Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Andaikan Gagal Mempertahankan Gelar Juara AFF U-23, Shin Tae-yong Harus Dipecat?

16 Januari 2022   06:39 Diperbarui: 16 Januari 2022   06:39 57155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong (REUTERS)

Bahkan bisa jadi dalam otak mereka hanya tertanam: Seandainya memiliki pelatih yang hebat, maka tim sepak bola kesayangannya itu juga akan disulapnya menjadi kesebelasan yang hebat pula dengan cepat di dalam waktu yang singkat.

Sementara mereka sama sekali tidak menyadari, malahan boleh jadi tidak peduli dengan kondisi para pemain yang kemampuan di dalam cara bermain sepak bolanya saja masih pas-pasan. 

Bagaimana cara melakukan passing, dribling, atau kapan saatnya untuk menyerang, dan kapan waktu yang tepat untuk bertahan, apa lagi menjaga kekompakan tim (bukankah sepak bola dimainkan oleh sebelas pemain?), dalam kenyataannya masih saja kedodoran.

Belum lagi mentalitasnya yang juga boleh dikatakan tidak jauh berbeda dengan keterampilan yang masih pas-pasan. Filosofi olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas, belum tertanam kuat di dalam kepala mereka.

Sehingga bukan sesuatu yang asing lagi bila di dalam pertandingan sepak bola, seringkali disaksikan ada perkelahian saling tinju, dan saling tendang antar pemain dari dua kubu yang tengah berhadapan di tengah lapangan.

Tak jarang pula lantaran dianggap tidak adil dalam memimpin pertandingan, wasit pun seringkali menjadi sasaran keberingasan, dan kebrutalan pemain. Wasit yang sejatinya merupakan hakim yang setiap keputusannya harus dihormati, malah di-smack down hingga terkapar di arena pertandingan.

Mentalitas yang kedodoran, dan tidak menjunjung tinggi nilai-nilai filosofi olahraga, ditambah lagi dengan ekspektasi yang menjulang tinggi untuk menjadi juara dalam waktu yang cepat, memang sudah sejak lama menjadi suatu mindset yang sudah menjadi budaya di Indonesia. 

Apakah hal ini lantaran Founding Fathers negeri ini, Bung Karno yang telah menanamkan faham revolusi - perubahan dengan cepat, di segala bidang, atau lantaran serbuan usaha restoran yang membawa budaya makan dengan hidangan cepat saji, atau juga sudah terbiasa masak mie instan yang bisa segera disantap saat perut minta diisi?

Entahlah. Hanya saja yang jelas, para pendukungnya, dan juga para pemangku kepentingan di dalam olahraga, khususnya sepak bola di Indonesia, sepertinya telah memiliki mindset yang sama. Harus berprestasi tinggi secara cepat dalam waktu yang singkat. Sebagaimana halnya pelayanan di restoran cepat saji,  dan juga memasak mie instan. 

Kita tentunya masih ingat, apa yang terjadi pada beberapa pelatih Timnas Indonesia beberapa waktu yang lalu. Seperti misalnya Alfred Riedl, Wim Rijsbergen, Nilmaizar, dan Manuel Blanco. 

Bagaimana seorang pelatih ditunjuk untuk mempersiapkan tim, tetapi tiba-tiba posisinya dipecat beberapa hari jelang laga digelar, kemudian mengangkat kembali pelatih timnas yang baru dalam tempo satu hari setelah laga yang seharusnya menjadi debutnya bersama tim nasional Indonesa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun