Mohon tunggu...
Arya KusumaHidayanto
Arya KusumaHidayanto Mohon Tunggu... Dosen - Guru/Dosen

Hi! Perkenalkan saya Arya. Aktivitas saya sehari-hari adalah bekerja sebagai guru di Al-Azhar, diluar itu saya ikut dalam beberapa organisasi dan komunitas sosial,funcare, dan educare.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nasib Pendidikan Indonesia Pasca 20 Tahun Reformasi

22 Oktober 2022   09:30 Diperbarui: 22 Oktober 2022   09:31 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jika kita menengok pada keadaan era Orde Baru memang mulai tumbuhnya percepatan dalam infrastruktur pendidikan, utamanya mulai banyak dibangunnya gedung-gedung sekolah. Pembangunan infrastruktur pendidikan tersebut memang telah meningkat setiap tahunnya. Tapi, yang patut disesalkan adalah pembangunan infrastruktur tersebut tidak dibarengi dengan semakin profesional dan majunya mutu pendidikan kita. Terlebih lagi kini pendidikan kita terlalu banyak diintervensi unsur-unsur politik.

Benih-benih Intervensi politik tersebut memang sudah terlihat gelagatnya sejak era Orde Baru, salah satunya dengan dibatasinya ruang-ruang kebebasan diskusi Mahasiswa di kampus dengan NKK/BKK nya, komersialisasi pendidikan, dan pengawasan yang ketat terhadap tenaga pengajar yang kritis terhadap pemerintah saat itu. Kini penyakit yang meracuni dunia pendidikan nampaknya telah bermutasi dan menghasilkan suatu jenis penyakit baru yang lebih merepotkan. Seperti yang kita ketahui penyakit itu adalah korupsi anggaran pendidikan. Alokasi anggaran pendidikan melalui BOS di daerah-daerah tidak lepas dari pencurian. Bahkan hal itu dilakukan oleh oknum sekolah itu sendiri.

Penyaluran bantuan yang seharusnya bisa memberikan pendidikan dan penghidupan bagi siswa dan guru honorer justru tidak maksimal berjalan. Permasalahan kompetensi guru juga menjadi sorotan. Belum banyak guru-guru di daerah-daerah yang mendapatkan peningkatan kompetensi dari pelatihan-pelatihan. Pelatihan kompetensi masih banyak tersentralisasi di kota-kota besar dan belum merata ke daerah-daerah terluar. Padahal permasalahan kompetensi ini salah satu hal yang amat krusial bagi peningkatan mutu pendidikan. Bagaimana siswa akan berkembang dan cakap, bila skill dari guru pun mungkin belumlah lengkap. Maka dari itu hal ini merupakan salah satu masalah pokok yang harus menjadi perhatian bersama.

POLITISASI DUNIA PENDIDIKAN

Tak dapat dipungkiri dunia pendidikan adalah salah satu komiditi yang amat laris dan akan selalu dibutuhkan oleh setiap orang yang ingin memperbaiki kualitas kehidupan dan derajat sosialnya. Hal ini sangat disadari sekali utamanya oleh para pemodal, kapitalis global, dan elit politisi. Pendidikan menjadi lahan basah bagi mereka untuk bermain peran dan mengeruk keuntungan. Memang sejak awal bila kita melihat fakta sejarah penjajahan di Indonesia ini amat berbeda dengan bekas tanah jajahan lain seperti Inggris, Perancis dan negara eropa lain.

Bila pada penjajah Inggris, Perancis kita temukan bahwa ada niat untuk melakukan modernitas, menanamkan nilai kebudayaan, dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia pribumi. Seperti halnya yang bisa kita lihat pada negara tetangga kita yaitu Singapura, dan Malaysia. Inggris yang menginvasi Singapura dan Malaysia tidak hanya sekedar mengeruk kekayaan alam tapi meninfiltrasikan nilai dan budaya mereka. Hal yang bisa kita lihat secara nyata adalah bahasa. Hal ini berbanding terbalik dengan bekas tanah jajahan Belanda. Betul mereka menanamkan nilai modernitas tapi itu hanya sebatas untuk ranah pendidikan liberal. Para pribumi lokal Indonesia yang bersekolah pun hanya boleh dari kalangan ningrat dan itupun hanya dipekerjakan sebagai pegawai rendahan untuk melayani pemerintahan kolonial.

Melihat realita yang ada terhadap dunia pendidikan kita sekarang ini adalah pendidikan tidak beranjak maju secara signifikan pasca reformasi. Berbanding terbalik dengan sistem pendidikan negara-negara tetangga kita di regional ASEAN yang sudah selangkah atau dua langkah lebih maju dalam membangun pendidikan mereka. Disisi lain pendidikan kita masih saja banyak berkutat pada masalah amandemen kurikulum yang berubah setiap pergantian periode kepemimpinan. Hal ini tentu saja sangat merugikan para pelaku sektor pendidikan utamanya sekolah, guru, dan siswa.

Belum selesai mereka beradaptasi dengan kurikulum yang lama namun, mereka sudah harus mengikuti perubahan pada kurikulum baru. Hal ini menyebabkan lambatnya peran-peran di sektor pendidikan tersebut. Hal lain yang menyebabkan lambatnya kemajuan pendidikan kita dapat kita lihat melalui indeks kompetensi literasi siswa global PISA (Programme for International Students Assessment) menunjukan kemampuan literasi siswa Indonesia masih rendah dibanding skor diantara 79 negara OECD. Bahkan menurut riset yang dikeluarkan RISE-The SMERU research institute memprediksi bahwa rerata kemampuan membaca siswa Indonesia hanya akan setara dengan negara anggota OECD pada tahun 2090.

            Berangkat dari realita tersebut sepertinya tidak ada yang paling penting dilakukan pemerintah untuk memperbaiki aspek-aspek yang menghambat kemajuan pendidikan Indonesia. Meskipun kita sadar sebetulnya ada segudang masalah pendidikan yang menunggu diselesaikan. Namun, kita harus optimis dengan kolaborasi proaktif antara pemangku kebijakan, masyarakat sebagai pengawas kebijakan, serta tenaga pendidikan sebagai eksekutor lapangan. Tahap demi tahap kita mampu perlahan mampu menigkatkan kualitas mutu pendidikan juga infrastrukturnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun