Mohon tunggu...
Inspirasinews
Inspirasinews Mohon Tunggu... Ilmuwan - Arwan Syahputra

Idealisme adalah Kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda. (Tan Malaka -Bapak republik yang terlupakan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

2 Jam Bersama Syetan

15 Desember 2018   01:16 Diperbarui: 15 Desember 2018   01:26 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mempunyai seorang sahabat laki-laki, dan pada saat itu dia bercerita kepadaku. Dia pernah melihat seseorang sedang berkhotbah dan berdiri di depan jemaah Jum'at. Memberikan khotbah, yang merupakan salah satu rukun shalat Jum'at. Mungkin kali pertamanya ia berkhotbah, makanya terlihat agak nervous, tapi selanjutnya terbiasa. Akhir-akhir ini dia jadi berfikir, mimbar mesjid, ya... mimbar mesjid. Mimbar mesjid untuk khotbah Jum'at, bukan tempat pamer kefasihan berbicara. 

Bukan tempat pamer kemahiran berorasi. tetapi mimbar itu tempat memberi nasihat dan saling mengingatkan.
Seribu empat ratus tiga puluh dua tahun lalu, mimbar jum'at itu dipakai oleh ulama karismatik ternama di dunia. Jadi barang siapa yang menggantikan beliau di tempat itu, paling tidak ia berakhlak seperti akhlak beliau semampunya, dan selalu mengikuti sunnah-sunnah yang dilakukan beliau, seperti sunnah yang dilakukan oleh Rasulullah. Sehingga saat ia mengatakan "ittaqullah...," ia tidak berbohong dan tidak menyalahi kata-katanya sendiri. agar orang-orang tidak melihat perbuatannya kebalikan dari kata-katanya di atas mimbar.


Mimbar Jum'at bukan mimbar biasa yang pada permulaannya pembicara mengatakan, "Yang terhormat...," dan tidak ada basa-basi penghormatan lain kepada orang-orang tertentu di depannya.
Tetapi dia melihat dengan mata syariah. Semua yang di depannya sama, semua hamba Allah. Tidak ada yang kaya, tidak ada yang miskin. Sesuatu yang membedakan mereka adalah tingkat ketakwaannya pada Allah. Ia berbicara atas nama syariah, makanya ia diterima di atas mimbar. Padahal ia tidak lain hanya meminjam "kehormatan" syariah saja.


Ada cerita menarik tentang Syeikh Aly Tantowy yang wafat tahun 1999. Beliau adalah khatib di salah satu mesjid di Damaskus. Saat akan berkhotbah, beliau bersiap-siap beberapa hari sebelum khotbah Jum'at. Beliau selalu tidur cepat, agar terbangun tengah malam untuk melaksanakan shalat Isya dan qiyamullail, dengan harapan menjadi salah satu "mutahajjidin". Seperti seorang tamu tak diundang pada jamuan makan yang hanya dihadiri oleh orang-orang mulia saja.
"Semoga saja, aku bisa menjadi salah satu tamu Allah yang dirahmati-Nya di antara tamu-tamu agung lain. Meskipun Cuma sekali seumur hidup. Aku memang bukan meraka, bahkan menjadi abu di sandal mereka saja aku tidak pantas. Tapi meniru mereka kan tidak salah?" Ujar sahabatku.
Selanjutnya, biarkan beliau sendiri yang menceritakan pengalamannya....
"Aku tidur cepat. Aku sudah berniat untuk bangun tengah malam, dan shalat Isya serta sunnah. Tepat pada jam yang telah kuatur dijam wekerku, aku terbangun. Seakan ada yang membangunkan, padahal jamnya belum berbunyi.
Aku berusaha untuk bangun. Aku harus berjuang melawan hangat dan empuknya kasur. Sepertinya matakku tidak mau terbuka. Keinginan tidur dan keinginan melaksanakan kewajiban shalat Isya bertarung di dadaku. Seakan ada suara berbisik di telingaku, "Waktu masih panjang, tidur saja sebentar lagi. Kasihan kasur yang hangat. Besok kamu kan harus bekerja sampai sore. Jadi istirahat saja dulu sebentar lagi."
Akhirnya, aku menjatuhkan badanku lagi dan tenggelam dalam hangat dan empuknya kasur. Ada suara lain berbisik, "Bangun! Kamu tadi sudah berjanji mau bangun. Ayo, tepati janjimu. Serahkan saja semua pada Allah. Ingatlah betapa besarnya pahala kesabaran dalam ketaatan. Kalau seandainya sekarang ada orang datang membawakan kepadamu api atau 100 pound, pasti kamu segera melompat bangun dari kasurmu. Bagaimana dengan neraka Jahannam dan surga yang dijanjikan padamu?"
Suara pertama datang lagi, "Nyantai saja dulu. Bolak-balik dulu di kasur sambil menunggu kesadaranmu dari alam mimpi datang." Akhirnya aku membalikkan badanku. Sungguh nikmat. Aku sangat menikmati tidur ini, lebih nikmat dari apa pun.
Suara kedua datang lagi, "Woi... itu syetan yang menggodamu agar kamu lupa shalat Isya. Ayo bangun!"
Aku bingung, dengan dua suara yang terus berkecamuk di telingaku. Seperti suara detakan jarum jam dinding. "Bangun!" "Tidur!" "Bangun!" "Tidur!"
Aku tahu, dua perdebatan itu tidak ada akhirnya. Sampai aku tertidur, terlewat shalat Isya dan subuh kesiangan. Maka aku harus segera menghentikan salah satunya.
Akhirnya aku memilih, bangun. Aku mengucapkan A'uzubillah, dan memohon kepada Allah agar dikuatkan. Aku bertawakal pada-Nya. Setelah aku bangun, aku tidak lagi mendengar suara, "tidur!" Aku bangun dan pergi ke kamar mandi untuk berwudhu. Aku senang bisa mengalahkan syetan.
Aku pun berdiri untuk melaksanakan shalat. Aku ingin memutuskan hubungan dengan dunia. Aku hanya ingin saat-saat tengah malam begini berdua dengan Tuhanku. Shalat yang khusyuk dan berdo'a. Aku pun bertakbir, "Allahu Akbar.."
Belum sempat kusempurnakan takbiratul ihram, tiba-tiba pemikiran tentang dunia kembali muncul di kepalaku. Kuulangi lagi bertakbir, setelah mencoba mengumpulkan kekhusyukan yang tadi hilang. Aku berusaha fokus dan khusyuk. Tiba-tiba hal yang sama terjadi. Kuulangi lagi. Begitu lagi... Sampai berkali-kali. Aku heran, belum pernah aku merasakan hal ini.
Akhirnya aku mengucap kalimat Allah dan A'uzubillah, baru aku tenang. Kini aku tahu sebabnya kenapa aku begitu, itu adalah syetan. Tapi waktu aku mengingat Allah dan berhasil melompat bangun dari kasurku, aku merasa bangga dengan apa yang ku lakukan. Aku mengira diriku sudah termasuk dalam golongan orang shaleh, yang mampu melawan syetan.
Syetan melihat rasa bangga itu adalah pintu baru untuknya. Dia datang menjelma seakan orang yang memberi nasihat, padahal mau merusak shalatku. Seakan dia menasihatiku agar shalat yang khusyuk, jangan ada sedikit pun dunia ketika mulai takbir. Aku harus benar-benar menghadap Allah. Aku membaca A'uzubillah dan mulai shalat.
Setelah selesai shalat, suara itu datang lagi, "Shalat apa ini? Tidak khusyuk sama sekali! Shalat kalau tidak dilakukan dengan khusyuk, sama saja bohong."
Aku sadar, ini adalah salah satu cara syetan merayu orang yang shalat. Dia mengatakan, "Shalat itu bukan cuma sujud, rukuk, dan bacaan ritual-ritual yang sering kamu baca. Tetapi shalat yang benar adalah shalat yang khusyuk, yang bisa menjaga kamu dari perbuatan maksiat dan mungkar. Sehingga setelah shalat baru memikirkan dunia, bukan di saat shalat. Ia khusyuk sekali, tidak melihat apa yang terjadi di sekitarnya. Tidak mendengar suara apa pun di dunia. Jiwa dan raganya bersama Allah."
Ketika pemikiran seperti itu merasuk dalam jiwa orang-orang Islam yang lemah, maka mereka akan berpikir, "Yah, kalau shalat kita tidak dianggap shalat, karena tidak bisa begitu. Kita juga sudah berusaha lebih baik, tapi kita tidak bisa. Kalau begitu untuk apa kita capek-capek bangun shalat Shubuh, capek sujud, rukuk, tapi tidak dapat pahala! Mending tidak usah shalat sekalian!"
Sukses! Itu tujuan syetan, agar kita tidak meninggalkan shalat. Allah tidak pernah membebankan kepala kita apa yang tidak kita mampu. Syariah memang syariah. Tetapi syariah juga tidak menafikan kita sebagai manusia. Orang shalat ya harus khusyuk. Khusyuk semampunya. Tingkat khusyuk yang paling rendah adalah dia sadar apa yang sedang dibaca. Jangan sampai dia membaca, "Inna shalati wanusuki wamahyaya wa mamati lillahi rabbil'alamiin, arrahmanirrahim, maliki yaumiddiin...." Bacaanya jadi kacau.
Kalau ada pikiran tentang dunia mampir, pastinya itu selalu ada dalam pikiran manusia. Bedanya ada yang banyak, ada yang sedikit. Ia mengingat Allah lagi dengan takbiratul ihram, yang diucapkan setiap berpindah dari gerakan ke gerakan dalam shalat.
Kalau kita mengatakan syarat sah shalat harus khusyuk, ia tidak melihat apa pun di sekitarnya. Ini tidak mendengar suara apa saja di sekitarnya. Ini adalah syarat yang tidak pernah dikatakan oleh siapa pun dalam Islam.
Rasulullah saja pernah memperpanjang sujudnya saat ada salah satu anak Fatimah naik ke punggungnya, karena beliau merasa ada anak kecil di punggungnya. Beliau juga membolehkan kita membunuh ular dan kalajengking meskipun kita dalam shalat. Memperbolehkan kita menghalangi orang yang lewat di depan kita yang sedang shalat. Itu artinya orang yang shalat merasa, melihat dan mendengar apa yang terjadi di sekitarnya. Jadi siapa yang bilang shalat khusyuk itu "mati rasa?". Kalau tidak seperti itu tidak sah, katanya.
Kalau kamu shalat lima waktu, tapi maksiat juga masih jalan. Shalat tetap dikerjakan, jangan ditinggalkan! Tetapi bertaubatlah. Minta ampunlah dan minta kekuatan agar Allah menjagamu dari maksiat. Mendingan masih shalat meskipun kadang-kadang diselingi maksiat, daripada meninggalkan shalat sama sekali dan tetap berbuat maksiat,
Syeikh Tantowi meneruskan ceritanya....
"Saat syetan tahu tipu dayanya kali ini gagal lagi, ia membisiki telingaku, "Mantap, shalat kau sudah sempurna. Ini dia yang namanya shalat. Kamu adalah orang alim, shaleh, wali Allah. Syetan kini tidak mampu mendekatimu lagi! Kamu adalah ahli surga, bersyukurlah."
Laknatullah alaik ya syaithan! Kamu ingin merayuku lagi? Setiap muslim belum ketahuan juntrungannya sampai dia meninggal. Apakah saat meninggal ia husnul khatimah atau tidak? Semoga Allah menjadikan kita semua orang yang husnul khatimah. Mati dalam keadaan beriman kepada Allah.
Kemudian aku duduk membaca Al-Qur'an. Mulai lagi syetan datang merayuku, agar aku tidak bisa mentadabburi isi kalam Allah. Ia mengatakan, "Makharij huruf kamu tidak benar, tajwidnya juga masih salah. Mana yang panjang, mana yang pendek, mana yang tebal yang tipis? Itu yang pertama harus kamu perhatikan, tadabburnya nanti saja."
Ia mau aku menyibukkan diri dengan tajwid dan makharij huruf, dan melupakan tadabbur isi Al-Qur'an. Padahal aku tidak pernah mendengar para sahabat Nabi menyibukkan diri dengan tajwid daripada tadabbur. Bahkan ulama Salaf memakruhkan keterlaluan dalam hal itu.
Kemudian ia membisiki agar aku membaca Al-Qur'an dengan cepat tanpa harus paham. "Kan yang penting baca, biar bisa khatam 30 juz dalam dua atau tiga hari!"
Kemudian ia menyuruhku mempelajari qiraat-qiraat lain, lalu membacanya di depan orang. Agar terlihat aku hafal Al-Qur'an dengan semua qiraat. Dan menurutku pribadi, hal ini tidak boleh. Karena akan menimbulkan fitnah di tengah masyarakat awam dan menumbuhkan ujub dalam hati.
Semua itu tidak baik, karena tujuan dasar membaca Al-Qur'an adalah untuk ditadabburi, dipahami, dan diamalkan isinya. Mambuat bacaan Al-Qur'an sebagai seni atau sumber mata pencaharian itu tidak benar. Hadiah diberikan kepada orang yang paling panjang napasnya, bisa membaca sepuluh ayat yang paling indah suaranya saat melagukan Al-Qur'an.
Al-Qur'an itu bukan untuk dikhatamkan berkali-kali tanpa dipahami. Bukan itu dibaca dengan bermacam-macam bacaan tanpa dimengerti. Bukan hanya diperhatikan tajwidnya, lagunya. Tetapi, Al-Qur'an itu undang-undang. Di dalamnya ada perintah dan larangan, yang harus dipahami dan dimengerti. Dikerjakan perintahnya, dijauhi larangannya, dan dihormati batas-batasannya.
Aku terus membaca Al-Qur'an sampai matahari pun terbit. Kemudian aku mengatakan pada diriku, "Hari ini aku akan berusaha untuk selalu bersama Allah sampai malam tiba."
Tiba-tiba syetan datang lagi, ia berbisik, "Alah, sombong! Tidak mungkin! itu sangat susah, mustahil kamu sanngup!"
Aku membalasnya, "Tidak, tapi demi Allah ini sangat mudah! Ini adalah usaha dengan langkah yang sangat sederhana. Aku hanya perlu mengingat bahwa aku melihat Allah di mana pun aku berada. Kalaupun aku tidak melihat-Nya, tapi aku yakin Dia melihatku."

NOTE : "Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya," (QS. Al-Kahfi [18] : 39)

Author : Yesa Novrita ( Inspirasi islami Tiada henti)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun