Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negeri Para Badut

18 November 2017   22:27 Diperbarui: 18 November 2017   22:43 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karangan bunga yang dikirim Sam Aliano untuk Setya Novanto (Sumber: Wartakota Tribunnews.com)

Tidak hanya netizen lewat media sosial saja yang menyikapi penjelasan yang dilontarkan pengacaranya, bahkan yang lebih mencengangkan lagi adalah sikap Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pengusaha Indonesia Muda, Sam Aliano.

Anak muda yang beberapa waktu lalu pernah berseteru dengan Nikita Mirzani, ini mengirimi tersangka kasus korupsi e-KTP yang saat ini terbaring di di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2017), sebuah karangan bunga yang bertuliskan kata-kata "Semoga Lekas Sembuh PAPA TIANG LISTRIK #SAVETIANGLISTRIK,"

Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, dan membikin geleng-geleng kepala, karena Sam Aliano menyatakan kepada media, bahwa seharusnya yang dirawat di rumah sakit adalah tiang listrik.

Yang paling up to date, dan membikin orang tergelak, adalah pernyataan pengacara itu pun (Fredrich Yunadi) yang menyebut kalau SN adalah bayi. Lha, pernyataan apa itu? Bicara sama siapa pengacara itu?

Mencermati fenomena seperti itu, muncul pertanyaan yang berkecamuk dalam kepala.

Apakah yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini?

Pantaskah seorang pengacara yang notabene melek hukum harus membohongi publik dengan pernyataan-pernyataannya yang dianggap sama sekali tidak bermutu, sehingga mengundang kritikan, hingga mendapat cemoohan semacam itu?

Di satu sisi, kasus korupsi e-KTP yang melibatkan ketua umum partai Golkar, Setya Novanto, membuat masyarakat geram, sekaligus prihatin. Tetapi di sisi lain malah jadi hiburan tersendiri yang tak kalah dari guyonan para pelawak yang sering muncul di televisi.

Urusan melawak, bukan hanya milik para pelawak saja memang, di negeri ini siapa saja bisa saja menjadi pelawak, alias badut. Termasuk elit dan politisi.  Meskipun guyonannya ngawur dan tidak bermutu juga. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun