenak kebanyakan orang Indonesia, Pernyataan ini disampaikan oleh Antropolog Amerika Clifford Geertz

Budaya dan Kemiskinan

tingkat kemiskinan perdesaan pada Maret 2019 sebesar 12,85 persen (15,15 juta orang), berbanding terbalik dengan tingkat kemiskinan perkotaan yang hanya 6,69 persen (9,99 juta orang). (Source : BPS)
tingkat kemiskinan perdesaan pada Maret 2019 sebesar 12,85 persen (15,15 juta orang), berbanding terbalik dengan tingkat kemiskinan perkotaan yang hanya 6,69 persen (9,99 juta orang). (Source : BPS)
Antropolog Amerika Clifford Geertz menjelaskan, kemiskinan di Indonesia terkait dengan kecenderungan sosial budaya masyarakat berpenghasilan rendah untuk berbagi. Dia menemukan orang miskin di Jawa cenderung membagikan aset mereka yang terbatas kepada kerabat, sebuah kebiasaan yang membuat mereka semakin miskin seiring bertambahnya keluarga.

Sejalan dengan temuan Geertz, penelitian terbaru yang dilakukan Geertz menemukan bahwa budaya masih memainkan peran utama di kalangan masyarakat miskin Indonesia, khususnya di Jawa. Kami menemukan penerimaan masyarakat terhadap kemiskinan adalah hambatan terbesar untuk memberantas kemiskinan di Yogyakarta dan Banten, keduanya di pulau Jawa terpadat di Indonesia.

Sebagai contoh Yogyakarta, yang jaraknya hanya sekitar 500 kilometer dari ibu kota Indonesia Jakarta, adalah provinsi termiskin di Jawa. Angka kemiskinannya mencapai 11,81 persen, lebih tinggi dari angka nasional.

Kemiskinan di Pulau Jawa banyak terkait pada sektor pertanian. Banyak orang tidak bisa mendapatkan pekerjaan setelah musim panen. Pada tahun 2019, tingkat pengangguran pasca panen mencapai 15,4 persen, lebih tinggi dibandingkan saat musim panen 13,7 persen. Kurangnya keterampilan dan pendidikan membuat mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain di luar pertanian.

Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, melakukan penelitian lapangan di Kabupaten Serang dan Pandeglang di Banten dan Yogyakarta, serta Kabupaten Gunung Kidul di Yogyakarta, dari tahun 2015 hingga 2017 untuk mengidentifikasi faktor non-ekonomi penyebab kemiskinan.

LIPI memilih kedua provinsi ini karena tingkat kemiskinannya yang tinggi dan nilai budaya yang kuat dari masyarakatnya. Kami memberikan kuesioner kepada 1.198 peserta sasaran dan melakukan wawancara mendalam dengan 20 rumah tangga. Penelitian kami menemukan bahwa sikap fatalistik orang-orang telah mencegah mereka keluar dari kemiskinan. Sebagian besar responden kami percaya bahwa menjadi miskin adalah takdir Tuhan, dan tidak ada yang dapat mereka lakukan.

Bantuan sosial yang tidak menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia dalam jangka panjang, (Source : www.voa-islam.com/)
Bantuan sosial yang tidak menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia dalam jangka panjang, (Source : www.voa-islam.com/)
Sikap ini diyakini berasal dari filosofi penerimaan orang Jawa yang disebut "nrimo". Kami juga menemukan sikap ini telah menyebabkan penyangkalan diri. Percaya bahwa berada dalam kemiskinan adalah pemberian Tuhan, sebagian besar responden kami menyatakan bahwa mereka tidak benar-benar miskin karena mereka selalu menemukan pertolongan Tuhan melalui bantuan sosial dan dukungan keluarga. Penyangkalan diri ini menimbulkan masalah bagi upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di daerah karena sulitnya mengidentifikasi masyarakat miskin yang tidak mau mengaku miskin.

Sebaran Penduduk Miskin di Indonesia 2019. (Source: databoks.katadata.co.id/)
Sebaran Penduduk Miskin di Indonesia 2019. (Source: databoks.katadata.co.id/)
Masalah Multidimensi pada kasus kemiskinan ini menunjukkan kemiskinan merupakan masalah kompleks, dan akar penyebab kemiskinan di setiap daerah berbeda-beda. Temuan tersebut menjelaskan mengapa program pengentasan kemiskinan pemerintah gagal di beberapa provinsi. Pendekatan satu ukuran untuk semua pemerintah terhadap kemiskinan dengan mendistribusikan uang tunai dan beras kepada orang miskin tidak dapat menyelesaikan masalah kemiskinan di beberapa daerah.

Penting untuk dipahami bahwa setiap provinsi mungkin menghadapi masalah kemiskinan yang berbeda karena setiap daerah memiliki masalah kemiskinan yang berbeda-beda. Masalah tersebut antara lain kurangnya akses ke layanan publik dan sumber daya alam yang langka. Penelitian LIPI menyarankan pemerintah mengadopsi pendekatan sosial dan budaya untuk memahami keseluruhan masalah kemiskinan di suatu wilayah.

Memahami kemiskinan harus dimulai dengan mengidentifikasi hubungan antara manusia dan lingkungan sosialnya. Distribusi bantuan sosial mungkin tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan di provinsi-provinsi di mana kemiskinan merupakan masalah budaya. Sebaliknya, pemerintah daerah dapat membuat program untuk melatih dan memberdayakan masyarakat pedesaan. Pemerintah juga harus mengakui aset lokal sebagai solusi untuk kemiskinan. Misalnya, daerah pedesaan bisa fokus pada program-program yang mengolah tanahnya agar lebih berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun